Aku sudah tiga bulan tidak melihat suami mafiaku, Arga Pratama, dan putri kami, Dora. Kenapa? Karena ibunya Arga, Fiona, bilang Dora harus tinggal sementara bersamanya. Sementara Arga? Dia terlalu sibuk dengan urusan bisnis seperti biasanya. Jadi ketika Arga akhirnya menelpon dan bilang dia akan menjemputku untuk reuni keluarga di vila, aku begitu gembira. Aku pikir, mungkin, hanya mungkin, aku akhirnya bisa memeluk putriku lagi. Seharian aku berlari ke sana kemari di kota, membeli boneka favoritnya, camilan, gaun merah muda baru, apa pun yang kupikir bisa membuatnya tersenyum padaku lagi. Tapi ketika mobil itu datang, kenyataannya jauh dari bayanganku. Sebelum aku sempat bilang hai, Dora menoleh, menatapku sebentar... lalu memeluk Maya, si pembantu, lebih erat lagi. Dia menempelkan wajahnya ke leher Maya seolah aku tidak ada di situ. Seolah Maya adalah ibunya. Aku mencoba mendekatinya, tapi Dora tegas bilang dia tidak mau naik mobil bersamaku. Dan Maya dengan senyum sopan yang palsu, terus mencoba membujukku agar memberi Dora sedikit waktu lagi. Aku menoleh ke Arga, berharap dia turun tangan. Sebaliknya, dia cuma terlihat kesal, seolah tidak peduli untuk mengulurkan tangan membenahi hubunganku dengan putri kami. Jelas mereka tidak ingin aku ada di sana. Jadi, apa gunanya aku mencoba ikut naik mobil? Aku melangkah mundur dari SUV. Lalu Arga menoleh padaku dan bilang, "Tunggu di sini. Aku sebentar lagi kembali." Yang tidak akan pernah dia mengerti... aku sudah lelah menunggu dia.
View MoreSaat aku melangkah keluar dari klinik, Dora berlari mengejarku."Ibu, tunggu! Aku mau ikut sama Ibu."Dia meraih tanganku, dan aku menatap ke bawah dengan terkejut.Di pergelangan tangannya bukan gelang berlian yang diberikan Fiona, itu gelang yang kubuat sendiri, dengan manik-manik merah muda dan liontin kartun kecil. Tak ada kilau, tak ada kemewahan. Hanya cinta.Aku tersenyum sedikit dan menggenggam tangannya. "Kamu yang pilih pakai ini?"Dia mengangguk. "Ini favoritku."Kami berjalan bersama menyusuri lorong menuju ruang tamu.Saat berbelok, kami bertemu dengan ayahnya Arga, Dirga Pratama, pria tua itu.Dia terlihat lebih tua. Gerakannya lebih lambat. Rambutnya yang disisir ke belakang kini lebih banyak uban daripada yang kuingat. Dia bukan lagi pria berkuasa dengan tangan besi seperti dulu.Dia menatapku dari atas ke bawah, lalu berkata dengan suara dalam dan sulit dibaca, "Aku sudah meremehkanmu, Katarina. Tidak pernah kubayangkan Arga bisa begitu melekat pada seseorang."Aku men
Aku mematikan ponselku saat ulang tahun pernikahan kami.Tak sanggup lagi menerima telepon, pesan, atau permintaan maaf kosong. Aku cuma butuh bernapas.Daripada pulang ke rumah sewa, aku mulai berjalan. Langkahku menuntunku melewati jalan berliku dan melintasi lembah, dan sebelum kusadari, aku berdiri tak jauh dari rumah lamaku. Rumah orang tuaku. Sudah dijual setelah mereka tiada, dan uangnya membantuku menyewa apartemen di kota serta menemukan pijakan sendiri.Begitu banyak kenangan di rumah itu. Ada yang indah, ada yang menyakitkan, semuanya milikku."Katarina?"Aku menoleh mendengar namaku. Itu Erwin, pria yang menyewakan rumah kayu di lembah ini padaku. Dia berdiri di sana mengenakan jeans dan jaket berkerudung, tangannya terselip di saku. Dia tampak terkejut melihatku."Oh, hai," kataku. "Tidak disangka bisa bertemu denganmu di sini.""Aku tinggal di sekitar sini," katanya sambil melangkah mendekat dengan senyum hangat. "Rumah yang aku sewakan kepadamu itu hanya salah satu prope
