Teror Ghaib

Teror Ghaib

Oleh:  Rani Giza  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
163Bab
1.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Dua orang sahabat, Emma dan Tony, pergi ke acara berkemah yang diadakan oleh universitas. Di hutan, Emma menemukan batu mirip permata. Batu itu ternyata mainan hantu. Karena hantunya tidak terima, mainannya dibawa pergi, hantu pun marah. Dia merasuki Emma dan membuat hidup Emma berantakan. Melihat keanehan yang menimpa Emma, ​​​​Tony jadi curiga. Dengan kemampuan indra keenamnya, ia mencoba berkomunikasi dengan hantu tersebut. Ia meminta hantu itu berhenti mengganggu Emma. Tapi, usahanya tidak berhasil. Hantu tersebut menginginkan nyawa untuk dijadikan teman sebagai pengganti batu yang hilang. Berhasilkah Emma dan Tony melarikan diri dari hantu tersebut? Ataukah keduanya justru menjadi korban hantu ganas?

Lihat lebih banyak
Teror Ghaib Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
163 Bab
Teror Ghaib 1
Emma memeriksa kembali semua keperluan yang perlu dibawanya. Dia membuka tasnya dan memastikan semua pakaian yang dibutuhkannya sudah lengkap. Dia juga memastikan membawa tenda, makanan, dan air minum yang cukup. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Emma membawa ranselnya dan berjalan menuju ruang makan. "Pagi semuanya," kata Emma sambil menyeret salah satu kursi. Dia kemudian duduk. "Pagi, Sayang," sapa kedua orang tua Emma hampir bersamaan. “Gimana tidurnya semalem?” tanya Lily, ibu Emma sambil mengoles selai di atas roti. "Aku bisa ngolesin roti sendiri, Bu," kata Emma. Dia tidak ingin diperlakukan seperti siswa sekolah dasar lagi karena dia sudah masuk universitas. Lily geleng-geleng kepala mendengar protes anak gadisnya. Dia lalu meletakkan roti itu di depan Emma. Wanita itu kemudian menuangkan jusnya dan menaruhnya di hadapan Emma juga. "Aku yakin putrimu ini tidak bisa tidur tadi malam," kata Robin, ayah Emma. Emma tertawa. “Sok tahu banget, Ayah, kayak cenayan
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 2
Emma menoleh ke belakang. Dia melihat Dakota berdiri dengan wajah penasaran. Dengan tergesa-gesa, Emma lalu berdiri. “Kamu udah dapet rantingnya kah?” tanya Ema. Dia berharap Dakota tidak melihat apa yang dia temukan. "Kamu ngapain di sini?" tanya Dakota, dia terlihat kesal. “Kita diberi tugas buat cari ranting, bukan duduk diam di tengah hutan.” "Ini ranting-rantingnya. Aku udah dapet kok," kata Emma sambil menunjuk ranting-ranting yang tadi dia letakkan di tanah. "Kalau kamu udah dapet, kenapa kamu nggak nemuin aku di tempat yang tadi?" tanya Dakota, "aku kayak orang gila nyariin kamu di seluruh hutan." Emma tersenyum canggung, dia merasa bersalah. “Maaf, aku tiba-tiba capek banget,” jawabnya, “jadi aku mutusin buat duduk sebentar. Sekarang badan aku udah entengan sih. Ayo balik ke perkemahan." Dakota mengangguk. Setelah Emma mengambil ranting-ranting yang dikumpulkannya, keduanya berjalan beriringan menuju lokasi perkemahan. Di tengah perjalanan, Emma melihat seorang dosen d
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 3
Emma menarik tubuhnya ke belakang, menciptakan jarak antara tubuhnya dan Tony. Dia mendengar suara Dakota dan tidak ingin gadis itu berpikiran buruk. Tony juga melakukan hal yang sama. "Sori, aku gangggu kah?" tanya Dakota. Emma menggelengkan kepalanya. “Enggak kok,” katanya. "Aku cuma mau ngasih tau kalo makanannya udah siap," kata Dakota, "kalau Emma udah baikan, kalian boleh makan bareng kita bertiga di luar. Tapi kalau Emma masih pengen istirahat, aku bisa bawain makanan buat kalian ke sini." “Nggak usah,” kata Emma, ​​“aku udah baik-baik aja kok. Ayo keluar, Tony.” Tony mengangguk. Dia kemudian berdiri dan berjalan menyusul Emma yang sudah berjalan di depannya. Di luar tenda suasana sangat meriah. Hampir semua siswa sedang makan malam. Terdengar suara yang merdu di depan tenda. Suara itu berasal dari sekelompok siswa yang sedang bermain musik dan bernyanyi. Salah satu siswa laki-laki di antara kerumunan itu bermain gitar. Beberapa orang lainnya bernyanyi bersama. Emma dudu
