Share

Wabah Di Perkampungan Nelayan 

"Arya, kau tidak apa-apa?!" Ketika Dewi Kinanti tiba, ada banyak orang mengenakan topeng Barong yang mengerubungi temannya.

"Oh, jadi ini yang kau maksud dengan temanmu?" Joko Ireng, pemimpin komplotan itu segera mengkonfirmasi ke Arya Dewantara. 

Joko Ireng adalah salah satu anggota dari 13 Pendekar Topeng Barong yang mengincar kitab Dhanwantari milik Arya Dewantara. Ia memimpin ekspedisi pencarian kitab Dhanwantari dan ia juga yang memerintahkan anak buahnya untuk membantai seluruh warga desa Cikulon. 

"Hei, jangan bergerak. Kita jelas kalah jumlah, lebih baik mundur." Orang asing itu membidik kepala Joko Ireng dengan busurnya. Ia meminta kepada Dewi Kinanti untuk tidak bertindak gegabah. 

"Apa maumu!" Tanya Dewi Kinanti.

"Sederhana dan sangat mudah. Kitab Dhanwantari, itu saja," jawab Joko Ireng.

"Sudah kubilang, kau tidak akan menemukan kitab itu padaku!" Arya Dewantara merasa gusar. Kedua tangannya diikat.

Jaka yang sedang sakit pun juga ikut diikat. Namun untungnya, Cakra berhasil melepaskan diri dan pergi bersembunyi di antara semak-semak. 

"Oh, ayolah… jangan menambah pekerjaanku lagi. Aku tahu kalian memiliki lembaran kertas dari sobekan kitab Dhanwantari, bukan?" Joko Ireng asal menebak. 

Arya Dewantara tidak menjawab. Dewi Kinanti pun memilih untuk diam. 

"Jadi kalian tidak ingin bicara? Baiklah, aku akan bermain kasar," ucap Joko Ireng.

Ia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Jaka ke hadapannya dan meletakkannya tepat di depan dirinya. Joko Ireng langsung mencabut golok miliknya. Ia menarik rambut bocah kecil itu dan mendekatkan bilah golok ke leher si Jaka. 

"Hei, sebaiknya kau tahu apa yang harus kau perbuat. Kedua anak itu berasal dari perkampungan nelayan," bisik Aji Saka, pemuda asing yang menolong Dewi Kinanti.

"Siapa namamu?" Tanya Dewi Kinanti dengan lirih.

"Aji Saka. Kau?" Aji Saka bertanya balik.

"Dewi Kinanti," jawab wanita itu.

"Aji Saka bidik anak panahmu ke arah dua orang yang mengikat Arya Dewantara. Selebihnya, biar orang itu yang memikirkannya." Dewi Kinanti berbisik lirih ke dekat Aji Saka. Segera setelah ia berbisik, Dewi Kinanti memberi kode kepada Arya Dewantara dengan mengangguk.

Arya Dewantara sadar akan kode yang diberikan oleh wanita itu. Ia segera mengaliri kedua tangannya yang terikat ke belakang dengan pisau energi. 

"Jadi, di mana lembaran kertas itu? Jangan membodohiku. Aku mendapatkan informasi itu dari seseorang yang kalian percaya. Mungkin kau tahu Ki Prana? Joko Ireng tersenyum ketika menyebutkan nama itu. 

Ki Prana adalah sepupu dari kakek Arya Dewantara. Ia juga merupakan guru yang mengajari Arya Dewantara teknik bela diri. 

"Ki Prana?" Arya Dewantara terkejut.

"Yap, benar. Tapi sayangnya orang tua itu sudah mati. Sangat disayangkan, ia memiliki hati yang baik," ungkap Joko Ireng.

SEKARANG!!!

Dewi Kinanti berteriak.

Aji Saka langsung melepaskan tali busurnya. Seketika panah miliknya melesak cepat ke arah satu orang yang sedang memegangi kepala Arya Dewantara. 

JLEB!!!

Anak panah itu menusuk pria di samping kiri Arya Dewantara. Dengan cepat pemuda itu melepaskan diri dari ikatan tali tambang dan mendorong satu orang di samping kanannya dengan pukulan tinju miliknya. 

BRAK!!!

Tinju yang dialiri oleh pisau energi membuat orang yang terkena langsung mengalami gagal jantung. Itu karena tinju tersebut membuat semua pembuluh darah di jantung pecah. 

"Apa?!" Joko Ireng segera menoleh ke belakang. 

Arya Dewantara segera membereskan beberapa orang lagi dengan pisau energi miliknya. 

Di lain sisi, Dewi Kinanti segera menerjang Joko Ireng dan menusuknya dengan pisau bedah yang ia ayunkan di tangan kanannya. 

AAAARGH!!!

Joko Ireng sampai terjatuh ke bawah. Dewi Kinanti berhasil menusuk leher dari Joko Ireng. Namun dengan cepat Joko Ireng langsung melemparkan wanita itu ke arah lain.

BRAK!!!

"Dewi Kinanti?!" Aji Saka langsung menembakkan lima anak panah untuk menghabisi para anak buah Joko Ireng yang mengarah ke wanita itu. 

"Jaka! Lari!" Teriak Arya Dewantara.

Ia melihat ada dua anak buah Joko Ireng yang berlari ke arah Jaka. Sayangnya, Jaka masih sangat lemas dan tidak bisa ke mana-mana. Ia bahkan tidak bisa mendengar peringatan keras yang diteriakkan oleh Arya Dewantara. 

JLEB!!!

JLEB!!!

Aji Saka langsung menembak dua kepala anak buah Joko Ireng yang mendekati Jaka dengan panahnya. 

"Hei, cepat bangun. Ayo kita pergi dari sini." Aji Saka langsung memboyong tubuh Jaka dan segera lari ke pedalaman hutan. Ia tidak mempedulikan keadaan Dewi Kinanti dan Arya Dewantara.

"Dewi! Ayo bangun!" Arya Dewantara segera membantu Dewi Kinanti untuk berdiri. Mereka berdua segera lari menuju ke semak-semak. 

Joko Ireng yang ditusuk oleh Dewi Kinanti tidak bisa berbuat banyak. Darah segar terus mengalir dari lukanya. 

"Sial!"

"Kurang ajar!"

"Tahan semua! Biarkan para kecoa itu pergi!" 

Joko Ireng memilih untuk mundur terlebih dahulu. Bersama dengan sepuluh anak buahnya yang tersisa, ia mundur kembali menuju ke perkemahan mereka yang tidak jauh dari gua Rawitan. 

Di lain tempat, ketika Arya Dewantara mengajak Dewi Kinanti lari menerjang beberapa semak-semak, dari arah depan muncul Cakra yang menghentikan laju keduanya.

"Berhenti!" Teriak Cakra.

"Cakra?!" Arya Dewantara terkejut. 

"Dari mana saja kau!" Dewi Kinanti merasa khawatir.

"Maaf, aku bersembunyi di balik semak-semak," ungkap Cakra.

Dewi Kinanti merasa sangat cemas. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia segera memeluk Cakra dan menangis dalam pelukan anak itu. 

"Kakak khawatir kamu kenapa-kenapa," ungkap Dewi Kinanti.

"Cakra, apa kau tahu di mana Jaka dan pemuda asing yang menggunakan panah?" Arya Dewantara merasa cemas dengan keadaan bocah satu itu. 

"Aku tahu. Ayo, ikuti aku." Jaka menyuruh keduanya untuk mengikuti dirinya. 

Ia terus berlari dan menerjang semak-semak tinggi. Bersamaan dengan itu, Arya Dewantara dan Dewi Kinanti mengikutinya dari belakang. 

Disaat keduanya melihat ada cahaya terang dari pantulan matahari menembus sela-sela pepohonan dan semak-semak, Jaka menghentikan langkahnya. 

"Mereka ada di perkampungan nelayan." Cakra menunjuk ke arah Jaka yang sedang direbahkan di atas pasir oleh Aji Saka. 

"Jadi ini perkampungan nelayannya?" Dewi Kinanti terkejut ketika melihat banyak orang yang diletakkan di atas pasir tanpa adanya penanganan.

"Apa mereka semua mengalami sakit yang sama seperti yang dialami Jaka?" Tanya Arya Dewantara.

"Iya. Semua warga kampung nelayan mengalami wabah penyakit aneh seperti Jaka." Cakra merasa khawatir. 

Di saat Arya Dewantara dan Dewi Kinanti mendekat untuk melihat beberapa penduduk yang tergeletak di atas pasir, Aji Saka langsung menyambut mereka dengan tatapan sinis. 

"Apa yang sedang kalian lakukan di sini! Bila kalian berada di sini, para penjahat itu pasti akan kembali dan sampai di sini!" Aji Saka merasa kesal.

"Te–tenang dahulu. Kami datang ke sini untuk bertemu dengan sese–," ucapan Dewi Kinanti terpotong.

"Halah! Jangan banyak bicara! Sebaiknya kalian berdua pergi dari sini! Kami sudah sangat kerepotan dengan wabah aneh ini. Bila ditambah dengan masalah penjahat tadi, kami benar-benar akan mati!" Aji Saka mengeluh akan nasib kampungnya. Ia balik badan dan tidak mau tahu lagi. 

