Share

Lelaki Impian Si Gadis Tak Sempurna
Lelaki Impian Si Gadis Tak Sempurna
Penulis: Juniarth

Merubah nasib

Kami semua duduk di meja makan yang tidak besar ini selepas aku pulang sholat magrib dari mushola dekat rumah. Aku sempatkan berdoa dengan khusyuk agar keinginanku ini direstui bapak ibu. Semoga melalui restu mereka nantinya bisa membawa keberhasilan untukku.

Aku harus memberanikan diri mengutarakan apa yang menjadi niat baikku ini. Bahkan aku siap membujuk mereka demi mendapat restu. Sekali lagi, aku melakukan ini demi keluarga. 

"Pak, bu. Aku mau bicara." 

Semua yang masih melahap menu makan malam pun berhenti lalu menatapku.

"Apa Jak?" Tanya bapak.

"Pak, bu, restui keinginanku. Aku mau berangkat jadi TKI."

Raut wajah bapak dan ibu langsung berubah terkejut. Pun dengan kedua adik angkatku. Reaksi seperti ini sudah kuduga sebelumnya.

"Nak, apa maksudnya?" Tanya ibu.

"Ibu tau Pak Man adiknya Pak Yit kan?"

Ibu mengangguk.

"Aku ingin sukses seperti Pak Man bu. Aku mau jadi TKI demi merubah nasib keluarga kita."

Aku menatap bapak dalam. "Juga untuk mengobati kaki bapak."

Setelahnya bapak tertunduk lalu mengusap air mata. 

"Jak, bapak minta maaf karena sekarang menjadi beban di keluarga kita."

Aku bangkit dari duduk lalu bersimpuh di kaki bapak. 

"Aku yang banyak merepotkan bapak dan ibu. Kasih sayang kalian nggak bisa aku bayar dengan apapun. Jadi, tolong ijinin aku merubah nasib jadi TKI demi keluarga kita. Juga demi membalas budi baik ibu bapak."

Aku menatap bapak dan ibu dengan mata berkaca kaca. Mereka sulit mengambil keputusan tapi keluarga ini butuh uang untuk merubah keadaan. Dan saat ini hanya menjadi TKI yang bisa kulakukan.

"Kalau bapak ibu mengijinkan, aku akan bilang ke Pak Man setelah ujian nasional selesai."

Bapak mengangguk haru. "Bapak merestui nak."

"Ibu juga Jak. Tapi jaga diri disana. Kasih kabar ke rumah sesering mungkin."

Aku tidak bisa menyembunyikan raut bahagia ini. Restu mereka adalah segalanya bagi perjalanan hidupku. 

Tanpa campur tangan bapak ibu mungkin aku sudah mati mengenaskan sedari bayi. Mereka adalah segalanya dan yang utama dalam kehidupanku.

🌻🌻🌻🌻🌻

Setelah ujian nasional selesai, aku mengunjungi Pak Man dirumahnya untuk menanyakan segala persyaratan menjadi TKI. 

Syaratnya tidak rumit hanya saja membutuhkan banyak uang untuk mengurus dokumen resmi dari PJTKI. Seperti visa, paspor, biaya administrasi, dan lain sebagainya. 

Syukurlah, Pak Man sangat tahu permasalahan ekonomi keluargaku lalu memberi uang satu juta secara cuma cuma untuk tambahan biaya. Betapa baiknya beliau.

Sisanya aku berhutang pada Pak Bimo, juragan kambing tempatku bekerja. Bayaran merumput untuk semua kambingnya selama enam bulan sebagai gantinya.

Selama menunggu waktu pemanggilan keberangkatan, aku menyempatkan diri belajar komunikasi sehari-hari dalam bahasa Inggris dan Jepang. Kata-kata yang umum diucapkan agar aku tidak mengalami culture lag saat tiba di sana.

Yaah, negara tujuanku merantau adalah Jepang. Negara paling maju di Asia. 

Kurs mata uangnya pasti bernilai tinggi jika dirupiahkan. 

Setelah penantian selama enam bulan, akhirnya aku mendapat visa, paspor, dan dokumen penting lainnya dari jasa penyalur tenaga kerja legal. Betapa bahagianl dan leganya hatiku.

Namun ada kesedihan mendalam dari raut wajah kedua orang tua angkat melepas kepergianku. Mereka banyak memberi pesan dan petuah agar aku tidak berulah di sana. 

"Rajin sholat. Jangan sampai ditinggalkan. Ingat sama Allah agar derajatmu dinaikkan menjadi hamba yang mulia."

"Bapak, ibu, dan adik-adikmu mendoakan dari rumah."

"Jangan lupa telfon, kasih kabar."

Dan kini aku telah sampai di sebuah kota yang tidak terlalu ramai di Jepang, kota Miyako yang berada di prefektur Miyazaki. Aku dan kelompok TKI dijemput pihak jasa penyalur tenaga kerja yang ada disana lalu menaiki kereta cepat, Shinkansen.

Jika orang Indonesia terbiasa naik sepeda motor, maka di Jepang biasa menaiki kereta atau bus. 

Aku ditempatkan untuk bekerja di gudang pabrik makanan dengan gaji 15 juta per bulan. Membayangkan nominalnya saja sudah membuatku bersemangat. 

Di sebuah asrama kecil bertingkat, aku tinggal dengan para TKI yang lain. Disinilah aku mulai memiliki teman sesama orang Indonesia dengan beragam budaya daerah.

Dua bulan pertama, rute hidupku hanya asrama - pasar - pabrik. Ditambah sekarang menjelang musim dingin. Suhu di Miyazaki maksimal hanya 15 derajat.

Gaji pertama bulan lalu sudah kukirim untuk pengobatan kaki bapak. Aku punya cita-cita mulia demi kesembuhannya.

"Uang yang kamu kirim kemarin sudah bapak pake berobat."

"Gimana kata dokter pak?" 

"Secepatnya disuruh operasi." 

Aku mengangguk. "Insya Allah secepatnya ya pak. Sabar dulu."

"Iya Jak. Terima kasih."

"Ini nggak seberapa sama pengorbanan bapak ibu untukku."

Begitu sambungan Skype terputus aku berbaring di futon. Kasur tipis lantai yang biasa dipakai orang-orang Jepang tidur.

Membayangkan kesembuhan bapak dan kebahagiaan keluarga angkatku adalah prioritas yang utama.

"Uang dari mana lagi untuk biaya pengobatan bapak?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status