Share

BOCORAN

Setelah menyapa keluarganya sesaat, dan juga mengembalikan uang dari ayahnya kemarin, kini Axel menidurkan tubuhnya yang sudah terasa lemas di ranjangnya. Berhubungan 3 ronde dengan wanita ganas itu bukan pilihan yang bagus. Ny. Yara yang memiliki julukan Woman on Top, sudah menjawab bagaimana panasnya permainan semalam. Permainan yang juga merenggut perjakanya. 

Energi Axel yang sangat kuat apalagi soal pukul memukul, saat ini benar-benar habis. Melayani nafsu Ny. Yara yang sangat buas, membuatnya menjadi lemah tak berdaya. “Wanita itu luar biasa…” gumam Axel sambil terkekeh.    

Foto di mana Ny. Yara duduk di kursi Zero O'clock, sedari tadi menyita perhatiannya. Semua yang dia lakukan, hingga tak ragu menjadikan dirinya barang paling hina, tentunya tidak gratis. Dia meminta sebuah bocoran tentang perjudian itu agar dia juga bisa tersenyum lebar karena kemenangannya, seperti Ny. Yara di foto itu. Sore nanti, bocoran dari Ny. Yara akan segera dia dapatkan. Sudah cukup dia menghayalkan kemenangannya melalui foto Ny. Yara, dan kini dia merubah posisi foto di balik foto itu dengan foto lain sehingga menindihi foto Ny. Yara. Foto itu sengaja dia curi saat berkunjung di rumah Ny. Yara tadi. 

Senyum Axel ketika melihat foto berikutnya, terlihat lebih lebar dari sebelumnya. Wanita yang ada di dalam foto itu, yang membuat perasaan hinanya teralihkan. “Akhirnya aku menemukanmu lagi, Shea…” 

***

 

“Kenapa kau malah mengajakku ke toko kue, sayang?" tanya Axel heran bercampur kesal. Sore ini dia menagih janji Ny. Yara yang akan membocorkan kecurangan yang digunakannya saat permainan Zero O’clock. Namun, wanita itu malah menjahilinya dengan mengajaknya makan kue kering. 

"Ini." Ny. Yara memberikan secarik kertas pada Axel. 

Axel menerima kertas itu dengan kerutan di dahinya. “Apa ini?”

“Berikan itu pada pelayan yang ada di sana.”

 

"Baiklah." Axel menuruti perintah Ny. Yara. Dia turun dari mobil dan langsung berjalan masuk ke toko kue itu. Tak ada yang aneh di dalamnya. Semuanya tampak seperti toko kue pada umumnya. Ketika melihat meja kasir, dia semakin mempercepat langkahnya agar rasa penasarannya cepat terbayarkan. 

"Anda ingin memesan apa Tuan?" tanya pelayan dengan senyumnya yang ramah.

Tanpa mengeluarkan kata, Axel langsung memberikan kertas tadi pada pelayan itu.

"Tunggu sebentar.” Pelayan itu meraih telepon yang terletak di meja kasir juga. Dia terlihat sedang meminta ijin kepada seseorang di sebrang sana. Setelah percakapan singkat dengan seseorang yang entah siapa, pelayan itu kembali pada Axel. “Ikut aku, Tuan." 

Axel mengekor pada pelayan itu. Mereka melewati sebuah pintu yang menghubungkan pada sebuah lorong panjang dengan cahaya remang-remang. Axel tidak menyangka ternyata arsitektur elegan di bagian depan toko sangat berbeda dengan lorong yang kini ia lewati. Selain lampu kuning redup, banyak juga lukisan bertema dark yang tertempel di dindingnya. Dan perjalanan mereka berakhir di sebuah pintu yang terIetak di ujung lorong.

"Silahkan masuk Tuan," kata pelayan itu mempersilahkan. 

Axel membuka pintunya lalu masuk ke ruangan itu. Ternyata di dalamnya, ada seorang wanita yang duduk di kursi besar dan dengan dua kursi kecil yang sepertinya untuk tamu. Posisinya yang sedang menundukkan kepalanya melihat ponsel, membuat Axel tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Permisi Nyonya," ucap Axel membunyikan suaranya untuk menandakan kehadirannya.

Wanita itu mengangkat kepalanya dan langsung menatap Axel.

