Share

Chapter 3

Serphen dan yang lainnya juga menyadari kehadiran sosok tersebut. Menatapnya, mereka tidak tahu apakah yang di samping mereka tersebut adalah manusia atau makhluk aneh lainnya. Sekilas, dia terlihat seperti manusia yang menggunakan jubah panjang berwarna hitam dengan kerudung yang menutupi kepalanya, dan juga, dua bola cahaya yang berputar di atasnya, mereka tahu itu adalah sihir. Penyihir, kah?

Sosok misterius itu berjalan mendekat, dan para makhluk hitam yang ada seketika melompat ke belakang sambil menyeringai marah. Tapi, diam di tempat, mereka tidak menyerang membabi buta lagi seperti sebelumnya.

Berhenti berjalan. Sosok misterius itu kemudian mengangkat tangan kanannya. Dari sekelilingnya, ratusan bola cahaya kecil bermunculan. Melayang terbang, bola cahaya tersebut menerangi kegelapan tempat mereka berada dengan jelas. Menekuk jari kelingking, manis dan tengahnya, sosok itu mengarahkan jari telunjuknya ke arah para makhluk-makhluk hitam yang semakin menyeringai penuh kemarahan, "Bang." Ujarnya pelan.

Bola-bola cahaya yang ada seketika melesat dengan kecepatan luar biasa ke arah para makhluk hitam yang masih menyeringai penuh kemarahan.

Bom! Bom! Bom!

Suara ledakan terdengar jelas memenuhi tempat. Bola-bola cahaya yang mengenai para makhluk hitam tersebut mementalkan dan juga meledakkan mereka, baik itu badan maupun kepala. Beberapa makhluk tersebut berusaha untuk melarikan diri, namun usaha mereka sia-sia karena bola cahaya yang melesat terus mengejar.

Mulai berjatuhan, seperti makhluk hitam yang pertama musnah akibat serangan bola cahaya, badan para makhluk hitam tersebut juga dengan cepat menyusut bagaikan terhisap ke dalam tanah hingga tidak meninggalkan bekas.

Sion dan yang lainnya menatap tidak percaya apa yang terjadi. Para makhluk hitam yang mati-matian mereka lawan, musnah dengan begitu mudahnya dihadapan sosok misterius tersebut. Itu sihir, mereka yakin sekali. Tapi, bagaimana bisa dia melakulan sihir sekuat itu dengan begitu mudah?—penyihir circle delapankah yang ada di depan mereka?

Cahaya yang tadinya menerangi pandangan Sion dan yang lainnya kembali menghilang saat bola cahaya yang menyerang para makhluk hitam tidak tersisa. Sumber cahaya yang tertinggal kembali merupakan obor di tangan Sion dan juga dua bola cahaya yang berputar di atas sosok misterius tersebut.

Keheningan kembali memenuhi tempat, baik Sion dan kesepuluh pengawalnya tidak bergerak sedikitpun menatap sosok misterius yang kembali berjalan pelan ke arah mereka.

Serphen dan yang lainnya dengan sigap kembali mengelilingi Sion. Pedang mereka masih terhunus terarah pada sosok tersebut. Sosok itu memang menyelamatkan mereka, tapi itu tidak berarti mereka akan langsung mempercayainya.

Berhenti mendekat dengan jarak sekitar satu meter dengan Sion dan yang lainnya, sosok misterius tersebut tetap tidak mengatakan sepatah katapun.

Jarak dekat dan cahaya yang ada membuat Sion dan yang lainnya bisa melihat jelas sosok misterius itu lebih jelas. Dia terlihat jelas adalah manusia. Memiliki badan cukup tinggi dan proposional yang terlihat jelas meskipun dia mengenakan jubah panjang hitam menutupinya. Tangan kirinya memegang tali sebuah tas berukuran sedang yang tergantung di punggungnya. Namun, wajahnya tidak terlihat jelas karena kerudung yang menutupinya.

Sion yang dari tadi diam membisu kemudian bersuara memecahkan keheningan yang ada. "Aku mengucapkan terima ka—"

Namun, belum sempat Sion menyelesaikan ucapannya, sosok misterius tersebut menoleh kepala ke samping sambil mengangkat tangan kanan memintanya berhenti berbicara.

Sion tertegun. Seumur hidupnya ini adalah pertama kalinya seseorang menyuruhnya diam, terlebih lagi, saat dia ingin mengucapkan terima kasih.

Harris yang tidak tahan melihat sifat kurang ajar sosok misterius tersebut tidak dapat menyembunyikan kemarahannya. "Hei!! Kau—"

Sosok misterius tersebut kembali menoleh menatap Sion dan yang lainnya. Menempelkan jari telunjuk di bibirnya, dia kembali meminta mereka diam. "Shhh.."

Sion dan kesepuluh pengawalnya benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Kebingungan, mereka hanya dapat menatap sosok itu dalam diam.

Menurunkan tangan kanannya, dia kemudian mengibas-ngibas jari jemarinya sebagai tanda ingin Sion dan yang lainnya mengikuti dirinya.

