“Mohzan mohon maaf Buu..! Gara-gara menyelamatkan Mohzan Ibu harus kehilangan putra Ibu Pedro.” Mohzan menunduk menyalami dan mencium punggung tangan mama Pedro.
“Tidak Nak..! Jangan bicara seperti itu. Pedro sekarang sudah bahagia bersama Bapa di syurga. Kita semua harus ikut bahagia.” Ujar mama Pedro mengusap bahu Mohzan yang masih mencium tangannya.Ibu itu malah tersenyum bahagia. Keyakinan yang ia miliki bisa melebur ego yang kebanyakan dimiliki manusia.Wajahnya yang berkulit hitam terlihat manis karena balutan budi yang kemilau. Hanya ketenangan yang ia tampilkan. Bukan keresahan apalagi kemarahan.“Mohzan berhutang nyawa kepada Pedro Bu.” Mohzan tergugu sedih. Ia terbayang kebersamaan yang ia lalui bersama Pedro disaat pemuda itu masih hidup.“Jangan bicara begitu Nak. Kehidupan dan kematian itu adalah kemauan tuhan. Sebagai manusia kita harus meyakini itu.” Kembali dengan senyum ikhlasnya ibu itu menjaJeruji besi berwarna hitam pekat dan kokoh kini sudah menjadi pemandangan rutin Tuan Satya setiap hari.Hampir sebulan dirinya menempati kamar tahanan, dan kini ia tengah menunggu proses pengadilan.Tuan Satya tahu bahwa hukuman berat bahkan mungkin hukuman mati tengah menunggunya. Diluar sana terus dikumandangkan massa yang mengecam kekejaman dirinya, agar pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepadanya.Dirinya sudah dianggap benalu didunia ini. Ia sangat dibenci oleh masyarakat bumi.“Aku pantas menerima semua ini...! Aku pantas untuk dibenci..!” Tuan Satya bergumam sendiri dan menangis tergugu.Prilakunya yang sangat tidak baik selama ini telah memukul hatinya dalam sebuah rasa penyesalan yang dalam. Namun seperti kata pepatah, 'pikir itu pelita hati, sesal kemudian tiada berguna’. Dan Tuan Satya adalah salah satu contoh dari sekian banyak manusia yang tidak mempedomani pepatah lama yang penuh makna tersebut.“Saudara Satya...!
Bab 67. Pengunduran diri massal.Pagi itu tidak seperti biasanya. Distudio patriot televisi dan di beberapa perusahaan yang bekas milik keluarga Sudarta grup terlihat banyak sekali karyawan dan karyawati yang berkumpulBeberapa orang diantaranya bertindak sebagai panitia yang menerima sebuah map yang diantarkan masing-masing karyawan dan karyawati itu.(Kira-kira apa yaa... isi surat dalam masing map tersebut..? 🤔)“Baik saudara saudariku sekalian....! Saya hanya membantu mengumpulkan surat-surat ini. Saya yakin keputusan ini sudah saudara saudari pikirkan matang-matang.” Ujarnya dengan menggunakan mikrofon.“Sudaaaaah....!!!” Jawab semua orang yang berada disana serempak. Mereka mengacungkan tinjunya ke udara sebagai tanda semangat.Alpan baru saja memasuki halaman studio. Ia sudah siap dengan kemarahannya karena dari semalam patriot televisi tidak menayangkan apapun.Siaran patriot televisi hilang bagaikan ditelan bumi. Y
Tuan Junara memasuki halaman kantor Wisnu dengan sepeda motornya. Ia memarkir diantara beberapa motor karyawan yang lain.Belum sempat ia meninggalkan halaman parkir itu tiba-tiba seorang laki-laki mendekatinya.“Selamat sore Tuan Junara...!! Perkenalkan nama saya Samuel. Saya adalah kepala sekuriti disini.” Lelaki yang ternyata bernama Samuel itu memperkenalkan diri dengan hormat.“Oh, selamat siang Bapak Samuel. Saya Junara akan menjadi bawahan Bapak. Sebutkan apa perintah yang harus saya laksanakan ?” Tuan Junara menyalami lelaki itu dan menanyakan tugasnya.Samuel nampak sangat grogi untuk memberi perintah kepada seorang Junara. Siapa sih yang tidak kenal dengan sosok pengusaha yang satu ini..? Selain kaya raya ia juga terkenal sangat dermawan dan berhati mulia. Wajah pemilik stasiun televisi swasta itu dikenal oleh semua orang di negeri ini karena wajahnya sering wara wiri dilayar kaca.Samuel menggaruk kepalanya yang tidak gatal