Axel yang sudah bisa melihat wajahnya dengan jelas, tiba-tiba terkekeh. Itu jelas sangat lucu. Ternyata orang itu juga orang yang terlibat dalam pembuatan alur perjudian. "Ternyata itu dirimu?" ejeknya sebelum mendaratkan pantatnya di kursi yang berhadapan dengan wanita itu.

Wanita itu juga memperlihatkan senyum mengejek untuk Axel. “Kau peliharaan Yara yang baru?” 

Seketika senyum Axel memudar. Ia benci mengakui hinanya dia yang juga diketahui oleh wanita kedua yang Axel benci. Mata menajam yang ditunjukkan Axel sudah cukup menggambarkan bagaimana perasaannya saat bertemu kembali dengan wanita itu setelah 20 tahun tak bertemu. 

Wanita itu semakin terkekeh karena ekspresi yang Axel tunjukkan. Senyumannya masih terlihat sebelum cerutu menyumbat mulutnya, lalu sengaja menghembuskan asapnya pada wajah Axel yang memerah. “Oh iya, kudengar kau menggantikan ayahmu ya.” Dia memajukan sebuah kotak yang memang  sejak Axel masuk tadi, sudah ada di atas meja. “Semoga menang ya.”

Axel yang sudah muak melihat wanita itu, langsung mengambil kotak berisi kue kering itu agar bisa cepat-cepat meninggalkan ruangan ini.

Sebelum Axel melangkah keluar pintu yang sudah terbuka, mulut wanita itu masih ingin memberikan kata-kata mutiaranya. “Ternyata kau tak ada bedanya denganku. Bahkan dirimu lebih menjijikkan,” pedasnya yang membakar telinga Axel. Tanpa mau memberikan sahutan lagi, Axel tetap melanjutkan langkahnya pergi dan kembali ke mobil. 

"Kenapa Axel?" tanya Ny. Yara sambil membelai lembut wajah kusut kekasihnya itu. 

"Bukankah Ny. Beatrice pencipta alur perjudian itu? Kenapa dia malah menjual kecurangan itu padamu?”

“Karena uang, Axel,” singkat Ny. Yara. Kotak yang sedari tadi dia tunggu, langsung ia buka agar bisa mengahafalkan kue-kue dengan kartu di dalamnya itu. Kue yang juga akan ada di perjudian Zero O’clock nanti malam.

Axel juga tertarik saat melihat kotak itu dibuka, dengan Barisan kue-kue yang asing di dalamnya. Walaupun belum ada penjelasan dari Ny. Yara, tapi Axel sudah tahu kecurangan apa yang dipakai Ny. Yara. “Jadi sebelum permainan, kau sudah mengetahui di mana letak sepasang kartu itu?”

“Bukan hanya sepasang, Axel. Tapi aku tahu semua kartu di dalam kue-kue ini. Kau lihat, semua kue ini berpola. Kue coklat dengan simbol waru, kue polos dengan simbol hati, kue berwarna coklat muda dengan simbol keriting, dan kue dengan banyak topping dengan simbol wajik. Mudah kan?”

Ya. Itu sangat mudah dihafalkan. Ternyata alur perjudian itu cukup mudah. Tak perlu dia menanyakan nama-nama atau apapun itu, cukup melalui mata telanjang saja. Ini bukan bocoran lagi, tapi sebuah guyuran.

“Oh iya, kenapa kau sedikit lama tadi? Biasanya orangku hanya sebentar,” heran Ny. Yara karena Axel yang tidak langsung kembali ke mobilnya sesingkat orang suruhannya biasanya.

“Pelayan itu menyuruhku bertemu dengan Ny. Beatrice di ruangannya.”

Kecurigaan Ny. Yara pun muncul. Kenapa saat Axel yang datang, Ny. Beatrice malah menemuinya. Biasanya Ny. Betarice menyuruh pelayannya untuk memberikan kotak spesial itu pada orang suruhanya. Rasa curiga, membuatnya ingin langsung meremas salah satu kue di kotak itu. Dan, tepat saat kue itu hancur, kecurigaannya langsung terjawab. “Apa ini?!” bentaknya kesal. Ternyata di dalam kue itu tidak ada kartunya. Tak percaya dengan itu, dia juga menghancurkan kue-kue yang lain yang ternyata juga kosong.

Axel juga sedikit terkejut tapi tidak sekaget Ny. Yara. Dia memang sudah tahu sifat licik dari Ny. Beatrice yang sudah lama dia kenal.

“Aku membayar mahal hanya untuk…”

Kling!

Muncul sebuah notifikasi pada ponsel Ny. Yara yang sekaligus memotong umpatan yang akan dia katakan. Setelah dichek, ternyata ada uang yang baru saja masuk ke rekeningnya. Dan yang mentransfer uang itu adalah Ny. Beatrice. Wanita licik itu tiba-tiba mengembalikan uang yang Ny. Yara beri untuk membeli kecurangannya. Yang paling membuatnya kesal adalah catatan yang tertulis di sana. Isi pesan itu adalah ‘Pria barumu membuatku tak bisa menjual kecurangan lagi padamu.’

Kenapa Ny. Beatrice melakukan itu? 

Sebenarnya, bukan kotak itu yang akan Ny. Beatrice berikan pada Ny. Yara. Ny. Beatrice ternyata sudah mengetahui kedatangan Axel, melalui CCTV yang terpasang di tokonya. Sebelum Axel yang berjalan lamban itu sampai ke meja kasir, Ny. Beatrice sudah menelpon pelayannya yang ada di meja kasir untuk tidak memberikan menu spesialnya pada Axel. Kue yang ada di meja Ny. Beatrice hanyalah menu biasa, tanpa kartu di dalamnya. Soal pelayan yang menelpon tadi, juga sebuah manipulasi yang Ny. Beatrice ciptakan agar Axel tak curiga.

***

Axel memberikan pukulan keras bertubi-tubi pada pintu Cora, mencoba mendobraknya. “Keluarlah bodoh!” bentakan itu mengiringi usahanya yang berusaha membuka pintu yang dikunci dari dalam itu. Cora akhir-akhir ini selalu mengunci kamarnya karena takut Axel tiba-tiba menyeretnya ke permainan itu lagi.

Sedangkan di balik pintu, Cora sedang berusaha menahannya. Dia tidak bisa lagi jika harus menerima pukulan keras dari algojo seperti malam itu. “Kalau kau mau membunuhku katakan saja. Aku akan langsung lompat sekarang. Jangan menyiksaku terus…” sahut Cora dari dalam. Matanya yang mulai berair, sudah menatap ke jendela kamarnya yang terbuka.

“Tidak! Jangan coba-coba!” Axel semakin keras menghantamkan badannya pada pintu itu. Bukan saatnya untuk melihat Cora mati sekarang.

Cora yang sudah tidak kuat lagi, tak peduli dengan Axel yang mencegahnya. Perlahan, langkahnya menuntunnya untuk lebih dekat lagi pada jendela itu. Angin kencang dari luar langsung menerpanya ketika dia sudah sampai di jendela itu. Lautan dengan ombak yang bergulung-gulung, seperti mencoba menghentikan Cora agar tidak bertindak bodoh.

Brak!

Dengan kekuatan penuh, akhirnya Axel berhasil mendobrak pintu kamar Cora. Melihat Cora yang sudah selangkah lagi akan jatuh, membuatnya langsung berlari dan menarik tubuh Cora menjauhkannya  dari jendela. Dia memeluk tubuh Cora dan menjatuhkan dirinya ke belakang yang membuat tubuh Cora menindihnya. “Apa kau gila?!”

“Sakit…” Lirih Cora. Kali ini air matanya tak bisa dibendung lagi.

Axel melepas pelukannya lalu berdiri. “Tidak usah khawatir, aku sudah membayar korban lain. Kau cukup menemaniku saja nanti.”

Cora menatap heran pada Axel. “Siapa?”

“Ayah,” jawabnya santai sambil tersenyum.

Cora sangat menyesal tidak langsung melompat tadi. Kini dia harus dihadapkan oleh dua pilihan. Merelakan tubuhnya kesakitan atau membuat ayahnya kesakitan. “Kau punya uang banyak… Kau bisa membayar…”

“Kau atau ayah?” potong Axel.

perkataan itu membuat Cora terdiam. Nama ayahnya selalu Axel bawa-bawa ketika dia sudah menyerah dengan berbagai derita yang ia rasakan. Cora bingung dengan tujuan Axel yang sebenarnya. Kenapa Axel selalu menyiksanya dan berharap dirinya mati, tapi Axel selalu mencegahnya bunuh diri. “Kau tetap memintaku mejadi korban?”

“Kau lupa perjanjian kita?” Axel kembali mengungkit soal janji. Perjanjian yang pernah diucapkan 10 tahun lalu. Kala itu Cora yang masih berumur 10 tahun dan Axel yang sudah menginjak bangku SMA. Umur mereka berdua berjarak 6 tahun. Di usia Axel yang masih belia itu, dia dengan tubuh yang gagah dan kuat, sudah berani memukul ayah kandungnya sendiri yang sudah berkepala 5. Axel yang selama ini sering memukul Cora, merasa lebih puas ketika memukul ayahnya juga. Tentu saja perlakuan Axel itu, membuat Cora kasihan pada ayahnya. Akhirnya, terucaplah perjanjian dari mulut Cora. Cora berjanji, siap menerima pukulan dari Axel untuk dirinya, dan juga menerima pukulan Axel untuk ayahnya melalui badannya juga. 

Cora tak bisa menolaknya. Dia harus tetap ikut ke sana untuk dijadikan korban perjudian.

“Ingat, kalau kau mencoba bunuh diri lagi, aku akan menyiksa ayah sampai dia mati dengan sendirinya. Kau hanya boleh mati di tanganku,” ancam Axel sebelum berjalan keluar kamar.

“Kuharap malam ini aku mati di kandang itu…” gumam Cora dengan pasrah. 

Kepasrahan dan kegelisahan Cora semakin bertambah saat dirinya sudah duduk di kandang penyiksaan bersama seorang korban lagi. Korban di depan Cora itu, terus mengamatinya. Matanya seperti alat scan yang mencoba meneliti Cora dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menyadari itu, Cora terus menunduk agar pria itu tak bisa melihat wajahnya. 

“Kau wanita ya?” tebak pria itu.

Sementara Axel sudah terduduk di kursi judi, berhadapan dengan Ny. Yara yang akan menjadi lawannya.

"Kurasa kalian berdua sudah tahu aturan mainnya, jadi langsung saja kita mulai!" Max memulai permainan 'Zero O'clock' tepat pukul 12 malam. "Silahkan berikan chips kalian."

Axel hanya bertaruh 250 juta saja, walaupun dia membawa uang 500 juta malam ini. Dia tidak berani membiarkan uangnya melayang seluruhnya. Pihak lawan juga ikut bertaruh 250 juta. 

"Silahkan pilih dua kue kering." Jam pasir kembali dibalik agar pemain bisa mulai memikirkan mana kue kering yang tepat.

Axel hanya menatap semua kue kering itu. Kue-kue itu jauh dari yang dijelaskan Ny. Yara kemarin. Semua kue itu seperti tak memiliki kesamaan satu dengan lainnya. Bagaimana bisa dia menebak kartu yang sama? 

Di lain sisi, Ny. Yara berusaha memperhatikan satu persatu kue itu dengan seksama. Dengan tampilan yang tak sama itu, dia tahu alur dari perjudian kali ini bukan dari bentuknya. Tapi ada titik terang baginya, karena di kotak itu dia berhasil menemukan 2 kue kesukaannya yang merupakan kue yang hanya bisa ditemukan di negara Rusia. Menemukan itu, dia terus menelaah kue-kue lainnya hingga dia menyimpulkan alur yang digunakan adalah negara. Sepasang kartu pasti ada di dalam 2 kue kering dari negara yang sama. Langsung saja, Ny. Yara memilih itu dan memenangkan perjudian di ronde pertama itu.

Hukuman kembali menimpa Cora. Korban yang tadi bersama Cora, langsung diseret karena algojo sudah menunggu di pintu untuk segera menghabisinya. Entah kenapa, korban dari Ny. Yara tadi merasa iba dengan Cora. Ketika melintas di depan algojo, pria itu langsung mengatakan permintaannya. “Dia wanita. Jangan keras-keras memukulnya,” bisiknya lalu berjalan pergi.

Mendengar itu, membuat salah satu algojo terkejut. “Kita harus melaporkan ini,” usulnya.

“Kau tidak tahu? Dia korbannya Axel. Axel sudah membayar mahal agar wanita itu tetap bisa menjadi korban.” Kedua algojo itu menatap sendu pada Cora yang meringkuk di dalam kandang.

“Aku tidak tega…”

“Apalagi aku. Aku juga punya adik perempuan. Kita kurangi kekuatan kita saja.”

Dengan berat hati mereka harus tetap menghukum gadis malang itu karena tuntutan pekerjaan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status