Sejak kejadian tadi pagi, Celestine dan anggota gengnya tidak mengusikku lagi. Kelima siswi itu kapok karena tertangkap basah oleh pak Yeremia. Ancaman akan mengeluarkan mereka dari sekolah pun sukses membuat siswi-siswi itu jera.
Aku memandang kosong papan tulis yang penuh dengan angka dan rumus. Padahal tidak sampai 5 detik aku melamun, tahu-tahu materi yang dijelaskan oleh guru sudah jauh dan tidak kumengerti lagi.
"Freya," panggil suara yang terdengar berat khas lelaki dewasa.
Aku tersentak kaget dan menyahut, "Ya, Pak?"
Aku menatap pria bertubuh pendek dan berkulit sawo matang yang berdiri di depan papan tulis. Pak Mulyadi, guru Matematika yang sekarang sedang mengajari kelas kami melemparkan sebuah tatapan tajam ke arahku.
Aku menelan ludahku yang kesat. 'Oh, sial ... jangan-jangan Bapak melihatku lagi melamun? Tajam banget dah tuh mata.'
"Berapa hasil dari ini?" tanyanya sambil menunjukkan spidol di tangannya ke salah satu rumus dari
Aku menajamkan pendengaranku dan mendengar pak Yeremia membalas sogokan dari orang tua murid itu. "Maaf, Bu. Saya tidak bisa menerimanya."Aku menghela napas lega saat mendengar pak Yeremia menolak sogokan itu. Sudah kuduga pak Yeremia akan menolaknya, dia 'kan orangnya menjunjung kejujuran dan keadilan. Mau disogok berapa pun, pak Yeremia pasti tidak akan menerimanya.Kudengar orang tua murid yang tadi mencoba menyogok pak Yeremia berkata, "Kalau 6 juta, bagaimana menurut Bapak?"Aku kembali gelisah saat mendengar wanita itu masih belum menyerah untuk menyogok sang guru BK, bahkan dia menawarkan jumlah uang yang lebih tinggi daripada sebelumnya. 'Jangan-jangan ibu itu akan terus menaikkan tawarannya sampai diterima oleh pak Yere?'"Sekali lagi saya akan menolaknya," balas pak Yeremia setelah hening sesaat.Helaan napas lega keluar lagi dari mulutku. Meskipun begitu, kegelisahan di dalam hatiku masih belum menghilang. Aku takut pak Yeremia akan men
Keesokan harinya, aku turun ke sekolah dengan tidak semangat. Aku tidak semangat bukan karena malas, tetapi karena belum siap menghadapi apa yang akan terjadi padaku mulai hari ini.Kugenggam erat tali ranselku. 'Kalau pak Yere menerima sogokan itu, kemungkinan besar Celestine dan kawan-kawannya akan kembali merundungku. Terlebih lagi, sekarang mereka bisa bebas melakukan apa saja tanpa takut dihukum.'Sebuah hembusan napas frustrasi keluar dari mulutku. 'Semoga apa yang kupikirkan hanya akan menjadi prasangka saja ... kuharap apa yang kupikirkan tidak akan sampai menjadi kenyataan ....'Sampailah aku di lantai 2 setelah menaiki puluhan anak tangga. Kutelan ludahku dengan gugup karena aku semakin dekat dengan ruangan kelasku, dimana aku akan bertemu dengan Celestine dan anggota gengnya.Kulangkahkan kakiku dengan berat menuju ruangan kelasku yang berada beberapa meter di depanku. Kulalui ruang guru dan ruang BK sambil memandang ke dalam ruangan-ruangan it
Bel berdering, menandakan bahwa jam pelajaran telah berakhir dan digantikan oleh jam istirahat. Kelas yang tadinya hening, kini dipenuhi oleh suara siswa-siswi yang bersorak gembira karena akhirnya bisa mengistirahatkan otaknya yang penat dan mengisi perutnya yang kosong."Pelajaran sampai sini saja, Anak-anak," ujar pak guru yang duduk di mejanya."Oh, ya, saya akan kasih kalian PR," tambahnya yang membuat murid-muridnya mengeluh."Jangan lah, Pak," pinta seorang siswa yang duduk tak jauh dariku.Siswa-siswi yang lain pun ikut-ikutan memohon agar tidak jadi diberikan pekerjaan rumah, yang biasa disebut sebagai PR. Namun, rayuan mereka sia-sia karena guru tersebut tidak mengubah pikirannya dan tetap bersikeras untuk memberikan kami PR.Pria paruh baya itu bangkit dari kursinya dan berjalan menuju pintu yang terbuka lebar. "Pokoknya kalian harus kerjakan soal esai di halaman 60. Tidak usah tulis soal dan jangan menyontek jawaban teman kalian."