Wajah Arya langsung bersemu merah begitu melihat kehadiran Soraya ditempat itu. Pemuda itu tidak memperlihatkan wajah cemburu lagi kepada Chen. Soraya sudah menjelaskan kepada Arya bahwa dirinya dan Chen adalah kawan sejak kecil karena mereka bertetangga. Dan Arya juga bisa menerima itu dan memakluminya.“Hai Adik ipar...!!” Seru Dania sumringah menyapa Arya. Dania memang memiliki sifat yang ceplas ceplos. Dirinya sangat berbeda dengan adiknya Soraya yang bersifat pemalu.Arya tersenyum dan menyalami Dania, Soraya dan Chen. Dengan Chen seperti biasa mereka mengadu kepalan tinju sebagai simbol persaudaraan.“Oh ya, Kak Dania.. ini kenalkan Abang Mohzan..!” Soraya memperkenalkan kakaknya itu dengan Mohzan.Dalam hati sebenarnya Soraya berharap Dania dan Mohzan saling jatuh cinta.Mohzan menerima uluran tangan Dania yang menyalaminya.“Terima kasih telah menyelamatkan Mama saya..!” Ujar Mohzan membuka percakapan dengan D
"Alpan itu adalah saudara sepupumu Mohzan, hanya dialah satu-satunya saudara sedarah denganmu. Usahakan perkecil masalah dengan dia.” Desma memberi nasehat kepada putranya sambil menghidangkan makanan dimeja makan.Akhir-akhir ini, permasalahan dengan Alpan terus saja meruncing. Alpan dengan berbagai cara terus menyerang Mohzan. Mulai dengan fitnah-fitnah dan cacian yang sengaja ia sebarkan lewat media masa sampai dengan tindakan nyata yang ia lakukan bersama anak buahnya.“Iya Ma, Mohzan akan berusaha mengendalikan situasi ini agar tidak berkembang menjadi lebih buruk lagi. Bagaimanapun Mohzan harus menghargai Mas Alpan. Dia adalah satu-satunya saudara Mohzan. Tapi sayang, Mas Alpan selalu berprasangka buruk kalau kita akan menuntut hak atas semua kekayaan Kakek yang telah ia kuasai.” Sahut Mohzan menarik nafas prihatin.“Hmmm...” Ibu Aisyah yang sedari tadi hanya mendengar, kini ikut mendesah. Ia kemudian menyendokkan nasi ke piring Moh
"Ada tamu untukmu...!” Seorang petugas polisi memanggil Tuan Satya lalu mengantarkannya ke ruang khusus untuk menerima tamu.“Tunggu disini, saya akan menjemputnya..!” Perintah polisi itu lalu keluar ruangan meninggal Tuan Satya yang dijaga oleh dua orang polisi lainnya.Tuan Satya sudah bisa memastikan tamu yang akan menemuinya pasti Bapak Hendarto pengacaranya.Lapat-lapat terdengar detak sepatu memasuki ruangan itu. Tuan Satya malas untuk mengangkat wajahnya. Ia memilih menunduk menatap papan meja dihadapannya.“Silahkan..!!” Terdengar suara petugas polisi mempersilahkan tamu itu masuk.Mereka kemudian keluar dan mengawasi dari ruang sebelah yang dibatasi oleh kaca rahasia yang tembus pandang.“Paman..!!”Bagai disengat kala jengking Tuan Satya mendengar panggilan itu. Ia mendongakkan kepalanya untuk mengetahui siapa yang telah memanggilnya.“Moo... Mohzaaan..!!” Tuan Satya terpekik dan
Mohzan melangkah gontai memasuki salah satu ruangan didalam komplek asrama. Ruangan itu khusus diperuntukkan untuk membuat bermacam-macam pekerjaan tangan bagi anak-anak yang tinggal disana.Hasil kerajinan tangan itu sudah tersebar dan terjual kemana-mana. Penghasilan itu juga banyak membantu untuk pembiayaan hidup mereka sehari-hari.“Abang terlihat lesu..?? Abang sakit..??” Jery yang sedang menata hasil pekerjaan tangan yang sudah jadi disebuah rak, bertanya sambil menatap heran kepada Mohzan yang kurang semangat pagi itu.“Jery..!! Tolong ambilkan Abang tikar dan bantal..!!” Perintah Mohzan kepada Jery.“Abang ngantuk...?? Istirahat ditempat tidur Jery saja Bang.” Ujar Jery mendekati Mohzan dan memegang pergelangan tangannya.Mata anak itu nanar memandang Mohzan yang terlihat kurang sehat.“Tidak Jery.. Abang mau disini saja..!” Mohzan menolak tawaran Jery.Jery tidak mau membantah lagi. Ia segera
“Dika dan Jery sudah pergi Bang..!!”Arya tidak bisa berbohong ketika Mohzan bertanya padanya.Arya segera menceritakan hal ihwal kepergian dua orang anak laki-laki itu dari asrama.Mohzan menghela nafas berat. Ia merasa berdosa telah membagi beban kepada adik-adiknya.“Abang tidak perlu bersedih. Dika dan Jery bukanlah anak kecil lagi. Mereka tahu apa yang harus mereka lakukan.” Arya menghibur Mohzan yang terlihat risau.“Berikan mereka kesempatan untuk berbakti Bang.” Sambung Arya menambahkan.Mohzan mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia yakin Dika sudah cukup besar untuk mempertimbangkan setiap keputusan dan tindakan.Namun dalam hati ia sangat terharu melihat perhatian adik-adiknya kepadanya. Rasanya tidak sia-sia ia berkorban selama ini. Bukannya Mohzan berharap imbalan, tapi budi pekerti yang diperlihatkan adik-adiknya itu membuat ia sangat bahagia.“Makan dulu sarapannya Bang..!!” Khalista mempersi