Mentari semakin tenggelam di kaki langit sebelah barat. Menjadikan suasana di Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān terasa agak dingin. Angin bertiup kencang, seakan-akan hendak menyapu orang-orang yang kini berdiri memutari panggung besar. Panggung itu masih sepi. Tak ada seorang pun yang naik ke atas. Semuanya menunggu kehadiran orang yang mengundang mereka. Sekaligus menunggu kedatangan Jiu Long.
"Ha ha ha...!"
Suara tawa yang berkepanjangan dan mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi itu, terus bergema hingga menimbulkan ketegangan di hati para tokoh rimba persilatan yang berkumpul di tempat itu. Sehingga untuk beberapa saat lamanya keadaan di sekitar Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān terasa mencekam.
Belum lagi gema suara tawa itu lenyap, tampak sesosok tubuh tinggi besar berkelebat diiringi hawa dingin menusuk. Sengaja dijejakkan kakinya kuat-kuat hingga menimbulkan getaran yang membuat tanah di sekitarnya bagai dilanda gempa.
"Raja Iblis...!" beberapa tokoh golongan putih berbisik gentar. Wajah mereka mendadak pucat. Cepat-cepat mereka mengerahkan tenaga dalam untuk meredam isi dada yang terguncang akibat hentakan kaki Raja Iblis itu. Hal yang sama juga dialami para tokoh golongan sesat.
Namun tak lama kemudian wajah mereka berubah berseri-seri menyambut kehadiran ketua mereka.
"Saudara-saudara pendekar. Sengaja saya mengundang kalian ke sini. Tentunya kalian telah tahu apa yang akan terjadi di tempat ini, bukan..?" ucap Raja Iblis, mencoba bersikap ramah.
"Ya...!" sahut para pendekar.
"Perlu saya beritahukan pada kalian. Sesungguhnya ini bukan hanya tentang duel antara saya melawan Jiu Long saja, melainkan ada yang lebih penting. Yaitu mencari siapa yang paling pantas menjadi Ketua Dunia Persilatan...!" Semua tersentak dengan mata membelalak
mendengar penuturan Raja Iblis. Kemudian mereka saling pandang, bagai tak mengerti maksud lelaki tua itu sebenarnya."Nah, untuk menunggu Jiu Long, bagaimana kalau kita adakan pembukaan!" kata Raja Iblis. Kembali semua mata terbelalak mendengar penuturan Raja Iblis. Mereka benar-benar dibuat kaget dengan ucapan yang baru saja dilontarkan Raja Iblis. Karena mereka datang ke Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān bukan untuk bertarung satu sama lain, melainkan untuk melihat pertarungan antara Raja Iblis melawan Jiu Long.
"Ha ha ha...!"
Saat mereka tengah dalam keadaan kebingungan, tiba-tiba terdengar gelak tawa yang menggelegar. Membuat semua mata seketika memandang ke arah datangnya suara itu. Dari arah timur, berkelebat seorang pemuda berpakaian serba putih.
"Jiu Long...!" seru para pendekar serempak, setelah tahu siapa yang datang. Pemuda yang baru saja datang itu tegak menghadapi Raja Iblis yang mengerutkan keningnya setelah melihat rupa pemuda itu.
"Kaukah Jiu Long itu"!" tanya Raja Iblis setengah membentak
"Benar!" sahut Jiu Long tegas.
"Aku tidak percaya! Tentunya kau bukan Jiu Long. Kau hanya pemuda yang sombong!" dengus Raja Iblis
Jiu Long tersenyum ringan. "Terserah mu saja, Kau mau percaya atau tidak itu urusanmu. Aku hanya ingin tahu, apa maksudmu mengundangku ke sini...?" tanya Jiu Long dengan penuh wibawa.
"Hm...." gumam Raja Iblis perlahan. Mata lelaki tua itu memandang tajam ke arah Jiu Long.
"Baik! Katakan, ada hubungan apa antara kau dan Sun Jian?"
"Dia kakek guruku," sahut Jiu Long tenang.
"Bagus! Meski kau bukan Sun Jian yang lima puluh tahun lalu mengalahkanku, namun kurasa kau dapat mewakili kakek gurumu! Sengaja aku mengundangmu kemari, untuk menentukan siapa di antara aku dan Sun Jian yang ilmunya lebih tinggi. Mulanya yang kuharapkan adalah kakek gurumu. Tapi tak mengapa, kau pun boleh menggantikannya," kata Raja Iblis
"Kalau itu tujuanmu, lebih baik aku mengalah. Tak ada gunanya bertarung kalau hanya memperebutkan pepesan kosong...."
"Pengecut!" maki Raja Iblis "Begitukah sikap seorang pendekar yang sering disebut sebagai
Naga Sejati!” “Lihat..! Kalian telah melihat sendiri, bagaimana pendekar yang kalian agung-agungkan ternyata hanya kecoa busuk!" Kata-kata pedas dan tajam dari mulut Raja Iblis yang merendahkan dirinya, tidak membuat Jiu Long marah."Ah, kalau aku ini kecoa, tentunya kau kutu busuk!" balik Jiu Long dengan niat mengejek Mata Raja Iblis membelalak penuh amarah.
"Kurang ajar! Siapa pun kau, aku harus menyingkirkan mu!"
"Terserah kau saja!" tantang Jiu Long.
"Bagus! Kalau lima puluh tahun silam aku kalah oleh kakek gurumu, maka hari ini kau sebagai wakilnya akan menerima pembalasanku! Sudah banyak juga rupanya tokoh-tokoh yang hadir di tempat ini. Rupanya mereka tertarik ingin menyaksikan bagaimana pendekar yang mereka banggakan jatuh di bawah telapak kaki Raja Iblis," ujar Raja Iblis, sengaja mengerahkan tenaga dalam agar suaranya dapat didengar oleh semua yang hadir di situ.
"Hm..., Raja Iblis! Apakah kedatanganmu kemari hanya untuk berkhotbah!" Jiu Long yang sudah merasa tak sabar itu menegur lawannya.
"Sabarlah, Jiu Long. Hari ini kematian pasti akan segera menjemputmu. Nikmatilah dulu keindahan Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān ini, agar kau dapat lebih tenang apabila harus meninggalkannya nanti," sahut Raja Iblis yang sama sekali tidak terpengaruh ejekan pemuda itu. "Hm..., kalau kau memang sudah tak sabar, tak apalah! Hayo kita mulai!"
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d