Short
Lepas dari Cinta yang Telah Retak

Lepas dari Cinta yang Telah Retak

By:  CherryblossomCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
8Chapters
8views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aku sudah tiga bulan tidak melihat suami mafiaku, Arga Pratama, dan putri kami, Dora. Kenapa? Karena ibunya Arga, Fiona, bilang Dora harus tinggal sementara bersamanya. Sementara Arga? Dia terlalu sibuk dengan urusan bisnis seperti biasanya. Jadi ketika Arga akhirnya menelpon dan bilang dia akan menjemputku untuk reuni keluarga di vila, aku begitu gembira. Aku pikir, mungkin, hanya mungkin, aku akhirnya bisa memeluk putriku lagi. Seharian aku berlari ke sana kemari di kota, membeli boneka favoritnya, camilan, gaun merah muda baru, apa pun yang kupikir bisa membuatnya tersenyum padaku lagi. Tapi ketika mobil itu datang, kenyataannya jauh dari bayanganku. Sebelum aku sempat bilang hai, Dora menoleh, menatapku sebentar... lalu memeluk Maya, si pembantu, lebih erat lagi. Dia menempelkan wajahnya ke leher Maya seolah aku tidak ada di situ. Seolah Maya adalah ibunya. Aku mencoba mendekatinya, tapi Dora tegas bilang dia tidak mau naik mobil bersamaku. Dan Maya dengan senyum sopan yang palsu, terus mencoba membujukku agar memberi Dora sedikit waktu lagi. Aku menoleh ke Arga, berharap dia turun tangan. Sebaliknya, dia cuma terlihat kesal, seolah tidak peduli untuk mengulurkan tangan membenahi hubunganku dengan putri kami. Jelas mereka tidak ingin aku ada di sana. Jadi, apa gunanya aku mencoba ikut naik mobil? Aku melangkah mundur dari SUV. Lalu Arga menoleh padaku dan bilang, "Tunggu di sini. Aku sebentar lagi kembali." Yang tidak akan pernah dia mengerti... aku sudah lelah menunggu dia.

View More

Chapter 1

Bab 1

Aku sudah tiga bulan tidak melihat suamiku, Arga Pratama, dan putri kami, Dora.

Kenapa? Karena ibunya Arga, Fiona, bilang Dora harus tinggal sementara bersamanya.

Sementara Arga? Dia terlalu sibuk dengan urusan bisnis seperti biasanya.

Jadi ketika Arga akhirnya menelpon dan bilang dia akan menjemputku untuk reuni keluarga di vila, aku begitu gembira.

Aku pikir, mungkin, hanya mungkin, aku akhirnya bisa memeluk putriku lagi.

Seharian aku berlari ke sana kemari di kota, membeli boneka favoritnya, camilan, gaun merah muda baru, apa pun yang kupikir bisa membuatnya tersenyum padaku lagi.

Tapi ketika mobil itu datang, kenyataannya jauh dari bayanganku.

Sebelum aku sempat bilang hai, Dora menoleh, menatapku sebentar... lalu memeluk Maya, si pembantu lebih erat lagi.

Dia menempelkan wajahnya ke leher Maya seolah aku tidak ada di situ.

Seolah Maya adalah ibunya.

Aku mencoba mendekatinya, tapi Dora tegas bilang dia tidak mau naik mobil bersamaku.

Dan Maya dengan senyum sopan yang palsu, terus mencoba membujukku agar memberi Dora sedikit waktu lagi.

Aku menoleh ke Arga, berharap dia turun tangan.

Sebaliknya, dia cuma terlihat kesal, seolah tidak peduli untuk mengulurkan tangan membenahi hubunganku dengan putri kami.

Jelas mereka tidak ingin aku ada di sana.

Jadi, apa gunanya aku mencoba ikut naik mobil?

Aku melangkah mundur dari SUV.

Lalu Arga menoleh padaku dan bilang, "Tunggu di sini. Sebentar lagi aku kembali."

Yang tidak akan pernah dia mengerti... aku sudah lelah menunggu dia.

Jujur saja, begitu melihat Maya, aku langsung tahu ada yang aneh.

Dia berdandan seperti ingin jadi pusat perhatian. Dengan gaun malam ketat berkilauan, sepatu hak tinggi yang terlalu sulit untuk dipakai berjalan, belahan dada terbuka, bibir merah menyala.

Siapa yang berdandan seperti itu untuk reuni keluarga?

Dia lebih mirip nyonya rumah daripada pembantu.

Dan aku? Aku hanya pakai jeans, sepatu, dan kaus longgar, sambil menyeret koper berat penuh boneka Dora dan semua barang kecil warna merah muda yang dulu disukainya.

