Share

Lentera Terakhir
Lentera Terakhir
Penulis: Kaiwen09

Ketika Mata Belum Terbuka

"Sayang, ayo cepat nanti keretanya berangkat."

Mata hazel tersebut langsung melirik, lantas memukul pria berdada bidang yang menggoda setelah keluar dari kamar mandi. Bergandengan tangan menuju kereta, saling berbisik mesra ditemani gelak tawa. Melintas di depan Delia Nugraha. Perlahan mata merangkak, menemukan pria berkacamata hitam yang sibuk memainkan game di ponsel.

"Kapan aku punya suami romantis seperti itu," gumam Delia.

Mendengar adanya gumaman di samping, lelaki yang Delia sebut suami melirik tipis. Membuatnya mendongkak.

"Apa? Kenapa memandangku?"

"Bisa tidak mulutmu digunakan untuk hal yang penting saja," omel suaminya, Deryn.

Delia dan Deryn? Ya, lahir di hari dan jam yang sama, kelak berpasangan pasti terdengar unik. Membuat kedua orang tua pun menjodohkan, bahkan hari pernikahan saja tidak ada satu gigi yang keluar ketika berfoto. Semua yang mendampingi melirik, dan foto pernikahannya pun terlihat unik.

"Cepat!"

Delia ngedumel tanpa suara di belakang Deryn, yang meninggalkannya dengan satu koper dan tas ransel.

"Dasar lebai, hanya pergi dua hari malah bawa baju satu lemari," bisiknya.

Ya, karena kalau keras-keras. Nanti diungkit lagi perdebatan tadi malam.

"Siapa yang bayar tiket keretanya?"

Delia menunjuk tubuh Deryn terpaksa.

"Yang sewa tempat di sana siapa?"

Menunjuk lagi, dengan muka yang sudah tertekuk sempurna.

"Yang--"

"Kau! Semuanya kau yang tanggung, puas?"

Delia duduk di samping Deryn yang mulai membuka kacamata hitam. Membuatnya berdecih, untung dilepas kalau tidak, bikin malu karena seperti tukang pijit.

"Berita terkini, warga yang mengumpulkan kayu bakar meninggal dengan mengenaskan, wajahnya tidak terindentifikasi."

Delia melirik televisi yang menanyangkan berita.

"Wanita tanpa busana--"

"Dih liatin yang kayak gituan," tegur Delia menekan tombol off pada ponsel suaminya.

Deryn melirik tak terima. "Kayak gituan apa, sih?"

"Itu, wanita tanpa busana," ulang Delia.

Deryn menghidupkan kembali ponsel, dan memutar video yang terpotong. "Nih lihat!"

"Wanita tanpa busana ditemukan tewas, kemungkinan korban pembegalan, namun ada yang ganjil, karena beberapa tubuhnya seperti tetusuk kecil-kecil."

Delia memekik dan menunjuk ponsel Deryn. "Lihat itu! Ada kaki yang mencoba keluar dari kulit."

Deryn melirik penumpang kereta yang sudah menatap penasaran. "Dia sedang melihat drama."

"Siapa yang lihat drama?" tanya Delia.

"Jangan berisik!"

"Tapi beneran, tadi aku lihat kaki-kaki merayap ingin keluar," ucap Delia berbisik.

Deryn memutar ulang video tersebut. Dan benar, kaki berwarna hitam menusuk-nusuk, mencari cela agar tubuh bisa keluar. Matanya saling tatap dengan sang suami.

"Kau harus segera memberi tahu Rio, agar ditindak lanjuti."

Deryn mengangguk, lantas menghubungi orang yang Delia maksud.

"Pak, maaf tapi bisakah telepon saat penting saja, di sini kami sedang--"

"Aku lihat berita, jadi aku ingin membahas tentang pekerjaan, bukan acara bulan madu."

Delia langsung melirik, ya benar. Menikah sudah beberapa bulan lalu, tapi baru memutuskan untuk berlibur. Karena memang Deryn bukan orang sembarangan, diperlukan tiap kali ada kasus kematian tak wajar. Seorang ketua di state forensik.

"Aku akan mengirimimu gambar."

Deryn menscreen video ketika sesuatu merangkak keluar dari tubuh wanita tanpa busana. Lantas mengirimkannya pada Rio, bawahan suaminya.

"Kau sudah lihat?"

"Iya, Pak. Tapi apa ada yang salah?"

"Menurutmu kenapa kulit wanita itu seperti ditusuk, dan itu cukup banyak?"

Diam sesaat. "Mungkin karena mencoba memberontak saat ehem begitu, jadi ditusuk-tusuk, bentuknya kecil seperti jarum."

Delia melirik suaminya yang senyum-senyum sendiri begitu mendengar ehem yang dimaksud Rio. Membuatnya merampas ponsel Deryn.

"Ya," keluh suaminya melirik ponsel yang sudah di telinganya.

"Bersihkan otakmu dan dengar. Perbesar gambar yang Deryn kirim, di sana bukan hanya bekas tusukan saja, tapi ada kaki berwarna hitam yang ingin keluar."

Dan tiada suara yang menyahuti, selain kaki menimpa lantai bergantian dengan terburu. Napas juga terdengar terengah.

"Ke mana mayat wanita yang baru datang tadi?" suara Rio tampak bertanya pada seseorang.

Deryn mengambil ponsel darinya. "Mayatnya sudah dibawa ke rumah sakit?"

"Iya, Pak."

Delia melirik suaminya.

"Lakukan otopsi, pastikan kalian tidak menyentuh langsung luka tusukan tersebut, gunakan pinset untuk membuka luka, jika ditemukan sesuatu yang aneh langsung laporkan pada laboratorium untuk memeriksanya."

Delia bertepuk tangan melihat suaminya yang begitu cepat dan tepat dalam memutuskan segala masalah.

"Kadang kala ibuku tidak salah memilihkanku suami."

Deryn melirik. "Tapi aku merasa ibuku salah pilih."

Delia sudah menarik napas dengan rakus. Membuat Deryn menunjuk-nunjuk.

"Ini nih yang membuatku merasa seperti itu."

"Terserah kau saja," ucap Delia pada akhirnya, tidak ingin berdebat.

Deryn melirik penumpang terakhir yang menutup pintu gerbong dengan terburu. Wajah saja nampak pucat pasi, tangan pun gemetar. Membuat Deryn tak mengalihkan pandangan meski sesekali menunduk.

"Aneh."

"Kau yang aneh," ejek Delia sudah berdiri.

"Mau ke mana?"

"Toilet."

Deryn melirik toilet yang kosong, lantas pria yang masuk terburu tadi. Kereta sudah mulai membelah jalanan sepi. Deryn menariknya menjauh, bahkan sudah membuka pintu dua gerbong di belakang. Beberapa orang melirik.

"Kita mau ke mana, sih?"

"Toilet."

Delia berhenti melangkah. "Kau sudah tidak waras, ya? Toilet di gerbong 2 kosong, kenapa jauh-jauh ke sini."

Deryn kembali mendorongnya. "Mungkin untuk sekarang kau mengomel padaku, nanti juga berterima kasih."

Delia terpaksa masuk ke toilet karena Deryn membuka dan memaksanya. Sebelum benar menutup Deryn berpesan,

"Nanti aku ke sini lagi, kau jangan ke mana-mana."

"Loh, kau mau meninggalkanku di gerbong 4?"

Dan pertanyaannya tidak dijawab, karena suaminya sudah pergi lagi. 

"Dasar menyebalkan," keluhnya mulai menutup pintu.

Di gerbong 2, Deryn tampak berbicara dengan salah satu awak kereta. Berbisik-bisik tepatnya. Setelah selesai Deryn mengambil ransel milik Delia, juga membuka koper yang berada tak jauh dari kursi. Membongkar isi kotak beroda tersebut, lantas dimasukan ke dalam ransel yang sempit. Hanya beberapa kebutuhan mendesak.

Deryn melintasi pria yang mencurigakan tadi dengan tatapan mengintimidasi, sedang pria tersebut hanya menggaruk-garuk kulit leher. 

"Kenapa lama sekali?" tanya Delia begitu melihat Deryn, hendak melangkah tapi suaminya melarang.

"Aku memesan kursi kosong di sana." Tunjuk Deryn.

"Paling ujung?" keluhnya.

Deryn mengangguk, namun sebelum itu tangan sempat melakukan sesuatu pada pintu gerbong 4. Delia merasa ada yang tidak beres, lantas melirik tangan suaminya.

"Kau hanya membawa ranselku saja?"

"Hem."

"Kenapa? Kau tidak butuh kopermu?"

"Aku butuh," balas Deryn membuka sedikit resleting, dan membuatnya melotot.

"Ya, kau ke manakan kosmetikku?" Delia sudah memukuli Deryn.

"Apa sih pentingnya kosmetik? Penting juga makanan dan baju." tanya Deryn melirik sekitar yang menjadi penonton.

Delia sudah melotot. "Menurutmu apa yang paling tidak diinginkan wanita?"

"Apa?"

"Suami yang tidak pengertian!"

Delia dan Deryn melirik terkejut, karena pisau yang terbungkus kardus berada tepat di depannya. Seolah menengahi pertengkaran. Deryn menurunkan tangan pria tua yang memikul lebih banyak pisau.

"Butuh pisau?"

"Untuk apa?" tanya Delia.

Pria tua tersebut meliriknya. "Sedang bertengkar, kan? Butuhlah satu atau dua pisau, harganya murah, sekali gores langsung berdarah."

Delia memutarkan bola matanya, lantas menduduki kursi paling pojok. "Mana ada pisau yang menggores tidak berdarah."

Pria tua tersebut tertawa. "Kakakmu pemarah rupanya."

Deryn meliriknya yang sudah cemberut. "Dia istriku, bukan kakakku."

"Oh, istri."

"Dan lagi, kami seumuran, lahir di jam yang sama," ucap Deryn mendekatinya.

Pria berkulit keriput tersebut menelan ludah saat bertemu mata dengannya.

Sedang Deryn melirik pintu gerbong, seolah bisa merewang kondisi di gerbong 2.

"Jika sesuai dugaanku, maka sebentar lagi akan mulai bereaksi," gumam Deryn membuatnya melirik.

"Dasar aneh."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lulu
Waw cerita misteri ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status