Share

Godaan

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2025-12-16 20:09:07
Ling Mei tidak menunggu jawaban dari Qing Jian.

Seolah waktu bukan lagi miliknya saat ini.

Dengan satu tarikan napas yang bergetar, jemarinya bergerak—tenang, pasti—melepaskan lapisan demi lapisan pakaian yang selama ini menjadi pelindung antara hidup dan kematian. Tidak ada rasa ragu dalam gerakannya. Hanya keputusan seseorang yang sudah terlalu lama hidup berdampingan dengan racun yang bisa membunuhnya kapan saja.

Racun Darah Iblis.

Jika ia gagal malam ini, ia tahu—ia tidak akan mendapat kesempatan kedua. Setelah sekian lama menunggu, hanya Qing Jian yang memenuhi syarat untuk membantunya menghancurkan racun ganas ini.

Tubuhnya tersingkap di bawah cahaya merah kabut darah, kulitnya memantulkan kilau hangat yang kontras dengan altar berdarah di sekeliling mereka. Keindahannya bukan sekadar rupa, melainkan ketenangan seseorang yang telah menerima risikonya sendiri.

Qing Jian tersentak.

Darahnya seperti berbalik arah.

Dingin—lalu panas.

Panas—lalu dingin.

Tubuhnya gemetar, bukan karena
Zhu Phi

Bab Utama : 3/3 Selesai. Bab tertunda selesai.

| 9
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin penasaran dan menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Legenda Dewa Pedang    Ilmu Pedang Huashan

    Tanpa menunggu lagi puluhan murid Huashan-Pay melompat maju. Kaki-kaki menghentak lantai. Bilah pedang terangkat serempak, menyilaukan seperti kilatan embun di puncak gunung saat matahari pertama terbit.Formasi terbentuk.Getaran energi menyapu udara.Formasi yang menjadi kebanggaan sekte selama ratusan tahun.Formasi Seribu Daun Pedang Huashan.Suara logam saling beradu — cepat, bertubi-tubi, presisi. Tebasan datang dari segala arah seperti badai dedaunan tajam yang berputar di tengah angin liar.Bilah-bilah itu turun dari atas, menusuk dari samping, menyilang dari belakang.Ruang bergerak — namun Qing Jian… justru terlihat semakin diam.Langkahnya ringan, tenang, hampir seolah tak menyentuh lantai. Nafasnya mengalir pendek dan teratur. Kelopak matanya menutup setengah — ia bukan bertahan, ia menghilang.Satu tarikan angin panas berdesir.Energi merah tua melesat.Tubuhnya lenyap dari pandangan.“Phantom Ghost Blood Strike!”Tersisa hanyalah bayangan samar — garis merah tipis yang m

  • Legenda Dewa Pedang    Pedang Pusaka Huashan

    Suasana Aula Huashan menegang hingga terasa menusuk kulit.Asap tipis masih merayap di udara, menyisakan bau hangus dari reruntuhan pilar dan lantai batu yang retak. Bara api kecil berkeredap di sudut-sudut aula, namun hawa yang menyelimuti ruangan justru lebih dingin dari hembusan angin gunung yang masuk lewat atap yang runtuh.Ketegangan baru…lebih tajam dari tebasan pedang mana pun.Hao Bailong berdiri tegap meski tubuhnya penuh luka. Nafasnya masih berat akibat pertarungan sebelumnya, namun matanya memancarkan ketegasan yang keras — tatapan seorang pendekar tua yang tidak akan membiarkan harga dirinya diinjak.Di hadapannya, Hao Shintong — Ketua Huashan-Pay — berdiri dengan wajah dingin, dagu terangkat sedikit. Seolah kehancuran aula dan luka murid-muridnya bukan apa-apa dibandingkan satu hal...Pedang Giok Hitam.Namun ia bahkan tidak menoleh ke arah Hao Bailong.Seolah mantan ketua itu…bukan siapa-siapa lagi.Suara Hao Bailong pecah memecah hening.“Sejak kapan Pedang Giok Hitam

  • Legenda Dewa Pedang    Pertarungan Ahli Pedang

    Debu masih menari liar di udara ketika retakan raksasa di lantai akhirnya berhenti menjalar. Aula Huashan—yang dulu megah—kini setengah runtuh, dipenuhi aroma batu terbakar, logam panas, dan darah energi yang pahit menusuk hidung. Dari celah atap yang pecah, angin malam menyusup masuk, membawa hawa dingin yang berdesis pelan, seolah berani menantang sisa panas pertarungan.Qing Jian berdiri di tengah kehancuran itu. Dadanya naik turun keras, setiap tarikan napas terasa seperti menyedot bara api. Namun matanya—tajam, jernih—belum kehilangan cahaya sedikit pun.Di hadapannya, pria tua pemegang Pedang Giok Hitam masih berdiri.Lututnya bergetar samar. Otot-ototnya menegang menahan tubuh yang hampir menyerah. Namun tatapan di balik keriput itu tetap kokoh, seperti gunung yang retak tapi belum runtuh.Aura mereka saling menekan.Pedang di tangan masing-masing berderit pelan—suara logam yang seolah ikut menahan napas, menunggu siapa yang akan bergerak lebih dulu.Qing Jian mengepalkan jarin

  • Legenda Dewa Pedang    Pedang Dewa Ilahi vs Pedang Giok Hitam

    Pedang Giok Hitam bergetar liar di tangan pria tua itu—bukan karena tekanan, melainkan kegirangan yang telah lama terkubur.“Aku hampir lupa…” suaranya bergetar rendah, sarat gairah pertempuran, “…rasanya dilawan seperti ini.”Ia sama sekali tidak menyangka kalau Qing Jian akan sekuat ini. Tadinya ia hanya penasaran dan ingin menguji kehebatan Dewa Pedang ini, tapi sekarang pendekar pedang yang hampir diremehkannya ini malahan menjadi lawan tangguh baginya. Aura hitamnya meledak keluar...Bukan menyebar—melainkan menelan.“Jurus Kedua—Giok Hitam Menelan Cahaya!”Sekejap saja, cahaya di Aula Huashan teredam paksa. Api obor meredup, pantul giok di dinding mati, bahkan kilau energi pedang ikut menghilang. Bayangan mengental, menekan dari segala arah, seperti dinding tak kasatmata yang perlahan menyempit.Qing Jian menarik napas—lalu napas itu terasa dingin.Bukan dingin es. Bukan dingin udara.Melainkan dingin kematian—menusuk tulang, merayap ke sumsum, mencoba membekukan kehendak.Ia m

  • Legenda Dewa Pedang    Melawan Cultivator Pedang Giok Hitam

    Aula Huashan berguncang keras.Lantai batu tua berderak, lalu retakannya menjalar cepat seperti urat hitam yang dipaksa muncul dari dalam bumi. Udara menegang—padat, berat, bergetar—tercekik oleh dua niat pedang yang saling mengunci tanpa memberi ruang untuk bernapas. Debu bahkan belum sempat jatuh ke lantai sebelum tersapu habis oleh gelombang energi tak kasatmata yang berputar liar di tengah aula.Ini bukan sekadar duel. Ini adalah adu kehendak dua cultivator pedang sejati.Pria tua pemilik Pedang Giok Hitam berdiri tenang di tengah pusaran itu. Rambut putihnya berkibar pelan, matanya menyipit penuh minat. Sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum tipis yang nyaris tak terlihat.“Pedangmu…” katanya rendah, suaranya tenggelam di antara desingan niat pedang. “…tidak biasa.”Qing Jian tidak menjawab.Napasnya tertahan setengah denyut jantung.Lalu—ia menghilang.WUUUUSH—!!Udara di tempat Qing Jian berdiri meledak kosong, seakan tubuhnya tercabut dari ruang itu sendiri. Tidak ada bay

  • Legenda Dewa Pedang    Niat Pedang Huashan

    Angin pegunungan menyayat seperti bilah tak terlihat.Qing Jian berdiri tegak di punggung Byakko saat mereka menembus lapisan awan terakhir. Kabut terbelah di belakang mereka, hutan mati tenggelam jauh di bawah, berganti tebing-tebing curam yang menjulang angkuh. Jalur batu muncul di hadapan—dipahat rapi, lurus, dan tua. Bukan sekadar batu. Setiap pijakannya memancarkan niat pedang yang tenang namun tajam, seolah ribuan ayunan pernah mengukir tempat ini.Byakko memperlambat langkah, lalu menundukkan kepala besar itu.Qing Jian melompat turun.“Kau tunggu di sini,” katanya pelan, suaranya nyaris terseret angin. “Jaga jalur belakang.”Byakko mengaum rendah—patuh, waspada.Begitu telapak kaki Qing Jian menyentuh jalur batu—WUUUNG—!!Udara bergetar. Tekanan tak kasatmata datang dari segala arah, bukan untuk melukai melainkan menimbang, menguji, dan menyaring.Ujian Huashan.Qing Jian tidak mundur. Ia melangkah maju.Satu langkah—tekanan menekan bahu. Dua langkah—udara mengeras seperti di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status