Legenda Pedang Direnc

Legenda Pedang Direnc

Oleh:  Mark Aksan  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
4 Peringkat
17Bab
895Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pedang Direnc merupakan pedang yang melegenda dan menjadi incaran semua kaum. Tiba-tiba saja seorang anak muda yang tersesat menemukan pedang itu dan merubah hidupnya.

Lihat lebih banyak
Legenda Pedang Direnc Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
HENY PU
mantap Arkan
2023-04-06 17:08:33
0
user avatar
Aldho Alfina
Bantu promote thor "Penguasa Dewa Naga"
2023-02-06 11:29:49
0
user avatar
Valarian
mantap fantasi
2022-12-14 14:53:22
1
user avatar
Mark Aksan
Cerita ini bagus. Bercerita tentang petualangan Arkan bersama pedang Direnc yang ajaib.
2022-12-14 14:43:01
0
17 Bab
Bab 1. Hutan Yasakli
Seolah terjatuh ke dasar lembah dan tersesat di hutan Yasakli yang terlarang belum cukup membuat hariku sial. Aku masih harus menyaksikan kejadian mengerikan di depanku.Saat ini aku tengah bersembunyi di balik akar pohon yang sangat besar setelah mendengar suara teriakan yang serak serta lolongan hewan yang mengerikan. Aku meringkuk sambil memegang pedang karatan yang baru saja aku temukan.Diantara hutan yang gelap terdapat satu daerah yang lapang di hadapanku. Seolah hutan sengaja digunduli agar cahaya bulan bisa masuk ke sana dan memperlihatkan kejadian yang seram itu."Bersiaplah," kata seseorang yang berparas tampan, tinggi, dan berambut putih pada kedua temannya yang berpenampilan serupa.Beberapa saat yang lalu mereka baru keluar dari hutan gelap di belakang mereka."Cahaya bulan!" kata pria yang satu sambil menengadahkan kepalanya menatap langit."Ini akan menguntungkan kita," jawab yang lainnya.Mereka bersenjata busur dan pedang yang masing-masing menggantung di punggung mer
Baca selengkapnya
Bab 2. Pedang Direnc
"Namaku Zarif," kata Elf itu dengan tegas. Dia nampak tampan ketika dilihat dari dekat. Rambutnya lurus, panjang terurai ke belakang berwarna perak. Dia sangat tinggi, aku harus sedikit mendongak ketika melihat wajahnya. "Di mana kau menemukan pedang itu?" Dia menunjuk pedang yang sedang aku peluk.Apa, pedang? Apa dia tahu soal pedang yang aku temukan ini? Elf itu terus memandangku dengan was-was. "Pedang ini ...," kataku ragu. "Tidak ada waktu, kita harus bergegas sebelum Orc itu datang lagi." Zarif mulai berlari. Sedetik kemudian dia menoleh. "Ikuti aku," pintanya. Lari seorang Elf ternyata kencang. Sulit untukku mengimbangi kecepatan larinya. Apakah semua Elf berlari secepat itu? Atau aku saja yang terlalu lambat.Aku masih ragu, apakah harus memercayai Elf ini atau tidak. Meski yang aku dengar Elf adalah kaum yang baik, tapi tidak menutup kemungkinan kalau dia berprilaku jahat. Seperti manusia yang tidak bisa ditebak isi kepalanya.Soal pedang, aku menemukannya secara tidak senga
Baca selengkapnya
Bab 3. Pria Dalam Mimpi
Bangsa Elf mungkin tidak tahu caranya memberi aba-aba atau mereka tidak tahu cara meminta temannya untuk menyingkir selagi mereka akan meledakan sesuatu.Aku terhempas begitu Zarif meledakan tanah yang ada di belakang kami. Aku terhempas ke depan serta mendarat dengan sempurna pada genangan air sisa hujan.Kabar baiknya aku selamat dan keluar dari hutan Yasakli. Kabar buruknya sang Elf masih bernapas dengan luka pada dada yang terkena anak panah. Meski tidak bilang, iya, untuk menggendongnya, mana mungkin aku membiarkan Zarif tergeletak begitu saja, aku terpaksa harus menolong Elf yang telah menyelamatkan nyawaku."Sudah pagi," kataku nelangsa. Langit berwarna jingga kemerahan tanda sudah fajar. Artinya aku sudah melewati satu hari di hutan. Yasemin pasti khawatir dan marah. Paman Aftal pasti mengusirku dari rumah sebab aku pulang tanpa membawa hasil, kecuali daging Elf masuk dalam hitungan."Bagaimana mungkin aku bisa membawa Zarif. Setidaknya berat badan Elf ini dua kali lipat dari b
Baca selengkapnya
Bab 4. Makhluk Paling Jelek
Aku masih memikirkan mimpiku semalam. Mimpi yang seolah kejadian nyata. Pria itu ... aku merasa kalau pria itu bukan orang asing. Apa mungkin kalau dia adalah ... gak mungkin. Paman Aftal sering mengatakan kalau ayahku sudah meninggal. Meski tidak dijelaskan meninggal karena apa dan di makamkan di mana. Pagi ini berjalan seperti biasa. Kami bertiga berkumpul di dapur untuk sarapan. Yasemin memasak sup dan roti kering. Sebenarnya aku sedikit trauma dengan roti kering gara-gara hari kemarin. Perutku hampir meledak. "Jadi, apa saja yang terjadi kemarin?" tanya Yasemin yang duduk berseberangan denganku sambil tersenyum ceria. "Ceritanya panjang," balasku sambil makan sup dengan lahap. Aku sangat lapar. Paman Aftal mendengus. "Kau pergi seharian, tapi tidak membawa hewan buruan satupun. Dasar tidak berguna." "Ayah!" timpal Yasemin. "Kau hanya membawa pedang berkarat yang tidak berguna," lanjutnya. "Soal pedang, tolong kembalikan padaku." Aku memohon. "Enak saja. Sekarang itu milikku
