Ketika mitos dan kehidupan modern beriringan maka itulah yang dirasakan gadis muda bernama Dyah Ayu Sekarjati. Kehidupannya berubah drastis ketika dirinya meneliti sebuah situs cagar budaya membuatnya hampir gila. Apa yang terjadi dalam hidupnya menabrak batas hukum yang dimiliki dunia modern. Mitos yang menjadi legenda berubah menjadi kenyataan. Kalimat yang selalu diingatnya adalah "Wijaya Kusuma Sang Penguasa Segalanya"
Lihat lebih banyakLangit Yogyakarta mendung sejak sore seakan-akan menyuruh orang-orang untuk berdiam di rumah. Hujan turun begitu tak lama kemudian hingga larut malam. Hujan tak henti-hentinya turun membuat suasana aneh terasa. Petir bergemuruh ketika jendela kamar dibuka oleh Sekarjati. Udara dingin berhembus masuk ke dalam kamarnya membawa perasaan nyaman yang tak terlukiskan. Mimpi itu datang kembali menghantuinya bagaikan teror tiada henti.
Sekarjati termenung menghela nafas panjang ketika mengingat mimpi buruk yang dialaminya secara berulang. Sebuah panggilan misterius dan aroma anyir khas bau darah terasa mengerikan. "Sudah waktunya, Tuan Putri kembali ke sini." "Siapa dia dan mengapa memanggilku Gusti Putri?" gumam Sekarjati bingung Pagi hari Sekarjati bersiap untuk pergi ke bandara. Ia telah menyiapkan dengan matang segala keperluan untuk terbang ke Jakarta. Sebagai seorang peneliti sejarah situs-situs kuno membuatnya harus bolak-balik Yogyakarta-Jakarta mengingat kantor tempatnya bekerja berada di sana. Sekarjati termenung ketika berada di dalam taxi. Perjalanannya ke bandara memakan cukup banyak waktu. Mimpi yang terus berulang-ulang membuatnya stress dan bahkan dirinya harus pergi ke psikiater untuk berobat. "Sebentar lagi tanggal satu suro. Perasaan ku sangat tak enak entah mengapa," gumamnya khawatir. Mobil berjalan dengan kecepatan sedang membuat Sekarjati dapat menikmati pemandangan perjalanan. "Mbak mau kemana?" tanya Pak Sopir. "Jakarta Pak. Ada urusan pekerjaan," jawab Sekarjati ramah. "Hati-hati mbak. Sebentar lagi suro tahun dal," balas Pak Sopir diangguki Sekarjati. Tak lama kemudian mereka sampai di bandara. Sekarjati turun dari mobil membawa kopernya ke dalam melakukan boarding pass. Ia duduk di kursi melihat orang-orang berlalu-lalang sibuk dengan urusannya masing-masing. "Nak....." panggil seseorang menepuk pundak Sekarjati membuatnya tersentak menoleh ke samping dan melihat senyum lembut wanita tua. Rambutnya memutih bersanggul mengenakan kebaya kuning berselendang putih yang dilihatkan pada pinggangnya. "Iya Nek...." ucap Sekarjati tersenyum ramah membalas senyuman. "Kalau waktunya sudah tiba, semua yang selama ini terpendam pasti akan muncul ke permukaan. Tidak ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Apa pun yang dipendam, suatu saat akan terlihat juga," ucap wanita tua tersebut mengelus-elus pundak Sekarjati lembut penuh kasih sayang. "Apa maksud Nenek?" tanya Sekarjati yang tak begitu mengerti. "Kamu nanti akan mengerti sendiri Nak...." jawabnya tersenyum lembut. Sekarjati bingung sesaat dan tersentak ketika mendengar pengumuman dari bandara. Ia bergegas berdiri menoleh ke samping tak menemukan wanita tua tersebut membuatnya bingung. Waktu yang terus berputar membuat nya bergegas masuk ke dalam pesawat tanpa memikirkan apa yang terjadi barusan. Duduk dengan tenang di kursinya memejamkan mata sesaat ketika rasa kantuk menderanya. Pukul 10.00 pesawat mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Sekarjati turun dari pesawat disambut oleh orang suruhan kantor tempatnya bekerja bernama Sastra. "Mengapa wajahmu terlihat begitu panik?" tanya Sekarjati. "Terdapat temuan baru misterius entah dari kerajaan mana. Letaknya di wilayah selatan suatu daerah kabupaten kecil ditemukan sebuah prasasti kuno," jawab Sastra. "Alas Seloaji " ucap Sekarjati membuat Sastra terkejut hingga menghentikan langkahnya menatap Sekarjati tak percaya. "Bagaimana kau bisa tahu?" Mendengar pertanyaan Sastra membuat Sekarjati terdiam. Entah mengapa hatinya menyebutkan kata alas Seloaji. "Sudahlah. Mari bergegas ke kantor," ucapnya melanjutkan berjalan. Sastra mengikuti dari belakang bertanya-tanya dengan bingung di dalam hatinya. Mobil menjemput mereka dan pergi menuju kantor. Jalanan Jakarta dipenuhi gedung-gedung tinggi menjulang ke langit. Mobil-mobil mewah berseliweran di jalanan menjadi pemandangan biasa. "Sebentar lagi 1 Suro. Entah mengapa firasatku tak enak ketika temuan prasasti itu muncul," ucap Sekarjati mengungkapkan kekhawatirannya kepada rekan kerjanya itu. Sastra hanya diam melihat pemandangan di luar dan menghela nafas panjang. Ia tahu maksud dari perkataan Sekarjati karena rekan kerjanya itu memiliki kelebihan yang tak dimiliki oleh orang lain. "Sudahlah tugas kita hanyalah meneliti temuan kuno. Segala hal di luar itu bukanlah kehendak kita untuk mengatur nya," ucapnya menenangkan Sekarjati. ***** Gedung megah bertingkat tempat mereka bekerja berdiri dengan gagahnya di tempat strategis. Balai Warisan Nusantara (BWN). Lembaga semi-independen di bawah Kementerian Kebudayaan yang memiliki tugas meneliti, melakukan pelestarian dan pendokumentasian budaya di seluruh wilayah Nusantara. Mereka telah sampai dan bergegas masuk ke dalam kantor. Seluruh tim divisi mereka telah berada di ruang rapat untuk membahas temuan yang baru saja dilaporkan. Sekarjati dan Sastra berada dalam divisi yang sama yakni divisi Ekskavasi dan Mitologi Lokal. Tokk...!! Tok....!! Tok...!!! Sastra membuka pintu menundukkan kepalanya tersenyum canggung ketika melihat orang-orang telah hadir. Mereka segera masuk dan duduk di kursi yang tersisa. "Selamat pagi semua. Sebagaimana laporan yang diterima mengenai temuan prasasti kuno di wilayah selatan pulau Jawa, maka rapat ini dilaksanakan dengan tujuan membahas untuk dilaksanakan penelitian lebih mendalam," ucap Dr. Ardira Singakerta Dr. Ardira mempresentasikan penemuan dari prasasti kuno menjelaskan isi dari prasasti tersebut yang berhasil dipecahkan dengan rinci. "Alas keramat Seloaji," ucap Sekarjati membuat semua orang di dalam ruangan terdiam. Dr. Ardira tersenyum tipis menatap Sekarjati memintanya untuk menjelaskan mengenai tempat yang dimaksud. "Alas keramat Seloaji berada di pegunungan Pethak daerah Jawa selatan. Berada di desa Nglimputan tempat ditemukannya prasasti kuno itu berada. Seharusnya tak ada prasasti berada di sana mengingat wilayah tersebut tak berada di jalur persimpangan kerajaan kuno di masa lalu," ucap Sekarjati mengungkapkan pendapatnya. "Anda benar. Saya berpikir untuk menerjunkan Anda dan Sastra ke sana untuk melihat prasasti secara langsung melakukan observasi lebih lanjut," perintah Dr. Adira. Selang beberapa saat kemudian rapat ditutup menyisakan Sastra dan Sekarjati yang berada di dalam ruangan. "Entah mengapa aku rasa Dr. Ardira mengetahui seluk-beluk mu melebihi ku dan orang lain," ucap Sastra curiga. Sekarjati mengiyakan di dalam hatinya namun tak berani untuk mengiyakannya secara langsung. Dr. Adira adalah Ketua dari divisi Ekskavasi dan Mitologi Lokal disegani oleh staf yang berada di bawah naungannya. Kriettt......!!!!! Pintu yang terbuka membuat Sekarjati tersentak begitupun Sastra yang tiba-tiba duduk formal kembali. Seorang wanita paruh baya berwajah cantik khas Bali bernama Ni Luh Ayu Paramita Wakil Kepala Divisi. "Santai saja. Saya hanya ingin memberitahukan