“Eh, den Reno dan non Ayu. Ah, kami hanya sedang berkeliling saja bersama non Maya den. Lalu, non Maya katanya lelah karena kami sudah cukup jauh berjalan tadi, jadi kami beristirahat disini sembari memakan buah-buahan yang kami beli dari bawah.” Kata pakde Yono yang mencoba menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya.
“Ah, si Maya memang begitu pakde, manja, hahaha. Yasudah, pakde dan Maya mau bareng dengan kami ga? Kami ingin pulang kerumah Eyang ni” Kata Reno dari dalam mobil.
Lalu, pakde Yono menoleh kearah Maya, Maya mengiyakannya dan kemudian mereka berjalan masuk ke mobil Reno. Setelah itu, mereka semua pulang ke rumah Eyang kakung dan Eyang putri.
Sesampainya di depan gerbang, pakde Yono keluar dari mobil dan membukakan gerbang dan mempersilahkan mobilnya Reno masuk.
Lalu, Maya keluar dari mobil, kemudian menoleh kearah pakde Yono sembari tersenyum dan berkata sembari sedikit berteriak,
“Pakde, terima kasih atas jalan-jalannya ya. Lain kali kita mengobrol lagi”
“Sama-sama non”
Kemudian, Maya masuk ke dalam rumah.
“Maya, dari mana saja kamu?” Tanya Eyang putri.
“Emm… Aku habis jalan-jalan tadi bersama dengan pakde Yono Eyang.”
“Ah, yasudah, sini makan dulu, bi Sari sudah masak enak ini” Kata Eyang putri.
Lalu, Reno, Ayu dan Maya berjalan menuju meja makan dan mereka semua makan siang bersama.
Maya duduk di dekat Eyang putri sembari makan, tiba-tiba,
“Panen buahnya tadi bagaimana? Seru ya?” Bisik Eyang putri kepada Maya.
“Uhuk-uhuk!”
Maya langsung tersedak ketika mendengar perkataan Eyang putri barusan.
“Non, anda kenapa? Ini minum dulu non” Kata bi Sari sembari menuangkan segelas air putih ke dalam gelas Maya.
“Glek glek… Ahhh… Terima kasih bi” Kata Maya sembari meminum air putih itu.
“Sama-sama non”
Eyang kakung hanya tersenyum kecil melihat Maya tanpa berkata sepatah katapun dan hanya menikmati makanannya saja.
Lalu, Maya menoleh kearah Eyang putri tanpa mengatakan sepatah katapun. Eyang putri tersenyum sembari menikmati makanannya tanpa menoleh kearah Maya sedikitpun.
Kemudian, Maya menoleh kembali kearah makanannya dan kembali menikmati makanannya.
Beberapa saat kemudian, Maya telah menyelesaikan makan siangnya. Dia pun pamit untuk masuk ke kamar dan beristirahat.
‘Pakde Yono kok bisa tau semua cerita tentang rumah itu? Apa Eyang yang sudah menceritakannya? Atau, pakde Yono dan bi Sari adalah orang asli sini yang tinggal dibawah? Atau, pakde Yono adalah mantan pembantu yang mengadukan keluarga itu ke warga yang tinggal dibawah? Emm… Entah lah’ Kata Maya dalam hati sembari membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sembari bermain ponsel.
Tak lama kemudian, Maya mulai mengantuk. Dia meletakkan ponselnya di sebuah meja yang ada di kamarnya, dan setelah itu tertidur.
“Bruk bruk bruk”
“Aku dimana ya? Kok gelap?”
Maya tiba-tiba berada di sebuah lorong yang sangat gelap gulita dan tak ada sedikitpun cahaya yang menerangi jalannya.
“Bruk bruk bruk”
“Hah!? Suara apa itu?”
Maya mendengar suara langkah kaki orang yang tengah berjalan beramai-ramai. Tapi, ketika dia menoleh kearah manapun, ia tak melihat apapun disana, dan yang dia lihat hanyalah lorong yang gelap.
“Siapa…”
Tiba-tiba, sepasang tangan membungkam mulut Maya dan menariknya masuk ke sebuah goa kecil nan gelap.
“Ssstttt… Jangan berisik…” Seseorang yang membungkam mulutnya Maya berkata dengan sedikit berbisik dan melepaskan bungkamannya.
Maya menoleh ke belakang untuk melihat, siapakah orang yang sedang menutup mulutnya tadi. Dan,
“Eh, kamu kan yang tadi ada…”
“Ssstttt… ku bilang diam ya diam… Coba tutup mata kamu, lalu buka matamu lagi, dan setelah itu, coba kamu fokus melihat kedepan sana”
Mendengar perkataan orang tadi, Maya langsung memejamkan matanya, kemudian membukanya kembali dan langsung memfokuskan pandangannya ke depan lorong yang gelap itu. Tiba-tiba, lorong yang sangat gelap tadi, seketika terang dan seluruh isi dari lorong yang gelap itu, berubah menjadi sebuah jalan masuk menuju seperti tempat persembunyian. Dan, banyak sekali makhluk-makhluk aneh yang ada disana dan sepertinya, mereka sedang berkumpul di sebuah tempat seperti sebuah rumah dibawa tanah. Ternyata, langkah kaki yang banyak tadi adalah segerombolan sosok yang tengah mengelilingi sebuah kayu yang sangat besar sembari memegang obor. Lalu, dari kejauhan, Maya melihat seorang anak kecil yang tengah di ikat di tengah-tengah kayu yang raksasa itu.
“Eh, itu kan Aulia? Kok dia ada disana?” Kata Maya sembari terus memperhatikan Aulia yang tengah menangis dan diikat di kayu raksasa itu.
“Iya, itu sepupumu May. Dia di tahan oleh makhluk-makhluk jahat itu. Dan, sekarang, kamu sedang berada di dimensi lain yang ada di dalam lemari itu.” Kata sosok yang membungkam Maya tadi.
Ternyata, itu adalah sosok yang ada di kamar mandi, yang duduk di jendela sembari memandangi Maya yang tengah mandi.
“Eh, itu tolongi dulu, hei! Kamu kok diam saja!?” Kata Maya kepada sosok yang membungkam mulutnya tadi.
Tapi, sosok itu hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum kepada Maya.
“Tidak Maya, hanya kamulah yang bisa menyelamatkannya. Aku hanyalah sosok penjagamu yang diberikan oleh Eyangmu. Aku hanya bisa mengantarkanmu sampai sini saja. Setelahnya, kamulah yang harus melakukannya sendiri. Dan, makhluk-makhluk itu tidak akan berani membunuh anak itu sampai gerhana bulan tiba. Itu masih sangatlah lama, kamu bisa mencari informasi untuk menyelamatkan anak itu.”
Tiba-tiba, segerombolan makhluk yang tadinya mengelilingi kayu raksasa sembari memegang obor, seketika melempar obor-obor itu ke kayu raksasa itu. Lalu, api menyambar ke kayu raksasa itu dan membakar Aulia.
“Auliaaaaaaaa!!!”
“Brak!!!”
“Hei Maya, ada apa? Kamu kenapa?”
Tiba-tiba, Eyang kakung mendobrak pintu kamar Maya dan langsung masuk bersama dengan Eyang putri dan bi Sari.
Spontan, Maya langsung memeluk Eyang putri sembari menangis,
“Eyang… Aulia Eyang…”
Mendengar itu, Eyang putri hanya bisa memeluk Maya dengan erat sembari berkata,
“Ssssttt… Sudah-sudah, jangan khawatir Maya… Aulia tidak apa-apa kok, kamu tenang saja ya”
“Bagaimana aku bisa tenang Eyang! Tadi aku bermimpi kalau Aulia di bakar hidup-hidup oleh makhluk-makhluk itu!” Kata Maya kepada Eyang putri sembari terus menangis tersengguk-sengguk.
“Sudah-sudah, tidak usah dipikirkan. Mari kita makan dulu ya, bi Sari sudah menyiapkan makan di bawah. Sudah, basuh wajah kamu dulu sana, lalu langsung ke meja makan ya.”
Lalu, Maya menghentikan tangisannya setelah sudah sedikit tenang, setelah itu, dia pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya terlebih dahulu. Setelah itu, Maya menuju meja makan dan makan malam bersama.
“Eyang, benarkah apa yang aku lih…” Baru saja Maya ingin bertanya kepada Eyang putri tentang mimpinya tadi, Eyang kakung langsung memotong perkataannya,
“Sssttt… Sudah, habiskan saja makan malam mu, nanti Eyang akan cerita”
Lalu, Maya menganggukkan kepalanya dan kembali menikmati makan malamnya bersama dengan Eyang kakung dan yang lain.
“Yah sudah, kita serang dia sama-sama saja!” teriak Pakde Yono. “Oke!”Akhirnya, perdebatan pun selesai dan mereka memutuskan untuk menyerang Rio bersama-sama. Namun, saat mereka berdua melihat ke arah tempat Rio berdiri tadi, tiba-tiba Rio sudah tidak ada disana. Pakde Yono dan Pakde Gunawan sempat melihat ke sekeliling, tapi tetap tidak terlihat karena gelap. Lalu, mereka berdua menghidupkan lampu senter yang mereka genggam di masing-masing tangan kanan mereka, lalu menyorotkan lampu senter itu ke segala arah dan terhenti tepat di posisi awal Rio berdiri tadi. “Eh, Yono, dia tidur tuh!” bisik Pakde Gunawan sambil menyorotkan lampu senternya kearah Rio yang terlihat tengah tertidur pulas di atas tanah, tepat di hadapannya. “Kita serang aja, bagaimana?” tanya Pakde Yono dengan raut wajah yang penuh semangat.Awalnya, Pakde Gunawan hanya diam dan berpikir, kalau dia menyerang Rio dalam keadaan tertidur seperti itu, itu adalah tindakan seorang pengecut. Namun, kalau dia me
Crooot! “Uhuk-uhuk~” Gedebuk!Pria itu mencabut bayangan hitam yang membentuk sebilah keris dari perut sesosok wanita itu dan seketika, sesosok wanita itu terjatuh dan tergeletak ke tanah. Dia terbaring lemah dengan sebuah lubang melingkar di perutnya, serta mengeluarkan darah berwarna hitam dari lubang bekas tusukan itu. Wusshhhh …Pria itu menghilangkan bayangan hitam berbentuk keris panjang yang tengah di pegangnya tadi dan kemudian, dia pun berjalan kearah Sukma, Pakde Gunawan dan Pakde Yono. “Eh-eh, dia berjalan kesini, tuh!” bisik Pakde Yono sambil perlahan berjalan mundur dengan raut wajah yang mulai terlihat panik. “Sssttt! Tenang, Yono, tidak perlu panik,” kata Pakde Gunawan yang masih terlihat tenang.Sukma langsung mematikan lampu senternya, setelah melihat kalau si pria itu sedang berjalan kearahnya dan hanya bisa meramas baju yang dikenakan oleh Pakde Gunawan dan bersembunyi di balik tubuhnya. Dia sangat takut dan tak tahu harus berbuat apa pada saat
“Tadi, Pakde dan Non Maya menyusuri hutan ini ketika kami pergi dan pulang ke rumah Eyangnya Non Maya. Kita sengaja ke sini, siapa tahu bisa menemukan petunjuk keberadaan dari Non Maya,” sahut Pakde Yono. “Hmm, seperti itu … lalu, bagaimana kalau ternyata, Maya tidak ada di hutan ini, Pakde?” tanya Sukma. “Yah, kita pulang saja kalau begitu. Kalau sudah tidak ada, untuk apa dicari lagi, ‘kan?” tanya balik Pakde Yono. “Yeee, tidak begitu, dong, Pakde … masa’ Pakde ingin pasrah semudah itu … jangan …,” “Loh, kalau sudah tidak ada, harus diusahakan agar kembali ada? Coba, kalau kamu memiliki kekasih, tapi kalian berdua telah mengakhiri hubungan kalian, dan kamu tidak memiliki rasa cinta lagi padanya. Namun, kekasihmu itu, memaksamu untuk kembali mencintainya. Bagaimana?” tanya Pakde Yono, memotong perkataan Sukma
“Maya sudah tidak ada di dunia ini lagi,” “Apa!!!”Sontak, siapapun yang mendengar itu, pasti sangat terkejut. Bagi orang-orang yang memiliki pemikiran layaknya manusia biasa, pasti menganggap kalau perkataan dari Eyang kakung itu, mengatakan kalau Maya telah tiada. “Ma-Maya … Maya telah …,” “Ah, tidak. Bukan seperti itu maksud dari Tuan Ajie, Mbak … tidak ada di dunia ini lagi itu maksudnya, Maya sudah dibawa ke dunia lain, oleh sesosok makhluk tak kasat mata. Begitu lah sekiranya," jelas Pakde Gunawan, memotong perkataan Ibunya Sukma.Seketika, semua orang yang mendengar itu, langsung menghela nafas lega. Namun, tak sampai disitu, “Dibawa oleh makhluk tak kasat … loh, Maya diculik!?” tanya Eyang putri dengan raut wajah panik yang tergambar jelas di wajahnya. “Secara teknis, memang sepert
“Hihihi … aku tidak tahu kalian ini siapa, dan mengapa kalian mengejar anak itu. Aku beritahukan kepada kalian semua, ya … ini wilayahku, dan anak itu adalah tamuku. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya, atau kalian akan berurusan denganku. Mengerti?” tanya Ibunya Rani, yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Pria itu. “Hahaha … bukan ingin bermaksud merendahkan kamu, ya, tapi … makhluk-makhluk rendahan seperti kalian ini, tidak lebih dari seekor anjing yang berani menggonggong ketika berada di wilayahnya, dan menjadi seekor kucing ketika berada diluar wilayahnya,” kata Pria itu dengan lantang, berusaha membuat sosok Ibunya Rani marah padanya.Tidak tahu apa yang membuat Pria itu sangat yakin sampai dia berani berbicara seperti kepada sosok Ibunya Rani, padahal tempat itu adalah wilayahnya. Namun, bukannya marah, Ibunya Rani malah tertawa cekikikkan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya.
Belum sempat Maya menyelesaikan pertanyaannya, Ibu nya Rani langsung menyuruh Maya untuk diam dan tak bersuara sedikitpun sambil menunjuk kearah bawah. Dengan terpaksa, Maya memberanikan diri untuk melihat kearah bawah. Ternyata, orang-orang yang tengah mengejar Maya, telah sampai di dekat pohon, tempat Maya, Ibu nya Rani, dan Rani bersembunyi. ‘Eh, it ….’Ibu nya Rani meminta Maya untuk tak bersuara sedikitpun. Lalu, dia berbicara dalam hati, untuk menghindari keributan. Namun, belum sempat Maya berbicara dalam hati, Ibu nya Rani langsung membungkam mulutnya, untuk mengejutkannya dan membuatnya diam sepenuhnya. “Hmm?”Terlambat sudah, membuat Maya untuk tidak bersuara. Terlihat dari raut wajah Pria yang memimpin pengikutnya, tiba-tiba tersentak dan merasakan setitik suara yang masuk ke telinganya. Sebagian pengikutnya sudah berlari cukup jauh dari lokasi pohon besar itu, dan seketika, Pria itu bert