Membalikkan badan tidak mempedulikan kebingungan Sion dan pengawalnya, sosok misterius itu berjalan menjauh. Namun, sadar yang lainnya tidak mengikuti, dia kembali menoleh pada mereka dan berujar pelan. "Ikut."

Sion dan pengawalnya sungguh bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah mereka mengikuti sosok misterius tersebut? Mereka tidak tahu siapa dia? Musuh atau teman, mereka juga tidak tahu—dan yang penting, bagaimana dia bisa berada dalam Pergunungan Knox ini?

Kriikk!!

Kriikk!!

Suara ringkihan aneh dari kejauhan tiba-tiba terdengar. Suara tersebut seperti ringkihan binatang, namun sekaligus juga bukan. Bagi Sion serta pengawalnya yang baru saja menghadapi para makhluk tidak dikenal, mereka tidak tahu lagi suara makhluk apa itu, dan juga—betapa berbahaya mereka.

"Kita akan mengikuti dia." Perintah Sion kemudian. Mereka tidak memiliki pilihan sekarang. Namun, matanya yang menatap Serphen dan yang lainnya menyiratkan meski mereka mengikuti sosok itu, mereka tetap harus berwaspada.

Serphen dan yang lainnya mengangguk kepala tanpa mengucapkan sepatah katapun. Harris dengan segera membantu Alexis yang terluka. Tanpa membuang waktu lagi, mereka semua mulai bergerak mengikuti sosok misterius tersebut.

Melihat Sion dan yang lainnya mulai bergerak mengikutinya, sosok itu kembali menoleh ke depan dan berjalan. Dia tidak mengatakan sepatah katapun lagi, begitu juga dengan yang lainnya, sehingga suasana menjadi sangat hening.

"Yang Mulia, serahkan obor ditangan anda pada saya." George mendekati Sion dan meminta obor yang ada di tangannya. Kegelapan di depan mereka sangat mencekam, obor di tangan Sion serta dua bola cahaya di atas kepala sosok misterius tersebut adalah satu-satunya sumber cahaya yang ada.

Sion mengangguk dan menyerahkan obor di tangan pada George. Namun, sosok misterius itu tiba-tiba berhenti berjalan dan menoleh ke belakang. Kebingungan, Sion dan pengawalnya ikut berhenti. Mereka menatap sosok itu diam, karena tidak tahu apa yang ingin disampaikan maupun dipikirkannya.

Mengangkat tangan kanannya, sosok misterius itu menjentik jarinya. Beberapa bola cahaya muncul melayang di sekeliling mereka dan menerangkan pandangan. Lalu, tidak peduli apapun, dia kembali menoleh ke depan dan berjalan.

Sion dan pengawalnya sekali lagi hanya dapat menatap punggung sosok itu terkejut sekaligus bingung. Menggunakan sihir semudah dan sehebat itu sudah merupakan tanda tanya, tapi membantu mereka tanpa mengatakan sepatah katapun adalah hal lainnya, dan yang paling penting—ke mana dia akan membawa mereka?

"George, simpan dan matikan obor ditanganmu. " Perintah Sion kemudian. Dia tahu sosok di depannya membuat bola cahaya untuk mereka, tapi, itu tetap tidak membuat kewaspadaan mereka menghilang. Terlalu banyak misteri yang tidak dijawab mereka akan keberadaan sosok misterius tersebut.

George menuruti perintah Sion, dan sekali lagi, mereka semua kembali mengikuti dalam diam penuh kewaspadaan.

Serphen yang menatap sosok di depannya penuh kewaspadaan bisa melihat hal aneh yang ada. Sosok itu bergerak tanpa ragu dalam kegelapan seakan dia sangat mengenal medan daerah pergunungan Knox yang terkutuk. Apakah dia hidup di sini?—tapi, bagaimana mungkin? Kondisi lingkungan dan juga makhluk-makhluk yang ada tidak memungkinkan manusia hidup di sini—apakah dia bukan manusia?

Beberapa waktu berlalu, dan tiba-tiba saja, sosok itu kembali berhenti. Menghela napas, dia mengucapkan sesuatu. Suaranya pelan, namun terdengar jelas penuh kejengkelan. "Ahh, sialan."

Sion dan para pengawalnya menatap bingung sosok tersebut. Mereka tidak tahu apa yang diucapkannya. Bahasa yang digunakannya adalah bahasa aneh dan asing yang tidak pernah didengar mereka.

Membalikkan badan menatap Sion dan yang lainnya, dia kembali mengucapkan dua kata. "Ikut," dan "Lari."

"Eh??" kebingungan semakin membesar dalam diri Sion dan yang lainnya. Hanya saja, belum sempat mereka bertanya, sosok itu kembali membalikkan badan dan berlari menjauh.

"Ap—" ujar Thermis bingung, tapi ucapannya terhenti saat dia merasakan tanah tempat mereka berdiri bergetar hebat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status