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 4
Emma berteriak ketakutan ketika gadis itu berbalik. Wajah gadis itu tidak jelas mana yang termasuk mata dan hidung. Sebagian mulutnya rusak. Kulit wajahnya berkerut seperti habis terbakar. Warna kulitnya coklat gelap, seperti gosong. Kalau diperhatikan dengan jelas, ada juga beberapa warna kemerahan seperti bekas darah kering di sana. Emma semakin ketakutan ketika anak kecil juga ikut berbalik. Wajah anak kecil itu juga rusak. Bahkan warnanya hitam pekat. Gosongnya seperti lebih parah dari wajah anak perempuan. “Di mana mainanku?” tanya anak kecil itu. Suaranya berat dan penuh tekanan. "Aku tidak tahu!" teriak Emma. Dia kemudian berlari dengan sangat cepat. Karena kakinya terbentur batu, Emma terjatuh. Di saat yang sama, seseorang menarik kakinya dengan sangat kuat. Emma lalu berteriak. Dia berusaha menarik kakinya sekuat tenaga. Di saat yang sama, Emma mendengar suara Tony memanggil namanya. Dalam beberapa detik, dia bangun. Nafas Emma tidak teratur. Keringat dingin keluar dari
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 5
Emma berjalan ke arah Dakota. Gadis itu menyeringai. Wajah Emma tidak berubah. Tetap seperti biasa. Tapi, matanya terus melotot. Seperti orang kesurupan. Semakin dia memandang Emma, ​​Dakota semakin ketakutan. Dia kemudian berlari cepat ke dalam tenda. "Teman-teman, bangun," kata Dakota sambil menggoyangkan kaki ketiga anak lelaki yang sedang tidur itu. Anak laki-laki berambut keriting yang bangun lebih dulu. Dia kemudian membangunkan Tony dan siswa laki-laki lainnya yang berponi. "Ada apa?" tanya Ben, laki-laki berambut keriting. “Emma … dia,” jawab Dakota. Nafasnya tersengal-sengal. Tony melihat sekeliling tenda. Dia baru menyadari kalau Emma tidak ada di sana. "Kenapa Emma?" dia bertanya, “Di mana kamu ngeliat dia?” "Aku...," kata Dakota. Tak sabar menunggu jawaban Dakota, Tony lalu bergegas keluar tenda. Dia terkejut saat melihat Emma berdiri tak jauh darinya dengan mata melotot. Gadis itu berjalan ke arahnya dengan langkah yang sangat cepat. "Emma, ada apa?" tanya Tony.
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 6
Emma meraba-raba saku celananya, dia ingin memberitahu Tony tentang batu yang dia temukan. Namun, setelah beberapa menit mencari, Emma tidak dapat menemukan batu tersebut. Sakunya rata. Setelah membuka saku celananya, dia menyadari bahwa sakunya berlubang. Batu itu pasti terjatuh. Emma bingung. Dia ingin mencari batu itu, tapi langit masih gelap. Hutan juga pasti sangat gelap. Akhirnya Emma memutuskan untuk tidur. Keesokan harinya, Emma mengatakan bahwa dia mengalami sedikit demam sehingga tidak dapat mengikuti kegiatan. Setelah semua mahasiswa pergi, dia kemudian berjalan melewati hutan. Dia harus menemukan batu itu. Batu itu menjadi benda yang sangat berharga bagi Emma. Karena dengan uang yang didapat jika batu itu dijual, Emma bisa membeli apapun yang diinginkannya. Dia bisa membeli sepatu mahal, tas dan pakaian mahal. Dengan begitu, dia tidak akan diremehkan dan di-bully lagi di kampus. Emma merasa kelelahan ketika sudah berjalan sejauh lima ratus meter dari lokasi perkemahan.
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 7
"Apa?" kata Tony. Sebenarnya Tony sudah curiga sejak awal Emma menyerangnya. Dia tahu bahwa Emma dirasuki hantu. Dia semakin yakin setelah mengetahui kalau gadis itu juga membuat Dakota takut. Jadi, kini dia tidak perlu takut. Sebab, semasa kecilnya ia sering bermeditasi untuk berhubungan dan berkomunikasi langsung dengan mahluk halus. “Kamu juga harus dimusnahkan,” kata Emma. Matanya melotot. Tony tidak peduli, dia berjalan cepat meninggalkan Emma dan mengambil ponselnya. Dia kemudian menghubungi orang tua Emma. Setelah menunggu beberapa detik, Robin mengangkat teleponnya. "Ada apa, Tony?" tanya Robin, "apa terjadi sesuatu yang buruk sama Emma? Apa dia sakit?" “Nggak,” jawab Tony, “Dia cuma ….” "Cuma apa?" tanya Tony. Dia tidak sabar. "Emma... kayaknya dia kerasukan, Pak Robin," jawab Tony. "Apa maksudmu?" Robin bertanya. Bukannya dia tidak percaya hantu, dia hanya tidak menyangka dan ingin memastikannya. Sambil terus berjalan cepat menjauhi Emma yang juga berjalan cepat ke
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 8
Emma takut melihat wajahnya sendiri di cermin. Hidung, mata dan mulutnya berkerut-kerut, tidak terlihat jelas. Bentuknya tidak jelas dan seperti ada titik-titik bekas darah mengering. Dia sangat merinding dan tubuhnya gemetar. Sambil menangis, dia menyentuh wajahnya yang bentuknya sangat mengerikan. Kaget mendengar suara Emma, ​​orangtua Emma berlari menuju kamar gadis itu. Mereka berusaha membuka pintu dan menggedor pintu dengan harapan Emma akan membukakannya. Karena dalam beberapa menit pintu tidak dibuka juga dari dalam, Robin kemudian berlari mencari kunci cadangan. “Biar aku cari kunci cadangan,” kata Robin, “kamu tunggu, aku akan cepet balik.” Lily mengangguk. Dia kemudian mengetuk pintu kamar Emma lagi. “Emma, ​​buka pintunya, Sayang,” katanya, “ada apa? Kamu kenapa?” "Emma, ​​maafkan kita kalau kita mengecewakan kamu, Nak," kata Lily lagi, "tolong buka pintunya." Robin kembali setelah pergi selama beberapa menit. Dia datang dengan membawa kunci cadangan. Dia segera membu
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 9
"Kenapa sama anak kita?" Lily bertanya, tidak sabar. "Gimana kalau anak kita nggak sengaja ganggu mereka dan mereka pun marah," jawab Robin. Lily tertawa. "Nggak mungkin itu Emma ngelakuin itu," katanya setelah selesai tertawa, "anak kita bukan anak nakal yang suka membuat onar." “Dunia mereka berbeda dengan dunia kita, Lily,” kata Robin, “Mereka nggak kelihatan. Emma bisa aja melakukan sesuatu secara nggak sengaja." Lily menghela napas dengan kasar. “Aku beneran nggak ngerti maksud kamu,” katanya, “tapi kalau ada yang bisa kita lakukan untuk membuat Emma normal kembali, aku akan melakukannya. Apapun itu." *** Tony lega melihat Emma di kelas. Dengan begitu dia yakin kondisi gadis itu sudah membaik. Namun rasa penasarannya terhadap apa yang terjadi pada Emma belumlah tuntas. Dia kemudian berjalan ke kursi gadis itu. Dia bermaksud menanyakan apa yang terjadi pada Emma selama berada di hutan. “Emma, ​​kalau kamu nggak keberatan, aku pengen tahu apa yang terjadi sama kamu pas pert
Baca selengkapnya
Teror Ghaib 10
"Ayah akan mengizinkanmu, tapi aku harus bicara sama ibumu dulu," kata Jeremy. Jeremy kemudian keluar dari kamar Tony. Dia kemudian berjalan menuju taman di depan rumah. Di sore hari seperti ini, biasanya istrinya menyiram tanaman. Tebakan Jeremy benar. Istrinya sedang merapikan tanaman. Wanita itu memotong beberapa pucuk tanaman yang tidak rata. "Sayang, bisakah kamu berhenti sejenak dari aktivitasmu," ucap Jeremy saat langkahnya terhenti di belakang Sofia. Sofia berbalik. “Iya,” katanya, “apa ada hal yang penting yang ingin kamu bicarakan?” Jeremy mengangguk. "Ya," katanya, "ayo kita duduk di sana dulu." Dia menunjuk ke sebuah kursi panjang di tepi taman. "Mau bicara apa?" tanya Sofia setelah dia duduk, "sepertinya masalahnya penting sekali." “Ya,” jawab Jeremy, “ini menyangkut nyawa anak kita. Sofia membelalakkan matanya. "Ada apa dengan Tony?" tanyanya."Tony bilang dia pengen meditasi lagi kayak dulu," jawab Jeremy, "dia pengen berkomunikasi sama makhluk astral untuk bant
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status