kepada kalian untuk memvalidasi kebenaran dari isi manuskrip ini," ucapnya menyodorkan manuskrip kuno yang ditemukan bersamaan dengan prasasti terbuat dari bahan kulit lembu. "Bagaimana saya bisa memastikan keterikatan manuskrip ini dengan prasasti?" tanya Sekarjati. "Saya yakin kamu bisa merasakan kebenaran menggunakan hati. Tak perlu khawatir karena manuskrip ini aku menyerahkan atas izin Pak Ardira," jawab Bu Paramita. "Baik. Saya akan melakukan yang terbaik," balas Sekarjati tersenyum lembut. Bu Paramita ke luar dari dalam ruangan dibalas helaan nafas panjang dari Sastra seakan-akan beban berat berada di pundaknya. "Aku yakin ini akan menjadi hal melelahkan," ucapnya pasrah.Pak Ardira berlarian kecil kembali ke desa Nglimputan. Pemakaman telah usai dan monumen makam massal telah terpasang. Ia mencari-cari pusaka tombak dan keris di sekeliling nya dengan gelisah. "Apa yang kau cari wahai manusia," ucap seorang wanita yang seketika membuat Pak Ardira tersentak kemudian menoleh. "Sri Dyah Durgamaya," ucapnya pelan. Durgamaya berjalan mendekati Pak Ardira yang tak bisa bergerak entah karena apa. Jarak keduanya begitu dekat hingga nafas memburu terdengar begitu jelas. "Kau bukan berasal dari zaman ini," ucap Durgamaya membuat Pak Ardira terkejut. "Kau mengetahuinya?" balas Pak Ardira memberanikan diri untuk berbicara. "Tentu saja. Kembalilah ke tempat di mana kau berada dan jangan pernah ikut campur urusan ku dimari," ucap Durgamaya tersenyum kemudian tertawa tipis. Pak Ardira terdiam ditempat seakan-akan takut untuk bergerak menarik perhatian wanita iblis di depannya itu. Durgamaya tersenyum berjalan menjauhinya melihat makam massal membuatnya
Pak Ardira dan sang sopir masuk ke dalam setelah dipersilahkan. Mereka duduk di kursi anyaman rotan menunggu Ki Wahyu Prabawa segera kembali. "Siapa gerangan yang menemui ku saat ini?" tanya Ki Wahyu Prabawa. "Saya Ardira dari Balai Warisan Nusantara dan sopir saya Siswo" Ki Wahyu Prabawa menganggukkan kepalanya menuangkan air dari dalam kendi menyodorkannya kepada Pak Ardira dan sang sopir Siswo. "Minumlah, kalian telah jauh-jauh datang dari Jakarta kemari," ucapnya dengan senyuman tulus. Keduanya minum air dari gelas merasakan dahaga yang terpuaskan oleh air segar pegunungan. Pak Ardira kembali membuka topik pembicaraan kedatangannya kemari. "Aku tahu seseorang akan datang kemari dan oleh karena itu aku menyambut Anda," ucap Ki Wahyu Prabawa. "Syukurlah Anda tahu kedatangan saya dan berharap mendapatkan penjelasan mengenai kejadian malam itu," balas Pak Ardira. Ki Wahyu Prabawa menghela nafas panjang mengingat kejadian kelam pembantaian satu desa pada malam itu. "
Pak Ardira turun dari mobil berjalan menuju ke arah hutan tempat desa Nglimputan berada. Dengan mengenakan sepatu yang telah dibungkus plastik dan membawa payung hitam dirinya melewati barikade polisi yang mempersilahkannya masuk. Ia berjalan dengan tatapan datar melewati jalan satu-satunya menuju desa. Panggung wayang basah oleh hujan dan darah dari para penduduk desa mengalir mengikuti arus air hujan. "Benar-benar kejam," gumamnya melihat evakuasi mayat warga yang dilakukan relawan medis dan kepolisian untuk dimakamkan secara masal. Lubang besar telah digali dan mereka dimasukkan satu per satu ke dalamnya setelah dibersihkan. Pak Ardira mendekat melihatnya yang kemudian dihentikan oleh kemunculan seorang polisi. "Pak Ardira," ucap polisi tersebut ramah mengenali sosok di depannya. "Pak Angga yang menangani kasus ini?" balas Pak Ardira. "Benar. Saya yang menangani kasus pembantaian desa Nglimputan. Lama tidak bertemu dengan Pak Ardira," jawab Pak Angga sembari tersenyum.
Keesokan paginya berita akan pembantaian di desa Nglimputan termuat dalam media nasional. Kehebohan terjadi dan berbagai asumsi beredar di masyarakat. Pihak berwenang belum mengkonfirmasi motif pembantaian yang terjadi. Para jurnalis dari ibukota meluncur ke tempat kejadian mencoba menggali informasi langsung dari pihak kepolisian. Garis polisi membentang di tempat perkara dan para jurnalis mengenakan sepatu yang dilapisi plastik agar tidak menganggu ataupun mengubah tempat perkara. Sedangkan Sekarjati tengah dirawat di rumah sakit daerah kabupaten menjalani perawatan intensif dan sampai saat ini belum sadarkan diri. Balai Warisan Nusantara. Bapak Ardira tengah duduk di ruangannya melihat berita yang tengah menyiarkan tayangan langsung dari tempat perkara dikejutkan dengan kemunculan Bu Paramita yang masuk ke dalam ruangannya secara tiba-tiba. "Pak! Semua ini di luar prediksi kita. Sekarjati tak sadarkan diri dan Sastra menghilang entah kemana. Kementrian menutup paksa renacana pe
"Kita bertemu kembali saudaraku," ucap Durgamaya tersenyum senang.Kemunculannya bersamaan dengan Sastra dan para pengikutnya. Langkasuma segera menarik Sekarjati untuk tetap berada di dekatnya."Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Sekarjati."Nyawamu," jawab Durgamaya melotot tajam dan tertawa pelan."Jangan libatkan warga desa dalam rencana busukmu itu!" bentak Sekarjati yang langsung mendapatkan respon buruk dari Durgamaya berupa tekanan kuat begerak ke arah Sekarjati kemudian pancaran cahaya emas melindunginya.Liontin merah melayang memancarkan cahayanya yang seketika membuat mereka mengerang kesakitan. Durgamaya mengepalkan tangannya menahan amarah begitu melihatnya."Pilihanmu hanya menyelamatkan mereka atau kau mati," ucapnya memberikan ancamannya."Aku memilih mati," jawab Sekarjati tegas.Langkasuma yang melihat tekad Sekarjati mengerutkan keningnya dengan kecepatan kilat menyentuh kening Sekarjati membuatnya pingsan."Baiklah. Pertempuran kali ini benar-benar di luar bayan
"Siapa kau?" ucap Sekarjati dengan nada ketakutan. "Aku Bhatara Kala Mandrapati sang Raja Kegelapan. Bukankah lakon ini dipersembahkan untukku?" ucapnya tertawa keras berjalan menuju ke arah panggung berdiri di belakang sang dalang kemudian duduk yang seketika membuat tubuh sang dalang bergetar memegang wayang kulit tokoh Bathara Kala dengan erat. Suara gamelan kian keras terdengar dan para penabuhnya memainkannya begitu keras bertempo cepat. Sang dalang tertawa dengan suara beratnya menggerakkan tokoh Bathara Kala begitu lihai. Sekarjati beranjak berdiri ketika menyadari aura negatif begitu kental mengelilinginya. "Aku kelaparan dan membutuhkan makanan dan kalian semua adalah makananku," ucap sang dalang tertawa keras menancapkan wayang kulitnya begitu keras kemudian beranjak berdiri menatap semua orang dengan senyuman misterius. "Wahai pengikut setiaku. Datanglah kemari nikmati hidangan terbaik kalian," ucapnya lantanng terdengar merentang kedua tangannya yang seketika puluhan m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen