"Lihat pedang! Haiiit...!" teriak Gwangsin melengking. Begitu si Raja Iblis semakin mendekat, gadis itu langsung menerjang. Pedang hitamnya menderu tajam diiringi hawa maut.
Raja Iblis yang sudah menyimpan senjatanya, hanya tertawa bergelak melihat serangan Gwangsin. Kakek tinggi besar itu merendahkan kuda-kudanya sedikit disertai egosan tubuhnya. Ketika pedang hitam itu lewat di atas kepalanya, tangan kanannya sudah terulur menjambret bagian dada gadis itu. Tentu saja Gwangsin tidak sudi dadanya disentuh tangan kakek iblis itu. Cepat ia melompat mundur sambil melepaskan sebuah tendangan ke arah lawan.
Bukkk!
"Ihhh...!" Tendangan Gwangsin memang tepat mengenai sasaran. Tapi alangkah terkejutnya gadis itu ketika merasakan telapak kakinya bagai menghantam lempengan baja yang panas dan sangat kuat. Ternyata bukan kakek itu yang terlempar, malah sebaliknya ia sendiri yang terdorong hingga beberapa tombak jauhnya. Wajah gadis itu meringis menahan rasa nyeri dan panas pada telapak kakinya.
Belum lagi Gwangsin sempat memperbaiki kuda-kudanya, tahu-tahu tangan lawannya sudah terulur ke arahnya. Dengan wajah pucat, gadis itu melempar tubuhnya kesamping. Namun alangkah terkejutnya hati Gwangsin ketika ia bangkit ternyata tangan lawan sudah berada di depannya. Maka....
Bret! Bret!
"Auw...!" Gwangsin yang tak sempat menghindar, menjerit tertahan ketika tahu-tahu saja tangan kakek tinggi besar itu telah merobek baju bagian atasnya. Maka, tampaklah sebagian kulit punggung dan dada yang putih mulus.
"Ha ha ha..., Jiu Long. Sebentar lagi kau akan menyaksikan betapa mulusnya tubuh bidadarimu ini," Raja Iblis bergelak bengis. Sepasang matanya menyorot liar ke arah tubuh yang terbuka sebagian itu.
"Keparat kau, Raja Iblis! Lepaskan dia! Mari kita bertarung sampai seribu jurus!" Jiu Long berteriak-teriak parau. Pemuda itu mencoba bangkit dengan berpegangan pada sebuah batang pohon. Namun kondisi tubuhnya memang sudah terlalu lemah. Setiap kali berusaha untuk bangkit, setiap kali pula ia terjatuh kembali. Darah segar kembali menetes dari sela-sela bibirnya. Jiu Long menggigit bibirnya kuat-kuat karena tak sanggup membayangkan penderitaan yang akan dialami kekasihnya.
Saat itu Raja Iblis sudah melompat kembali ke arah Gwangsin. Tangannya terulur ke arah gadis yang tengah sibuk menutupi bagian-bagian tubuhnya yang terbuka. Gwangsin memandang dengan penuh kengerian melihat kebuasan yang terpancar dari sepasang mata kakek iblis itu.
Bret! Bret!
"Aaauwww...!" Kembali terdengar bunyi kain sobek dan jerit kengerian. Kedua tangan Gwangsin semakin sibuk menutupi tubuh bagian atasnya yang sudah tidak terlindung lagi. Kulit tubuhnya yang putih dan halus semakin membuat biji mata Raja Iblis hampir keluar. Air liurnya menetes dari sela-sela bibirnya. Kakek itu benar-benar mirip seekor binatang buas yang tengah kelaparan.
"Oh, jangan...! Jangaaan...!" Gwangsin merintih lemah sambil mendekap dadanya yang sudah tidak tertutup. Air mata mengalir membasahi pipinya yang halus.
Para tokoh-tokoh sesat tertawa bergelak melihat pertunjukan yang dianggap sangat menyenangkan itu. Sinar mata mereka menyorot penuh nafsu begitu melihat tubuh indah yang terpampang dihadapannya.
"Keparat keji!" maki salah seorang dari kelompok tokoh golongan putih yang berada di belakang Jiu Long. Selesai berkata demikian, orang itu segera menerjang Raja Iblis sambil menyabetkan senjatanya. Perbuatan orang itu diikuti pula oleh tiga orang lainnya.
"Hm...!" Raja Iblis berpaling gusar! Secepat kilat tubuhnya berbalik menghadap para penyerang itu. Sepasang tangannya segera didorongkan ke depan mengerahkan pukulan 'Telapak Api'. Dan....
Darrr!
"Aaa...!" Pukulan maut yang dilancarkan Raja Iblis tepat mengenai keempat orang yang tengah melompat ke arahnya. Tak pelak lagi, tubuh keempat orang itu pun terpental diiringi jerit kematian yang menyayat.
Mereka tewas seketika dengan tubuh hangus.
Menyaksikan kejadian itu, para tokoh lainnya bergerak mundur. Kemurkaan Raja Iblis benar-benar telah membuat hati mereka gentar. Kini tidak ada seorang pun yang berani mengikuti jejak keempat tokoh yang bernasib malang itu.
Saat itu Jiu Long yang menyaksikan kekasihnya dihina didepan orang banyak, meraung keras. Kesedihan, kemarahan, dan rasa penasaran berbaur menjadi satu. Rasa tak berdaya melihat orang yang dicintainya tengah mengalami penderitaan yang lebih mengerikan daripada mati itu benar-benar menyiksanya.
"Ha ha ha..., Jiu Long! Sebagai balasan atas arwah-arwah tiga orang muridku yang kau bunuh itu, maka malam ini juga aku akan memberikan tontonan yang sangat menarik untukmu," ujar Raja Iblis sambil melangkah mendekati Gwangsin yang sudah setengah telanjang.
"Raja Iblis! Mengapa tidak kau bunuh saja aku! Hei, kakek pengecut! Kakek iblis! Hayo, bunuhlah aku! Jangan kau bawa-bawa gadis yang tak berdosa itu!" Jiu Long berteriak-teriak serak. Tidak dipedulikan lagi rasa sakit pada kerongkongannya akibat teriakan itu.
"Ha ha ha...!" Raja Iblis hanya tertawa tanpa mempedulikan teriakan Jiu Long. Terus saja dilangkahkan kakinya menghampiri Gwangsin yang memandangnya dengan wajah pucat.
Gwangsin tak mampu lagi mengelak ketika kakek tinggi besar itu menubruknya. Gadis itu hanya bisa menangis dan menjerit-jerit ketika kakek itu mulai merobek baju bagian bawahnya sambil menciumi penuh kebuasan.
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan