"Kau yakin?" kata Elf yang mencekikku."Sangat yakin."Akhirnya Elf galak itu membebaskanku. "Kenapa mereka mengutus orang bodoh seperti mu? Kau benar-benar dikirim Pangeran Zarif?" tanyanya."Tentu saja," kataku."Jadi, apa rencananya?""Ini rencananya." Aku mengangkat tangan dan memikirkan pedang Direnc. 'Direnc!' teriakku. Tentu saja dalam hati. Aku terus berkonsentrasi mengingat keberadaan Pedang Direnc dan keberadaanku."Wah! Rencana yang bagus!" komentarnya saat tidak terjadi sesuatu pada tanganku. "Pangeran Zarif pasti sedang mabuk mengirim anak ini.""Jangan terlalu pesimis," kataku. "Lebih baik kau bersiap-siap dan lindungi Putri Hazel sebaik-baiknya," titahku."Kau tidak berhak memerintahku, manusia."Lama menunggu pedang Direnc belum juga muncul. Aku semakin diragukan."Arkan! Kau tidak sedang membuat lelucon kan?" sela Hein."Tunggu sebentar," kataku. Aku memanggil Pedang Direnc lebih keras.Lalu pintu sel terbuka. Dua Orc datang dan menangkapku. Konsentrasiku buyar seket
"Apa?!"Hazel bisa mendengar Pedang Direnc bicara? Apa itu mungkin?"Bro! Apa pacarmu bisa mendengar suaraku?" tanya Pedang Direnc mendahului."Justru itu pertanyaanku," aku membalas dalam benakku.Saat ini aku masih adu tatap dengan Elf perempuan muda yang angkuh, sombong, menyebalkan, dan juga cantik. Aku harus mengakui Hazel cantik, meski berat hati. Di lihat dari rambutnya yang panjang dan berwarna putih kekuning-kuningan, hidung mancung, berkulit putih dan mata yang seperti kacang almon menatapku dengan tajam. Jujur saja, dia adalah perempuan yang paling cantik yang pernah aku lihat. Sayangnya kecantikannya sirna dengan kelakuannya yang seperti itu."Sudah-lah kalian berdua. Hentikan, jangan seperti anak kecil." Zarif melerai kami tangannya menyentuk kedua ujung pedang dan menekannya ke bawah.Zarif menoleh. "Arkan sebaiknya kau istirahat selagi sempat. Aku akan tetap melatihmu menggunakan pedang."Kakak! Apa aku tidak salah? Kau akan mengajari anak tikus ini?""Zarif apa adikmu
"Di mana letak Solros?""Di daerah barat," jawab Zarif.'Yagmur di timur dan Solros di barat,' gumamku dalam hati. Di satu sisi aku ingin sekali pergi ke negara manusia dan di sisi lain aku juga ingin ke negeri Elf dan bertambah kuat dengan latihan yang akan Zarif berikan.Memilih Yagmur bersama Hein mungkin akan mendekati tujuanku untuk menolong laki-laki dalam mimpiku. Berasumsi kalau gunung itu berada di daerah timur.Pergi ke barat artinya aku harus melakukan perjalanan panjang bersama Elf super menyebalkan bernama Hazel."Ada apa, Arkan?" tanya Zarif. "Kau keberatan ikut kami ke Solros?""Tidak."Zarif adalah temanku dan sudah sangat berjasa menolong Yasemin dan juga Paman Aftal. Kalau aku memilih Yagmur artinya aku akan mengecewakannya.Tiba-tiba teringat perkataan Hein, bahwa Elf selalu memanfaatkan kita. Sejauh ini, aku tidak merasa telah dimanfaatkan oleh Zarif kecuali rencana penyerangan Orc tadi pagi. Dia memaksaku menjadi umpan."Kalau kau tidak keberatan, kenapa kau nampa
Akhirnya kami tiba di sebuah hutan yang katanya sama angkernya dengan hutan Yasakli. Namanya hutan Kayip. Hutan yang sering sekali membuat orang hilang tiba-tiba tampa menghilangkan jejak apapun."Apa jangan-jangan ada pasukan Orc juga di hutan ini?" tanyaku pada Zarif yang beristirahat di depan perapian bersama dengan Nazik, Guzel, dan tentu saja si Elf menyebalkan Hazel."Tidak. Hutan ini sudah dekat dengan Solros. Kami sering menyusuri hutan dan tidak pernah menemukan tanda-tanda keberadaan Orc," tukas Zarif."Jadi Solros sudah dekat ya?" tanyaku.Guzel yang duduk bersebelahan langsung bereaksi. Bahunya menabrak bahuku. "Kau ingin cepat-cepat ke Solros agar bisa segera menikahi Tuan Putri Hazel kan?" goda Guzel. Entah sihir atau apa alis Guzel terangkat sebelah dan ditambah cekikikan.Hazel menatapku dan Guzel secara bergantian dengan tatapan galaknya. Terlebih saat dia menatapku seperti ingin membunuhku dengan segera."Kau! Kenapa harus duduk di sini, pergi sana?" Hazel mengusirku
Seolah terjatuh ke dasar lembah dan tersesat di hutan Yasakli yang terlarang belum cukup membuat hariku sial. Aku masih harus menyaksikan kejadian mengerikan di depanku.Saat ini aku tengah bersembunyi di balik akar pohon yang sangat besar setelah mendengar suara teriakan yang serak serta lolongan hewan yang mengerikan. Aku meringkuk sambil memegang pedang karatan yang baru saja aku temukan.Diantara hutan yang gelap terdapat satu daerah yang lapang di hadapanku. Seolah hutan sengaja digunduli agar cahaya bulan bisa masuk ke sana dan memperlihatkan kejadian yang seram itu."Bersiaplah," kata seseorang yang berparas tampan, tinggi, dan berambut putih pada kedua temannya yang berpenampilan serupa.Beberapa saat yang lalu mereka baru keluar dari hutan gelap di belakang mereka."Cahaya bulan!" kata pria yang satu sambil menengadahkan kepalanya menatap langit."Ini akan menguntungkan kita," jawab yang lainnya.Mereka bersenjata busur dan pedang yang masing-masing menggantung di punggung mer
"Namaku Zarif," kata Elf itu dengan tegas. Dia nampak tampan ketika dilihat dari dekat. Rambutnya lurus, panjang terurai ke belakang berwarna perak. Dia sangat tinggi, aku harus sedikit mendongak ketika melihat wajahnya. "Di mana kau menemukan pedang itu?" Dia menunjuk pedang yang sedang aku peluk.Apa, pedang? Apa dia tahu soal pedang yang aku temukan ini? Elf itu terus memandangku dengan was-was. "Pedang ini ...," kataku ragu. "Tidak ada waktu, kita harus bergegas sebelum Orc itu datang lagi." Zarif mulai berlari. Sedetik kemudian dia menoleh. "Ikuti aku," pintanya. Lari seorang Elf ternyata kencang. Sulit untukku mengimbangi kecepatan larinya. Apakah semua Elf berlari secepat itu? Atau aku saja yang terlalu lambat.Aku masih ragu, apakah harus memercayai Elf ini atau tidak. Meski yang aku dengar Elf adalah kaum yang baik, tapi tidak menutup kemungkinan kalau dia berprilaku jahat. Seperti manusia yang tidak bisa ditebak isi kepalanya.Soal pedang, aku menemukannya secara tidak senga
Bangsa Elf mungkin tidak tahu caranya memberi aba-aba atau mereka tidak tahu cara meminta temannya untuk menyingkir selagi mereka akan meledakan sesuatu.Aku terhempas begitu Zarif meledakan tanah yang ada di belakang kami. Aku terhempas ke depan serta mendarat dengan sempurna pada genangan air sisa hujan.Kabar baiknya aku selamat dan keluar dari hutan Yasakli. Kabar buruknya sang Elf masih bernapas dengan luka pada dada yang terkena anak panah. Meski tidak bilang, iya, untuk menggendongnya, mana mungkin aku membiarkan Zarif tergeletak begitu saja, aku terpaksa harus menolong Elf yang telah menyelamatkan nyawaku."Sudah pagi," kataku nelangsa. Langit berwarna jingga kemerahan tanda sudah fajar. Artinya aku sudah melewati satu hari di hutan. Yasemin pasti khawatir dan marah. Paman Aftal pasti mengusirku dari rumah sebab aku pulang tanpa membawa hasil, kecuali daging Elf masuk dalam hitungan."Bagaimana mungkin aku bisa membawa Zarif. Setidaknya berat badan Elf ini dua kali lipat dari b
Aku masih memikirkan mimpiku semalam. Mimpi yang seolah kejadian nyata. Pria itu ... aku merasa kalau pria itu bukan orang asing. Apa mungkin kalau dia adalah ... gak mungkin. Paman Aftal sering mengatakan kalau ayahku sudah meninggal. Meski tidak dijelaskan meninggal karena apa dan di makamkan di mana. Pagi ini berjalan seperti biasa. Kami bertiga berkumpul di dapur untuk sarapan. Yasemin memasak sup dan roti kering. Sebenarnya aku sedikit trauma dengan roti kering gara-gara hari kemarin. Perutku hampir meledak. "Jadi, apa saja yang terjadi kemarin?" tanya Yasemin yang duduk berseberangan denganku sambil tersenyum ceria. "Ceritanya panjang," balasku sambil makan sup dengan lahap. Aku sangat lapar. Paman Aftal mendengus. "Kau pergi seharian, tapi tidak membawa hewan buruan satupun. Dasar tidak berguna." "Ayah!" timpal Yasemin. "Kau hanya membawa pedang berkarat yang tidak berguna," lanjutnya. "Soal pedang, tolong kembalikan padaku." Aku memohon. "Enak saja. Sekarang itu milikku