LOGINPLAAAK!
Suara tamparan itu menghantam udara dengan keras, memantul di antara pilar-pilar paviliun yang berlumuran darah. Tepukan telapak tangan Wu Chao-Xing begitu kuat hingga kepala Shu Jin terpelanting ke samping. Debu dan serpihan tanah beterbangan dari pipinya ketika wajahnya menghantam tanah.
Sayup-sayup pandangannya terbuka. Suara-suaranya kembali, namun tidak membawa kelegaan—hanya kengerian yang membakar dadanya. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah genangan darah pekat milik keluarganya yang mulai mengering di tanah. Bau amis yang menyengat masuk ke hidungnya, membuat perutnya teraduk-aduk.
Kesadaran yang baru kembali seketika menusuk jantungnya seperti pedang.
Wu Chao-Xing menyeringai tepat di depannya, rambut hitamnya berkilau tertiup angin. Mata wanita itu berkilat puas.
“Sekarang kau lihat, Shu Jin…” katanya sambil tertawa terbahak-bahak, suaranya memantul seperti gema iblis. “Keluarga kebanggaanmu… sudah musnah!”
Tawa itu mengiris telinga Shu Jin, merontokkan sisa-sisa kekuatan mentalnya. Tangannya bergetar di atas tanah. Tubuhnya terasa berat seperti batu, tak mampu bangkit meski hatinya meraung ingin membunuh siapa pun di hadapannya.
Wu Chao-Xing kemudian melangkah ke arah Pangeran Ketiga. Dengan manja ia meraih lengan Zhao Shin, tubuhnya melekat seperti ular yang membelit.
“Pangeran…” suaranya berubah lembut, namun penuh racun. “…mengapa kita tidak menghabisi saja sampah tak berguna ini? Ia bahkan tak pantas hidup.”
Zhao Shin menatap Shu Jin dari atas, seolah menilai barang rongsokan yang tidak lagi memiliki nilai. Sorot matanya dingin, tanpa belas kasihan.
“Keluarga Shu tidak boleh benar-benar musnah,” katanya datar. “Jika tidak, Kaisar akan curiga.” Ia mengibaskan tangan. “Anak ini sudah cacat total. Bahkan berdiri pun dia tak mampu lagi. Biarkan saja dia mati perlahan di sini. Hanya itu balasan yang pantas.”
Namun bagi Chao-Xing, penderitaan Shu Jin sepertinya belum cukup.
Mata Shu Jin masih redup, tapi ketika Chao-Xing jongkok di depannya, tatapan mereka saling bertemu.
BUK!
Batu besar yang dipegangnya menghantam kepala Shu Jin. Darah menyembur, terasa hangat mengalir menuruni wajahnya. Pandangannya bergetar, kemudian gelap.
Zhao Shin memekik marah.
Chao-Xing hanya berdiri, tercengang, tapi tatapan matanya belum kehilangan kebengisannya.
Zhao Shin menghela napas kasar penuh amarah, jubahnya berkibar.
“Kita tinggalkan saja tempat ini! Tidak ada gunanya berlama-lama dengan sampah seperti ini.”
Dengan satu perintah tangan, pasukan kerajaan dan para Tetua Wu mundur, meninggalkan halaman keluarga Shu yang kini menjadi kuburan terbuka.
Shu Jin terbaring tak sadarkan diri—sendirian, terluka parah, di ambang antara hidup dan mati
*****
Kesadaran Shu Jin muncul perlahan, hawa dingin lembab menyentuh kulitnya terlebih dahulu—
Apa aku… sudah mati?
Ia tidak lagi berada di halaman rumah Keluarga Shu. Tidak ada bau darah, tidak ada puing-puing paviliun, dan tidak ada jeritan yang membekas di telinganya. Sebaliknya, tanah di bawah tubuhnya basah, begitu dingin hingga membuat tulangnya bergetar.
Kota Lin’an tidak pernah hujan selama berbulan-bulan… lalu kenapa di sini begitu lembap?
Ia mendorong tubuhnya perlahan—dan nyaris memekik saat menyadari sesuatu.
"Ini… mimpi?" gumamnya lirih.
Namun begitu matanya menyesuaikan diri dengan kegelapan yang pekat, ia sadar bahwa tempat ini jauh dari kata mimpi.
Di sekelilingnya, ratusan tugu batu menjulang tinggi, tertancap dalam formasi yang tidak dikenalnya. Tidak ada cahaya selain sinar samar kebiruan yang seperti keluar dari tanah itu sendiri, menciptakan ilusi kabut tipis yang bergerak pelan-pelan di permukaan tanah.
Tugu-tugu itu bukan sekadar batu biasa.
Shu Jin mendekat pada salah satu tugu dan membaca ukirannya.
[MAKAM DEWA PEDANG]
Napasnya tercekat.
Ia melangkah lebih jauh. Batu-batu nisan di tempat ini raksasa—menjulang seperti menara kuno yang sudah ribuan tahun tidak disentuh manusia. Di setiap permukaannya terukir nama-nama Dewa Pedang dari generasi ke generasi. Beberapa nama memancarkan aura anggun, beberapa lainnya begitu tajam sehingga tulang belikat Shu Jin terasa ngilu hanya dengan menatap tulisan mereka.
Tetapi satu tugu batu menarik perhatiannya.
Tugu itu berbeda.
Dengan hati-hati, Shu Jin menyentuh permukaan batu tersebut—dan udara di sekelilingnya berubah drastis. Seolah tempat ini tiba-tiba tertarik ke dalam pusaran.
Ia membaca ukirannya.
[KAISAR PEDANG ABADI]
Detik berikutnya—
BUM!
Lalu sebuah suara yang dalam, bergemuruh, penuh ancaman, mengguncang ruang gelap itu.
“Aku… Kaisar Pedang Abadi, Luo Fei. Siapa yang berani membangunkanku dari tidur lima ribu tahun?”
Auran membunuh yang dipancarkan suara itu begitu tajam hingga bulu kuduk Shu Jin berdiri. Ia refleks berlutut, tubuhnya gemetar.
“Maaf… Locianpwe…” ujarnya terbata. “Aku tidak sengaja membangunkanmu.”
Ledakan tawa sinis terdengar dari dalam tugu.
Shu Jin mengepalkan tangan. Penghinaan itu menusuk hatinya seperti pisau.
“Aku… adalah jenius kultivasi yang hanya lahir seribu tahun sekali!”
Tatapannya menajam.
Untuk sesaat, keheningan menyelimuti Makam Dewa Pedang.
Kemudian suara dingin itu menjawab, “Bagaimana aku bisa mengajarimu ilmu pedang jika kau tidak memiliki Qi? Tidak memiliki darah pedang? Kau tidak punya apa-apa.”
Nisan itu bergetar sekali lagi.
Namun Shu Jin tidak mundur.
Ia merapatkan kedua lutut dan bersujud dalam-dalam, dahinya menyentuh tanah basah yang dinginnya menusuk hingga ke tulang.
“Aku sungguh ingin memulihkan tubuhku… dan membalaskan dendam keluarga Shu. Locianpwe, aku mohon!”
Sunyi.
Tidak ada suara yang keluar dari tugu nisan itu lagi. Aura besar yang tadi mengguncang dunia perlahan memudar.
“Locianpwe… Locianpwe…” panggil Shu Jin lagi dan lagi.
Tetap tidak ada jawaban.
Namun Shu Jin tidak bangkit.
Ia terus bersujud—berkali-kali, meski dahinya mulai berdarah. Tanah basah yang menempel di wajahnya juga tak dihiraukannya lagi.
Angin pagi melintas seperti hembusan napas terakhir dari rumah besar keluarga Shu. Udara itu membawa bau lembab yang menusuk hidung, bercampur abu tipis yang beterbangan dari bangunan yang pernah berdiri megah—kini tinggal kerangka hitam yang mencakar langit kelabu. Di pasir puing dan kayu yang terbelah, seorang pemuda bertopeng berdiri tegak. Ia tidak menoleh sedikit pun. Tidak ada alasan untuk melihat ke belakang; masa lalunya sudah terkubur bersama genangan darah yang membeku tiga hari lalu.Nama Shu Jin telah mati untuk saat ini.Kaisar Pedang sudah memerintahkannya... jika ingin hidup, ia harus terlahir kembali sebagai seseorang yang bukan dirinya sampai ia berhasil menguasai ilmu pedang terhebat sepanjang masa.Pemuda itu—belum lagi terbiasa dengan wajah barunya—menunduk pada kilauan samar dari pecahan pedang tua yang tergeletak. Permukaan logam yang retak memantulkan sosok asing... topeng artefak membentuk rahang lebih tegas, garis wajah lebih keras, dan mata yang memantulkan d
“Locianpwe… aku berhasil!” Suara Shu Jin menggema di antara tugu-tugu batu raksasa itu. Napasnya masih terengah, namun sorot matanya memancarkan cahaya baru—cahaya seseorang yang baru saja kembali dari kematian.Tugu nisan Kaisar Pedang Abadi yang menjulang tinggi memancarkan kilatan cahaya api. Dari dalamnya, suara yang dalam dan menggetarkan kembali terdengar.“HA-HA-HA! Aku tidak salah menilaimu, anak muda!” Suara Luo Fei terdengar bukan sekadar puas, tapi bangga—sebuah kebanggaan yang jarang dimiliki seorang kaisar pedang abadi. “Kau benar-benar jenius pedang yang hanya muncul sekali dalam ribuan tahun. Sebagai hadiah… Pedang Dewa Ilahi itu akan menjadi pedangmu mulai sekarang!”Cahaya kehijauan dari pedang di tangan Shu Jin berdenyut, seakan menyambut pemiliknya yang baru.“Kau bisa memanggil pedang itu kapan saja,” lanjut Luo Fei. “Ketika pedang itu kau arahkan ke langit… kau bisa kembali ke Makam Dewa Pedang dan meneruskan pelajaranmu. Aku akan menurunkan Jurus Pedang Naga S
“Bangun!”Suara itu menggelegar seperti guntur yang meledak tepat di samping telinga Shu Jin. Suara Kaisar Pedang Abadi… suara yang sejak tiga hari terakhir tak kunjung memberi tanda kehidupan.Tiga hari.Shu Jin bahkan tidak tahu bagaimana ia mampu bertahan selama itu—bersujud di tanah lembab, dingin menusuk tulang, perut melilit kosong. Bibirnya pecah, kulitnya kering, tetapi ia tidak bergerak sedikit pun dari posisinya.Maka ketika suara itu datang, meski lemah dan nyaris kehabisan tenaga, ia berhasil menegakkan tubuhnya.“Terima kasih… Locianpwe,” ucapnya dengan suara serak, namun mata yang redup itu bersinar penuh tekad.Dari dalam tugu nisan raksasa itu, suara Kaisar Pedang Abadi terdengar lebih jernih, lebih hidup—seakan ia akhirnya mengakui keteguhan hati Shu Jin.“Keluarga Shu,” ujar Luo Fei pelan namun menggetarkan, “telah melahirkan banyak Dewa Pedang terhebat. Untuk menghormati garis keturunan itu… aku akan memberimu satu kesempatan.”Kata-kata itu membuat jantung Shu Jin
PLAAAK!Suara tamparan itu menghantam udara dengan keras, memantul di antara pilar-pilar paviliun yang berlumuran darah. Tepukan telapak tangan Wu Chao-Xing begitu kuat hingga kepala Shu Jin terpelanting ke samping. Debu dan serpihan tanah beterbangan dari pipinya ketika wajahnya menghantam tanah.Sayup-sayup pandangannya terbuka. Suara-suaranya kembali, namun tidak membawa kelegaan—hanya kengerian yang membakar dadanya. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah genangan darah pekat milik keluarganya yang mulai mengering di tanah. Bau amis yang menyengat masuk ke hidungnya, membuat perutnya teraduk-aduk.Kesadaran yang baru kembali seketika menusuk jantungnya seperti pedang.Wu Chao-Xing menyeringai tepat di depannya, rambut hitamnya berkilau tertiup angin. Mata wanita itu berkilat puas.“Sekarang kau lihat, Shu Jin…” katanya sambil tertawa terbahak-bahak, suaranya memantul seperti gema iblis. “Keluarga kebanggaanmu… sudah musnah!”Tawa itu mengiris telinga Shu Jin, merontokkan sisa-
Shu Jin seketika duduk tegak, rasa lelah dan sakitnya seolah lenyap ditelan gelombang kecemasan. “Apa yang sedang terjadi? Katakan!”“Nona Wu… dia... datang menemui Tuan Besar. Dia datang bersama begitu banyak Tetua Keluarga Wu yang berilmu tinggi! Sepertinya Tuan Besar marah besar dengan pembatalan sepihak pertunangan Tuan Muda! Tuan Besar juga sudah tahu semua yang dilakukan Nona Wu terhadapmu, Tuan Muda!”“Tuan Muda harus menghentikan Nona Wu sebelum semuanya terlambat! Sudah lama Keluarga Wu hendak menghancurkan Keluarga Shu yang menjadi keluarga nomor satu di Kota Lin’an ini agar keluarga mereka bisa naik,” jelas Lian Hua.“Maksudmu... semua kejadian ini adalah rencana besar dari Chao-Xing, iblis betina itu? Ia mencuri Darah Pedang Spiritual Keluarga Shu, mempermalukanku di hadapan seluruh cultivator ierutama di depan Patriark Wang Chengtian saat seleksi di Sekte Pedang Surgawi?” tanya Shu Jin.Tanpa menunggu jawaban Lian Hua, Shu Jin langsung berlari keluar ke halaman utama temp
"Argh!" Shu Jin terbatuk keras, tubuhnya terpental beberapa langkah sebelum jatuh berlutut di tanah berbatu.Sebuah pukulan yang tak terduga dari kekasihnya, Wu Chao-Xing dengan telak mendarat tepat di perutnya, tepat di bawah pusar—dantian, inti kekuatan spiritual seorang cultivator.Rasa sakit yang menusuk menjalar dari pusat tubuhnya, membuatnya menggigil. Napasnya memburu, tangannya refleks meraba perutnya, seolah berharap itu hanya mimpi buruk. Tapi kenyataan lebih kejam dari yang bisa ia bayangkan.Dantian-nya… hancur.Mata Shu Jin melebar tak percaya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya saat ia mendongak menatap Wu Chao-Xing. "Xing'er… apa yang telah kau lakukan...?"Namun, gadis yang selama ini ia anggap sebagai belahan jiwanya kini berdiri dengan tatapan yang berbeda."Shu Jin!" Wu Chao-Xing mendengus, melipat tangannya dengan ekspresi jijik. "Aku sudah bersabar selama tiga tahun ini hanya demi hari ini!"Shu Jin terhuyung, matanya masih mencari secercah harapan bahwa ini