Baca selengkapnya
Bab 5. Perjanjian dan Sumpah
Aku tahu tidak lama lagi mungkin aku akan mati dibunuh Orc jelek, bukan kematian yang aku impikan. Akan tetapi tetap saja yang aku khawatirkan adalah Yasemin. Rumah sudah berantakan dan hancur. Di sana tidak siapapun kecuali Orc yang sekarang mengejarku. Aku berencana untuk kembali ke rumah Isley meminta bantuan Zarif. Sebab, hanya dia di desa Zirve ini yang pernah bertarung melawan Orc. Tiba-tiba saja aku terjatuh yang aku pikir hanya tersandung. Kakiku terlilit rantai kemudian ditarik ke belakang oleh salah satu Orc. "Tolong!" teriakku sambil meronta-ronta mencakar tanah. Orc itu tertawa. "Anak ini kurus, tidak enak dimakan," kata Orc dengan suara serak. "Daging muda, aku suka daging muda," kata Orc yang lainnya. Satu Orc memutar tubuhku sehingga terlentang, aku semakin meronta-ronta ketakutan. Satu Orc lain mulai mengalunkan kapaknya. Aku menutup mata karena tidak kuasa melihat kengerian. Sedetik kemudian Orc itu mengerang. Saat aku memberanikan diri untuk membuka mata, di kepa
Baca selengkapnya
Bab 6. Terobos Sajalah Orc
Aku pernah membunuh Orc beberapa menit yang lalu, tapi aku tidak yakin bisa melawannya sebanyak ini. Kalau benar Orc ini datang karena pedang Direnc, maka sepenuhnya ini kesalahanku.Aku berlari melalui jalan memutar sambil menuntun Yasemin. Sebisa mungkin kami menghindari penglihatan para Orc. Yasemin terengah-engah. "Arkan, aku gak kuat."Aku membawa Yasemin bersembunyi di belakang rumah warga. "Sebentar lagi kita sampai di rumah Kakek tua itu."Sebenarnya membawa Yasemin cukup berbahaya, tapi meninggalkannya tanpa perlindungan akan lebih berbahaya. Tidak ada tempat yang aman selagi desa sedang diserang.Pasukan Orc begitu ganas dan kejam pantas saja Zarif juga memperlakukan mereka dengan cara yang kejam. Tangisan dan jeritan menjadi suara yang menghias malam yang kelam ini. Aku mengintip sebentar lalu berlari menuju rumah lain, dan begitu seterusnya hingga sampai tiba di rumah Bamsi.Rumah Bamsi adalah tempat bengkel besi, di dalamnya banyak terdapat laki-laki kekar yang biasa men
Baca selengkapnya
Bab 7. Apa Kataku, Orc Bisa Mati Kalau Digeprek
Aku lupa, kalau Orc itu gemar melemparkan senjatanya, apalagi kalau sasarannya laki-laki tampan dan putus asa sepertiku.Aku menunduk ketika Orc paling jelek yang hendak menaiki tangga melemparkan kapaknya. Aku mengasumsikannya begitu sebab dia melemparkan kapaknya padaku. (Sungguh tidak manusiawi, eh tidak Orc-wi) Sebenarnya wajah mereka hampir sama semua. Sangat sulit menentukan mana yang paling tampan.Begitu Orc yang tanpa senjata mendekat aku langsung menyabet perutnya sekuat tenaga. Orc itu jatuh dan menimpa temannya yang di belakang. Aku turun dan melompat ke samping agar Orc tersebut tidak jadi ke lantai atas."Hey, jelek!" Aku mencoba memprovokasi.Seluruh Orc itu mengerang. Seolah baru sadar bahwa mereka jelek.Rencana bunuh diriku berjalan dengan mulus, rombongan Orc itu mengejarku, setidaknya ada enam Orc bermuka jelek pencampuran kera dan babi. Tinggi mereka beragam, begitu juga berat badannya. Salah satu Orc yang mengejarku bertubuh gemuk seper
Baca selengkapnya
Bab 8. Aku Gila Karena Sekarat atau Sekarat Karena Aku Gila
Rumah Bamsi bergetar seolah ada gempa bumi. Gelak tawa Orc bergema di ruangan. Bamsi dan teman-temannya mundur hingga diambang pintu."Bocah! Kalau benar pedang itu harapan kita, mungkin ini saatnya," ujar Bamsi tanpa memandangku yang lagi kesusahan mengangkat pedang Direnc."Arkan, bukan waktunya bercanda, lakukan sesuatu," sela Elric.Aku tahu mereka semua panik dan mereka membuatku semakin lebih panik. Aku menarik pedang Direnc dengan dua tangan. "Ayo, Direnc!" Aku berceloteh dalam hati. "Aku tahu, aku merasa bodoh bicara padamu, tapi aku yakin kau bukanlah ...."Arkan, aku akan membantumu," ujar Yasemin dan meletakan tangannya di atas gagang pedang."Yase, cepat berlindung. Tolong bersembunyi di mana saja.""Tapi-""Bunuh manusia-manusia ini," teriak si Orc."Arkan!" teriak Elric.Aku berhasil mengangkat pedang Direnc dengan kedua tangan, menjatuhkan ujung pedang itu pada lantai sehingga terpelanting seperti besi jatuh ke lantai bata. Aku menyeretnya hingga keluar ruangan dan berha
Baca selengkapnya
Bab 9. Pedang Cerewet
Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde
Baca selengkapnya
Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh
"Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status