Sejak Dora mulai tinggal dengan Maya, dia jadi aneh, melekat sekali pada Arga.Sumber informasiku di vila Keluarga Pratama memberitahuku apa yang terjadi sehari sebelum ulang tahun pernikahan. Arga akhirnya kembali ke vila setelah beberapa hari urusan bisnis.Saat itu, Maya sudah datang bersama Dora, pura-pura membantu menghias untuk pesta.Begitu Dora melihat Arga, dia langsung lari ke pelukannya, tak menoleh sama sekali ke Maya. Itu mengejutkan Arga. Sebenarnya belakangan ini, Dora jarang menatap matanya. Dia selalu dekat dengan Maya, selalu mengawasi Arga seperti dia orang asing, atau lebih parah... seperti seseorang yang harus ditakuti.Arga tak pernah memaksanya mendekat, rasa bersalah sudah cukup berat. Setelah semua yang dia lakukan, dia tentu tak mau menakuti putrinya sendiri.Tapi hari itu, ketika Dora berlari ke pelukannya, dia merasakan secercah harapan. Dia memeluknya erat, lalu sesuatu di saku Dora menarik perhatiannya."Dora, ini apa?" tanyanya dengan lembut sambil m
Keluarga Pratama bukan cuma menguasai kota ini. Di beberapa daerah di negara ini, mereka adalah hukum itu sendiri. Jadi kalau aku benar-benar ingin punya kesempatan untuk bebas, aku harus menghilang ke tempat yang tak akan terpikirkan oleh mereka.Aku mengepak beberapa tas dan menuju lembah tua dekat tempat orang tuaku dulu tinggal, semoga mereka tenang di sisiNya. Tempat itu begitu terpencil sampai GPS pun hampir tak bisa menemukannya. Dan aku tahu, jauh di lubuk hatiku, tak satu pun dari Keluarga Pratama yang bakal terpikir untuk mencariku di sana. Kenapa mereka harus repot? Mereka tak pernah peduli dari mana asalku. Bagi mereka, aku cuma gadis pendiam, bersih, tanpa catatan kriminal, tipe menantu atau istri yang patuh, persis yang mereka butuhkan untuk penampilan semata.Aku masih sangat ingat malam sebelum pernikahanku dengan Arga.Aku tegang setengah mati sampai akhirnya melewatkan makan malam keluarga mewah mereka jam 7 malam.Itu kesalahan besar.Tapi mereka bahkan tidak mengir
Aku benar-benar pikir aku bisa lepas darinya.Tapi aku meremehkan seberapa dalam nama Keluarga Pratama berakar.Setiap kali aku coba cari pengacara untuk bantu urus perceraian, mereka langsung bungkam begitu aku sebut nama Arga.Ada yang tiba-tiba gelisah.Yang lain malah langsung bilang kalau mereka tidak menerima klien baru.Tapi aku tahu persis apa maksudnya. Tak seorang pun mau melawan Keluarga Pratama.Dan tepat ketika aku mulai kehabisan cara, Arga meneleponku."Besok ulang tahun Dora," katanya santai, seakan sedang membicarakan cuaca. "Dia ingin ketemu ibunya."Dadaku langsung mengencang. "Dora mau ketemu aku?" Aku berusaha terdengar tenang, tapi suaraku sempat bergetar. "Kamu serius?""Kamu pikir aku bakal bohong soal itu?" Lalu aku dengar suara Dora di belakangnya."Aku mau ketemu Ibu."Suara kecil itu menghantamku seperti pukulan tepat di perut.Mataku berkaca-kaca, aku tahan biar air mataku tidak jatuh. Untuk pertama kalinya dalam berminggu-minggu, aku tersenyum."Besok kita
Setelah mengirim pesan itu, aku menemukan sebuah toko gadai kecil di pinggiran kota. Tanpa banyak bicara, aku masuk dan menjual cincin itu.Aku masih dapat ratusan juta rupiah, tapi rasanya hambar. Tak ada lagi rasa senang saat uang masuk ke rekeningku.Ini bukan perang. Ini hidupku. Dan dalam hidup ini, tidak ada pemenang.Aku lalu memesan kamar hotel kecil di jalur menuju vila Keluarga Pratama.Aku tidak punya rencana jelas... hanya sebuah harapan.Mungkin aku masih bisa dapat satu kesempatan terakhir untuk bertemu Dora.Mungkin aku bisa mencegat mereka, bicara dengannya tanpa Maya di sekitar, sekali saja.Malam itu aku tak bisa tidur.Aku duduk di dekat jendela, menatap SUV yang melintas di jalan raya.Setiap kali ada mobil lewat, aku bertanya-tanya, apakah itu mereka?Apakah mereka sudah sampai?Apakah mereka bertanya-tanya di mana aku?Sepertinya tidak.Aku bahkan tak ingat sudah berapa jam aku duduk begitu saja.Sampai akhirnya tubuhku menyerah, dan aku tertidur di kursi dekat je
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments