Share

MENCARI TAHU 2

“Kenapa kau terus mengungkit itu?” tanya Tn. Edgar tak suka.

Pembicaraan mengenai KDRT yang pernah ibunya alami dulu, selalu membuat Finn geram. Perlakuan kasar itu, tak pernah sedikitpun memunculkan perasaan bersalah pada diri Ayahnya. Sangat malas rasanya bila harus melawan orang berhati batu seperti dia.

“Lagipula itu memang kesalahan ibumu sendiri, kan?” Tn. Edgar kembali memberikan pembelaan untuk dirinya sendiri. 

Finn tersenyum kecut. Bosan mendengar semua kalimat pembelaan yang selalu menyudutkan itu. “Kalau begitu, kenapa kau memaksa untuk tetap menikahi seorang pejudi, lalu melarangnya berjudi? Kau bisa menikahi wanita lain, ayah.” Skakmat dari Finn itu, membuat Tn. Edgar kembali mengingat awal mula pernikahannya dengan Ny. Beatrice.

Jika kalian berharap pernikahan mereka diawali oleh kisah yang romantis, kalian salah besar. Tn. Edgar bukan tipe pria yang tiba-tiba jatuh cinta pada pandang pertama. Hal yang memotivasi untuk rencananya adalah keinginannya untuk balas dendam. Rencana itu tidak akan ada, bila tidak ada kesalahan fatal yang menanam rasa dendam di hatinya. 

25 tahun yang lalu di satu malam, kejadian itu bermula. Malam itu adalah malam yang paling membuatnya gelisah dan khawatir. Malam yang meresahkan itu, terjadi saat kondisi ibu Tn. Edgar sedang kritis. Ibunya tiba-tiba mengalami serangan jantung dan harus dioperasi secepatnya. Jabatan Tn. Edgar waktu itu yang masih berpangkat rendah, dengan gaji kecil. Sedangkan uang yang dibutuhkan malam itu hampir 4 kali lipat dari gajinya. Tak tinggal diam, dia berusaha meminta bantuan pada teman dekatnya. Namun semua orang terdekatnya mengatakan jawaban yang tak ingin dia dengar. Ucapan maaf dari teman-temanya itu sama sekali tidak membantunya. Keterlambatan itu, membuat ibunya meninggal dunia di malam itu juga.

Memang pada kejadian itu, seharusnya Tn. Edgar tidak bisa menyalahkan teman dekatnya sepihak. Tetapi yang membuat dendam itu muncul adalah ketika dia mengetahui salah satu temannya sedang mengadakan pesta karena kemenangannya di perjudian, tepat satu hari sebelum malam paling menyedihkan itu terjadi. Seharusnya bila teman dekatnya itu mau membantu, pasti ibunya masih bisa tertolong. Ini sangat masuk akal untuk menyalahkannya, kan?

Lalu, apa sebenarnya rencana yang ia buat? Tn. Edgar memaksa menikah dengan kekasih sahabatnya sendiri yaitu Ny. Beatrice. Hal ini di lakukan untuk membalas rasa kecewa yang dia rasakan karena kejadian itu. Dengan ancaman pembunuhan pada kekasihnya membuat Ny. Beatrice terpaksa melakukannya. 

Setelah pernikahan itu, awalnya Tn. Edgar mengijinkan Ny. Beatrice berjudi. Tapi lama kelamaan Tn. Edgar merasa direndahkan karena penghasil Ny. Beatrice dari perjudian, lebih besar dari gajinya. Akhirnya dia mencoba membicarakannya baik-baik agar istrinya mau berhenti. Tetapi Ny. Beatrice tetap melakukannya dan membuat Tn. Edgar mengambil jalur kekerasan agar Ny. Beatrice benar-benar berhenti. Dan ancaman pistol yang berhasil menghentikannya. Ny. Beatrice sempat berhenti berjudi selama 10 tahun, dan baru saja bergabung pada perjudian Zero O’Clock satu bulan yang lalu. 

Cerita ini selalu Tn. Edgar tutupi dari Finn agar dia melihat, kedua orang tuanya yang saling mencintai. Itu tidak sepenuhnya salah, keduanya kini memang hidup bersama dengan cinta yang tulus.

“Aku akan mengirim orangku untuk mengawasi ibumu nanti malam. Kau urusi tugasmu saja.” alih Tn. Edgar. Pengalihan obrolan, selalu menjadi pilihan untuk menghentikan perdebatan di antara mereka. Tn. Edgar sadar, putranya sekarang bukan anak kecil yang mudah dibohongi lagi. Dia juga sudah siap jika suatu saat nanti, Finn mengetahui rahasia yang sudah lama ia tutupi.

*** 

Tok! Tok! Tok!

“Cora! Buka pintunya!” teriak Axel dari ruang tengah, apartemennya. 

Cora yang sedang memasak di dapur sambil memakai headseat di telinganya, sama sekali tak mendengar panggilan dari Axel itu. Dia tetap memasak sambil bersandung kecil menikmati melodi ceria dari lagu yang ia dengar. 

“Cora!” Axel menoleh ke belakang ke arah dapur yang memang tak ada sekat dengan ruang tengah. “Astaga…” keluhnya karena melihat headseat di telinga Cora itu. Karena malas menggerakkan tubunya, dia mencoba mengabaikan suara ketukan itu. Suara dari tontonannya di tv mulai tersamarkan dengan suara berisik dari pintu, yang semakin lama semakin keras. “Sial! Iya, iya sebentar!” Dengan terpaksa, Axel berjalan ke pintu dan membukakan pintu pada tamu menyebalkan itu.

“Apa benar ini rumah Cora?” tanya tamu itu, yang ternyata dia adalah Finn.

Axel mengamati Finn dari ujung kepala sampai ujung kakinya. “Siapa kau?” Kekhawatiran Axel kini muncul. Dia menduga, pria ini adalah teman Cora yang sudah tahu cerita tentang apa saja yang Cora terima saat di rumah.

“Aku temannya Cora. Hanya untuk mengembalikan ini.” Finn menunjukkan jaket hitam milik Cora.

Jaket itu adalah jaket yang Cora pakai ke kampus. Jika jaket itu ada pada Finn berarti, dia dan seluruh orang di kampus sudah melihat luka memar pada tubuh Cora karena kaos pendek yang Cora kenakan. Itu membuat Axel semakin khawatir. 

“Dia melepas jaketnya di mobil, lalu tertinggal,” lanjut Finn. 

Kelanjutan perkataan Finn tadi membuat Axel sedikit lega. Sedikit, karena ada orang lain yang melihat luka memar di tangan Cora. Tak mau Finn berlama-lama di sini, Axel langsung mengambil jaket itu. “Terimakasih.” Axel hampir saja menutup pintu, sebelum ayahnya menyapa Finn.

“Siapa dia?”

“Di…”

“Saya teman Cora,” potong Finn.

“Ajak dia makan malam sekalian, Axel.”

“Dia terburu-buru ayah.”

“Dengan senang hati, Tuan,” potong Finn, dan langsung menyerobot masuk. Dia memang sengaja memanfaatkan jaket itu agar bisa mencari tahu siapa keluarga Cora. 

Axel mengumpat dalam hati karena tak bisa mencegah Finn. Ini bisa menjadi boomerang baginya. “Awas kau, Cora.”

Finn berjalan lebih dalam lagi, mendekat pada Tn. Owen yang baru saja keluar dari kamarnya. 

“Bisakah kau membantuku ke sana?” Tn. Owen menunjuk ke meja makan. Karena tak ada penyekat antara dapur dan ruang tengah, Finn bisa melihat Cora yang sudah mulai menata masakan di atas meja makan. 

“Tentu, Tuan.” Finn membantu mendorongkan kursi roda Tn. Owen ke meja makan. 

Cora  yang masih sibuk, belum menyadari kedatangan Finn di rumahnya.

“Duduklah.” Tn. Owen mempersilahkan Finn duduk.

Finn duduk di samping Tn. Owen. Makanan di atas meja terlihat sangat nikmat walaupun itu hanya masakan sederhana. Saat memperhatikan hidangan-hidangan itu, sudut matanya seperti menangkap wajah Tn. Owen yang menghadap padanya. Itu membuatnya menoleh padanya. Entah kenapa, senyuman Tn. Owen yang tercetak di bibirnya aneh. Senyumannya menggambarkan perasaan lega karena menemukan penyelamat. 

Finn terus memberikan tatapan hangat pada Tn. Owen, menunggu apa yang akan dia ucapkan. 

“Tolong, Cora,” lirih Tn. Owen. Tatapan memohon, terlihat kala dia mengucapkan permintaannya itu.

Finn mendekatkan mulutnya pada telinga Tn. Owen. “Aku memang ingin menolongnya,” bisiknya. 

“Terimakasih,” ucap Tn. Owen sambil menggenggam tangan Finn juga. 

Tekad Finn semakin besar karena kepercayaan dari Tn. Owen untuknya. Dia juga menduga, semua penderitaan Cora berasal dari kekejaman pria yang sempat mencegahnya masuk tadi. Dari wajah pria itu yang garang, sangat mungkin bila dia tega memberikan pukulan-pukulan keras pada tubuh Cora. 

“Finn! Kenapa kau…” Cora sangat terkejut karena Finn yang tiba-tiba sudah duduk di situ. Matanya bukan hanya melotot kaget pada Finn, tapi juga melotot ke arah lain tepatnya sesuatu di belakang Finn. Finn langsung mengikuti arah pandang Cora, penasaran dengan apa yang membuatnya takut. Ternyata sosok yang dilihatnya adalah Axel. Sikap Cora tadi, semakin meyakinkannya. 

  

***

"Kenapa?" tanya Ny. Yara. Dia berusaha menghilangkan wajah kusut kekasihnya, dengan memberikan usapan lembut pada pipi Axel. Mereka berdua sedang berada di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang.

Axel sedari tadi melamun, menatap kosong ke jalanan dengan rasa khawatir yang masih terasa. Kecanggungan di meja makan tadi, membawa efek besar pada nyalinya. Apalagi, saat Finn yang menjelaskan tentang keaktifannya untuk memberantas kasus KDRT. Bisa-bisa Finn mengirimnya ke penjara kalau sampai dia tahu semuanya. Sebenarnya setelah kepulangan Finn, dia sangat ingin menghabisi Cora. Tapi sang kekasih malah menelponnya untuk bertemu. 

“Axel… Jangan mendiamkanku,” rayu Ny. Yara sambil bergelayutan manja pada Axel. 

Axel berusaha menyingkirkan ketakutannya dulu, agar dia tak merusak momen romantisnya dengan sugar mommy itu. Kalau sampai Ny. Yara marah, bisa-bisa dia kehilangan suntikan dananya juga. "Tidak apa, sayang." Dia beralih dari jalanan, ke mata kekasihnya. Untung matanya mirip dengan mata seseorang yang dia cintai, jadi tatapan hangatnya terlihat natural dan juga membuat senyumnya terlihat tulus tanpa paksaan. "Kau mengajakku ke rumah lagi?"

"Iya…” Usapan di pipi tadi, beralih mengusap pundak Axel. “Bagaimana kalau satu permainan?” pinta Ny. Yara dengan nada menggoda.

Sebenarnya Axel sangat ingin menolaknya. Di situasi sekarang ini, gairahnya untuk melakukan hubungan intim, tidak ada sama sekali. Dia takut, jika dipaksakan pasti kurang memuaskan Ny. Yara. Tapi jika ditolak, dia juga akan merugi.

Melihat Axel yang hanya diam saja, membuat Ny. Yara gemas. Kemudian dia melepaskan semua sentuhannya pada Axel lalu mengambil sebuah kertas dan memberikannya pada Axel.

Check bernilai 100 juta itu langsung membuat gairah Axel membuncah. 

“Tenang saja, sayang. Aku akan memberimu waktu,” kata Ny. Yara. Dia tahu, sikap diam Axel sebenarnya adalah sebuah penolakan yang tak terucapkan. Nafsunya sangat besar setiap melihat Axel, membuatnya akan melakukan apapun agar itu tersalurkan. Karena memang hanya itu tujuan Ny. Yara mendekati Axel. Semua khayalan sempurna permainan ranjang, ada pada sosok Axel.

Karena nominal itu, kini Axel yang mulai memberikan sentuhan-sentuhan pada Ny. Yara. Itu adalah usahanya untuk “berpura-pura” tergoda dengan tubuh Ny. Yara. Dia terus melakukan itu, sampai membuat Ny. Yara lemas.

“Aku sudah tidak tahan…” desah Ny. Yara yang sudah mencoba untuk menyambar bibir Axel.

“Sebentar sayang.” Axel menahan bibir Ny. Yara lalu memberikan usapan dan cubitan di sana. Dia sengaja mengulur-ulur waktu agar dia tak perlu bermain terlalu lama dengan wanita ini. Dia juga berusaha membangkitkan gairahnya lebih tinggi lagi agar dalam satu ronde itu, keduanya bisa klimaks bersama dalam waktu yang singkat. 

 

Perlakuan yang Axel berikan itu, malah semakin membuat Ny. Yara tak terkendali. Tanpa babibu, wanita itu langsung membuka paksa resleting celana Axel lalu menyibakkan roknya. Alhasil mereka melakukan hubungan itu di dalam mobil yang masih melaju. Beruntung ada gorden yang menutup kaca mobil juga membatasi kursi pengemudi. Walaupun tidak terlihat, bukan berarti itu tak terdengar.

“Haaah… Astaga… Aku tidak menyangka bisa secepat ini,” puas Ny. Yara. Tepat seperti rencana Axel. Mereka hanya berhubungan 2 menit untuk mencapai puncak.

Axel langsung membenarkan celananya, mencegah Ny. Yara agar tak meminta lagi. Sesingkat itu saja sudah membuatnya kelelahan. Mungkin jika tidak membayangkan orang lain dipikirannya, dia takkan bisa klimaks secepat itu.

“Aku mau lagi…” pinta Ny. Yara sambil berusaha membuka resleting Axel.

Axel menahan tangan Ny. Yara, juga menurunkan rok mini milik Ny. Yara. “Kita lanjutkan di ranjang saja ya.”

Ny. Yara semakin mendekatkan tubuhnya pada tubuh Axel untuk segera melahap pria mudanya itu. “Sekali lagi Axel…”

Tiba-tiba pintu mobil terbuka. Itu adalah ulah Axel yang memang sengaja melakukan itu setelah dia menyadari mesin mobilnya mati. Dengan begitu, Ny. Yara mau tak mau akan menghentikan kegenitannya itu karena seluruh bodyguard yang berjaga di depan pintu mobil sudah melihatnya sebelum mereka semua membalikkan badannya.

“Sudah sampai ternyata. Baiklah aku beri waktu istirahat untukmu, agar kau bisa pemanasan sebentar. Aku tunggu di kamar,” ucap Ny. Yara sebelum turun dari mobil.

“Sial! Dia bilang hanya satu permainan, kenapa dia minta lagi? Lalu bagaimana caranya mengembalikan gairahku lagi?!” kesal Axel sambil menendang keras kursi di depannya. Sekarang dia mencoba melihat video-video tentang hubungan di ranjang untuk mengembalikan nafsu birahinya. Setelah beberapa video, dia akhirnya turun juga dari mobil lalu masuk ke rumah mewah Ny. Yara.

Dengan langkah lamban, Axel berjalan menuju kamar Ny. Yara. Bukan hanya berjalan lambat untuk mengulur waktu, dia juga sengaja memutari rumah sebesar itu. “Andai saja aku bisa mengambil brangkasnya, aku tidak perlu melakukan ini,” gumamnya. Pasalnya setiap dia ingin masuk ke ruangan yang ada di sana, selalu ada bodyguard yang berjaga. Kini dia baru saja menaiki tangga dan sudah berada di lantai 2. Ada yang aneh di lantai ini. Di lantai ini ada beberapa ruangan, tapi dia tak menemukan satu bodyguard pun yang berjaga di sini. Tanpa sengaja dia melihat salah satu ruangan dengan pintu yang terbuka. Itu menarik perhatiannya.

Setelah mendekati ruangan itu, Axel mendengar suara teriakan kesal dari dalam. Dia langsung mengintip dari pintu dan menemukan Shea di meja belajarnya, yang terus mengumpat karena hal yang sedang dia kerjakan. Lantai dua ini memang khusus untuk Shea. Lantai 2 di lift, sengaja di blok agar hanya Shea yang bisa masuk ke sana. Tapi, beruntungnya Axel yang bisa menemukan tangga darurat menuju ke lantai ini.

Senyuman langsung mengembang di bibir Axel karena akhirnya dia bisa menemukan orang yang dibayangkannya saat berhubungan dengan Ny. Yara tadi. “Lumayan… Dia pasti bisa mengembalikan gairahku lagi,” gumamnya sambil melangkah masuk.

"Itu terbalik, seharusnya kau memasangnya dari yang besar dulu," saran Axel. Dia sudah berada di samping Shea.

Shea langsung menoleh karena suara Axel itu. Tepat saat menoleh, ternyata jaraknya sudah sangat dekat dengan Axel karena kepala Axel yang sejajar dengannya. "Kenapa kau masuk ke sini?! Keluar!" bentak Shea sambil mendorong Axel. 

Bukannya keluar, Axel malah berjalan mendekati Shea lagi "Kalau kau merakitnya sambil marah-marah, sampai besokpun teropong itu tidak akan jadi," sindir Axel.

Shea berusaha menjauhkan dirinya dari Axel.

 

“Kenapa takut seperti itu?” Axel berjalan mendekati Shea yang sekarang sudah berdiri di pojok ruangan. “Aku hanya ingin membantumu.” Dia mengambil teropong yang Shea pegang lalu kembali ke meja belajar untuk membantu merakit teropong itu. 

Shea yang tadi memasang tanda waspada, kini sudah mulai tenang dan mulai berani mendekati Axel. Dia memperhatikan Axel yang dengan cepat memasang komponen-komponen teropong itu dengan tepat tanpa melihat buku panduan sedikitpun. Ini sangat menguntungkannya, karena dia tidak perlu capek-capek untuk mengerjakan itu.

"Selesai!" seru Axel sambil memberikan teropong itu pada Shea. 

"Terimakasih. Sekarang pergi dari kamarku," ucap Shea berterimakasih sekaligus mengusir Axel.

"Ucapan terima kasih saja?" tanya Axel. 

Shea menatap Axel bingung. Lalu sedetik kemudian, dia baru menangkap maksud pertanyaan itu. Dia berjalan mengambil beberapa uang lalu memberikannya pada Axel.

Axel menatap uang itu sesaat sebelum meraihnya. Bukan uangnya yang dia raih, melainkan tangan mulus milik Shea dan sedikit memberikan tarikan untuk mendekatkan tubuh Shea padanya. Tangan satunya kini juga ikut bergerak menyentuh bibir Shea. "Aku hanya ingin..." 

Bugh!

Shea memberikan tendangan yang sangat keras pada Axel."Jangan macam-macam padaku!" teriaknya histeris. Saking takutnya, dia sampai membanting teropong yang baru selsai dirakit itu.

Axel yang masih ingin menggoda Shea, jadi tidak tega karena reaksi yang ditunjukkannya. “Maaf…” ucapnya.

“Cepat keluar!”

Axel langsung bergegas keluar agar tak membuat bodyguard datang. Dia kembali pada tujuan awalnya, yaitu menuju kamar Ny. Yara untuk bermain. Pertemuannya dengan Shea, juga sentuhan pada tangan dan bibirnya tadi, membuat gairahnya kembali penuh. Shea benar-benar membantunya, karena memang hanya Shea yang bisa memenuhi spirit vitalitasnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status