Arya Dewantara menepuk punggung temannya. Ia meminta Dewi Kinanti untuk menarik diri dahulu dan membiarkan Aji Saka dan orang-orang di desanya yang menyelesaikan masalah penyakit itu. Ia mengajak Dewi Kinanti menuju ke sisi pantai bagian barat untuk berteduh. Arya Dewantara melihat awan mendung kembali datang. 

"Arya, mereka butuh bantuan kita. Sebentar lagi hujan juga akan turun, apa mereka akan membiarkan orang-orang yang sakit terkena hujan seperti itu?" Dewi Kinanti merasa bersalah. Ia berharap bisa membantu mereka. 

"Aku tahu, tapi saat ini kita biarkan mereka mengurus diri sendiri dulu. Aku juga khawatir dengan Jaka, namun kita juga belum tahu penyakit apa yang menyerang mereka semua. Akan jauh lebih baik bila kita meracik obat dulu di sini." Arya Dewantara mengajak Dewi Kinanti untuk duduk di bawah pohon rindang. 

Ia mulai membuat perapian dengan mengumpulkan kayu bakar. Dewi Kinanti yang telah berhasil mendapatkan tanaman obat yang ia cari segera meracik obat penurun demamnya. 

Di lain sisi, Aji Saka sangat kewalahan mengurusi penduduk kampungnya. Sekitar seratus orang terkena penyakit aneh tersebut. Ia yang mempelajari teknik pengobatan dari Ki Semar Ismaya masih belum mampu untuk mengobati warga di kampungnya. 

"Sial! Sial!" Aji Saka merasa putus asa.

"Kak, keadaan Jaka membaik. demamnya turun karena di kompres dengan kain basah. Kak Dewi tadi bilang ingin meracik obat penurun demam, tapi sayangnya kakak mengusirnya." Cakra menundukkan kepalanya.

"Kak Dewi? Maksudmu wanita tadi bisa meracik obat?" Aji Saka bertanya.

"Iya, mereka berdua adalah ahli dalam pengobatan. Kak Arya Dewantara atau pun Kak Dewi Kinanti, mereka berdua katanya datang dari desa Cikulon. Dan Kak Arya Dewantara adalah anak dari tabib terkenal, Dewi Sekar Harum." Cakra menjelaskan semuanya kepada Aji Saka. 

Ia tahu tentang semua itu saat diceritakan oleh Arya Dewantara ketika Dewi Kinanti masih mencari tanaman obat.

"Jadi begitu, baiklah, terima kasih!" Aji Saka langsung bergegas menuju ke tempat Dewi Kinanti dan Arya Dewantara.

Awan mendung semakin menghitam. Udara dingin bertiup sangat kencang ke arah daratan. Kilatan petir pun kian bergemuruh keras. 

"Maaf, aku minta maaf kepada kalian berdua…." Tiba-tiba Aji Saka muncul di hadapan Arya Dewantara dan Dewi Kinanti.

Aji Saka melihat Dewi Kinanti sedang sibuk meracik obat tertentu di sebuah kuali perak yang ia bawa dari tasnya. Arya Dewantara sendiri sedang menumbuk tanaman itu hingga menjadi halus. 

"Kau sudah sadar?" Dewi Kinanti merasa kesal setelah melihat raut wajah Aji Saka.

"Maaf, aku salah," ucap Aji Saka. 

"Bagus bila kau tahu. Arya, cepat bantu Aji Saka untuk memasukkan orang-orang yang sakit ke dalam rumah. Dan tenang saja, mereka tidak akan menularkan penyakitnya." Dewi Kinanti segera melanjutkan proses pembuatan obatnya.

"Baiklah, ayo kita bantu para penduduk itu." Arya Dewantara bangun dari duduknya. Ia segera menarik Aji Saka untuk kembali ke desa. 

Dalam perjalanan, Aji Saka tidak sengaja mengatakan sesuatu hal yang membuat langkah Arya Dewantara berhenti.

"Aku tidak tahu bila kau adalah anak dari Dewi Sekar Harum. Beliau juga pernah datang kemari dan mengajarkanku sedikit tentang cara pengobatan. Ia juga memberikanku petunjuk menuju ke tempat gurunya yang bernama Ki Semar Ismaya," ucap Aji Saka.

"Ki Semar Ismaya? Jadi kau adalah murid dari kakek tua itu?" Tanya Arya Dewantara. Ia segera menoleh ke arah Aji Saka.

"Belum secara resmi. Aku sering pulang pergi seminggu sekali menuju ke tempatnya." Aji Saka merasa heran dengan tatapan Arya Dewantara.

"Setelah masalah penyakit ini selesai, bawa kami ke tempat kakek tua itu, mengerti?" Arya Dewantara tersenyum. Ia sangat beruntung karena bisa menemukan sang murid Ki Semar Ismaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status