Saat itu, aku bahkan tidak yakin siapa yang lebih mirip pembantu, aku atau dia.

Aku jadi tidak ingin ikut lagi. Tidak dengan keadaan seperti ini.

Tapi aku menepis pikiran itu. Aku meyakinkan diri sendiri ini tentang Dora. Hanya tentang Dora.

Jadi ketika aku melihat Arga masuk ke dalam SUV, bersiap pergi tanpaku, aku meledak.

Aku buru-buru lari dan menarik pintu mobil sebelum dia sempat menyalakan mesin.

"Tidak, aku mau ikut denganmu," kataku, setengah tubuhku sudah masuk.

Arga menoleh, jelas terkejut. Tapi sebelum dia sempat bicara, Dora yang duduk di pangkuan Maya di kursi depan langsung menangis keras.

"Tidak! Aku tidak mau pergi sama dia!" teriaknya, lengan mungilnya melingkar erat di leher Maya seperti pegangan hidup.

Maya mulai menepuk punggungnya lembut, membisikkan sesuatu untuk menenangkannya, lalu menoleh padaku dengan senyum manis yang jelas-jelas palsu.

"Nyonya Katarina," katanya lembut seakan sedang menolongku. "Bagaimana kalau begini saja? Anda bisa ikut bersama mereka, dan saya tinggal di sini menemani Dora. Atau kalau Anda lebih suka..."

"Tidak," potong Arga tajam. "Jangan harap."

Dia menoleh ke arahku, wajahnya kaku, rahangnya mengeras. Melihat kerutan di antara alisnya, aku tahu betul tanda itu. Dia bukan sekadar kesal. Dia marah.

"Katarina." Suaranya rendah dan dingin. "Jadilah ibu yang baik. Aku sudah bilang tidak akan lama. Tapi kalau kamu sebegitu tidak sabarnya, kamu bisa naik kereta api."

Aku menatapnya. "Bahkan dengan kereta api paling cepat, tetap butuh lima jam."

Dia tidak menjawab. Hanya kembali menatap kemudi, seolah pembicaraan sudah selesai.

Aku berdiri terpaku sejenak.

Lalu, tanpa sepatah kata pun, aku menarik lagi koperku keluar dari SUV, menyeretnya di atas kerikil seakan-akan beratnya seratus kilogram.

Aku berdiri di pinggir jalan, menatap mobil itu mulai melaju pergi.

Dora menoleh ke arah lain, sengaja agar tidak melihatku.

Dan Maya? Dia tersenyum, bahkan melambaikan tangan dengan ekspresi puas yang membuat darahku mendidih.

Arga sama sekali tidak menoleh padaku. Matanya lurus ke jalan, wajahnya dingin dan jauh seperti biasanya.

Sesaat aku hanya berdiri menatap tanganku, tangan yang masih memakai cincin pertunangan yang dia berikan bertahun-tahun lalu. Aku tidak pernah melepasnya. Tidak sekalipun. Tapi sekarang... aku ingin melepaskannya dan melemparnya ke seberang jalan.

Tapi aku tidak melakukannya.

Sebaliknya, aku menghela napas, lalu berjalan masuk ke dalam rumah kosong, panas, dan sunyi.

Aku menjatuhkan tubuh ke sofa, mengeluarkan ponsel, dan mulai menelusuri Instagram hanya untuk mengalihkan pikiran.

Dan saat itulah aku melihatnya.

Sebuah story dari Maya, baru satu menit yang lalu.

Arga di balik kemudi. Garis rahangnya yang tegas, kacamata hitam, dia terlihat seperti model majalah.

Seseorang sudah berkomentar, [Maya, itu pacarmu?]

Aku mendengus. 'Lebih baik dia tidak menjawab,' pikirku.

Tapi sedetik kemudian, dia menjawab.

Dengan emoji wajah tersipu.

Hanya itu.

Apa-apaan dia?

Dadaku sesak seperti ditinju keras. Napasku tercekat.

Musim kemarau ini seharusnya tidak sepanas itu, tapi saat itu, aku terbakar dari dalam.

Aku melempar ponsel ke meja, berjalan ke arah AC, dan menekan tombolnya.

Tidak ada reaksi.

Mati lampu.

Aku menatap sekeliling rumah yang panas dan senyap, lalu bergumam, "Bagus. Tidak ada AC. Tidak ada lampu. Tidak ada suami. Tidak ada anak."

Dan aku juga tidak tahu berapa lama aku akan terjebak di rumah ini.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status