Hari kemarin pun telah berlalu dan tibalah hari ini; hari Sabtu. Aku melangkah menaiki tangga dengan langkah yang tak begitu cepat untuk menghemat tenaga. Lagi pula, bel masukan masih belum berbunyi jadi aku tidak perlu terburu-buru masuk ke kelas.Tiba-tiba ada yang menarik ranselku dari belakang sehingga aku nyaris saja terjungkal. Aku berpegangan erat dengan pegangan tangga sembari menstabilkan tubuhku. Bunyi detak jantungku yang berdetak dengan sangat cepat terdengar jelas di telingaku."Hei, Freya!" sapa orang yang menarik ranselku tanpa rasa bersalah.Kutarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan panjang. Aku menoleh ke arah orang yang menyapaku; Christina, salah satu anggota gengnya Celestine. Dia adalah gadis tomboy dan memiliki sifat yang usil seperti Stephen."Kamu gila, ya, main narik-narik tas orang di tangga? Bagaimana kalau nanti aku jatuh dan terluka?" tegurku sambil menatap tajam Christina.Christina hanya cengengesan saat
Aku duduk di atas ranjang yang tidak begitu empuk dengan segelas air hangat di tanganku. Kuedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan ini. Di ranjang lain terbaring lemas seorang siswi yang sepertinya habis pingsan.Di samping ranjangnya, duduk seorang wanita bertubuh pendek dan gempal. Wanita itu adalah petugas UKS lain yang menggantikan jadwal jaga bu Herlina karena dia berhalangan untuk hadir di sekolah."Tadi kamu ada sarapan?" tanya petugas UKS tersebut kepada siswi itu.Siswi itu menggelengkan kepalanya dengan lemah. Petugas UKS itu pun menghembuskan napas panjang. Dia menceramahi siswi itu mengenai pentingnya sarapan dan menyuruhnya untuk makan setelah keluar dari ruang UKS.Setelah puas berceramah, wanita berbadan gempal itu mengalihkan pandangannya dari siswi itu ke arahku. "Kalau kamu, apa kamu sering sesak?""Iya, Bu," jawabku.Lawan bicaraku bangkit dari kursi lalu berjalan menghampiriku sambil menyeret kursi yang tadi didudukinya
Bunyi peluit yang nyaring tertangkap oleh telingaku. Aku dan siswi-siswi lainnya pun berhenti bergerak dan menoleh ke arah sumber bunyi, guru PENJAS. Pria itu berdiri di tepi lapangan sambil melihat jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya."Waktu habis! Pemenangnya adalah grup Christina dengan skor 8:4!" ujar pak guru.Suara sorak sorai dari murid laki-laki mulai terdengar. Mereka bersorak kepada grup yang menang dan mengabaikan grup yang kalah. Christina, sebagai pemain yang mencetak paling banyak goal pun berselebrasi dengan meriah."Kamu hebat, Christie!" puji Celestine yang menyebut nama Christina dengan nama kecilnya.Celestine dan anggota gengnya mengangkat tubuh Christina dan melemparnya ke atas berulang kali. Karena tubuh Christine yang kecil, dia jadi ringan untuk diangkat dan dilempar seperti itu.Aku mengalihkan pandanganku dari kelima siswi itu lalu melangkahkan kakiku keluar dari lapangan dengan langkah lesu. Aku tida
Saat aku sedang menikmati bekalku sambil melihat pemandangan dari atap sekolah, tiba-tiba ada yang mendorong punggungku dari belakang. Kotak bekalku pun terlepas dari tanganku dan terjun bebas ke bawah.Terdengar bunyi benda jatuh saat kotak bekalku mendarat di atas permukaan datar yang keras. Sontak aku melihat ke bawah dan mendapti kotak bekalku terbalik di atas kanopi beton. Kuhela napas lega saat mengetahui kotak bekalku tidak langsung jatuh ke dasar.Kugenggam erat pagar beton yang tingginya hanya sepinggangku. 'Untung saja ada kanopi. Kalau tidak, kotak bekalku pasti akan pecah karena jatuh dari ketinggian 4 lantai.'Karena terlalu fokus pada keadaan kotak bekalku, aku jadi lupa dengan orang yang sudah mengagetkanku sehingga membuatku menjatuhkan kotak bekalku. Orang memanggil namaku untuk menarik perhatianku."Freya~ Kamu lagi melamunkan apa sih? Daritadi dipanggil tidak nyaut," tanyanya.Aku pun membalikkan badanku, menghadap ke arah lawan
Mendengar suara lelaki dewasa yang berteriak kepadaku, sontak aku menghentikan kegiatanku dan menoleh ke arah sumber suara. Kulihat seorang guru berseragam cokelat berdiri di ambang pintu yang berjarak cukup jauh dari tempatku berdiri.Pria itu berlari ke arahku walaupun tubuhnya sudah tidak sebugar saat dia lebih muda. "Ayo naik ke sini! Di sana berbahaya, Nak!"Aku pun menuruti perintahnya. Aku memanjat tembok yang tingginya hanya sepinggangku dan beranjak dari atas kanopi. Pak guru yang mengkhawatirkanku pun membantuku turun dari tembok yang kupanjat dan bertanya kepadaku."Apa yang kamu lakukan di sana? Kamu tahu tidak seberapa kagetnya saya melihat kamu berdiri di atas kanopi? Itu berbahaya, tahu!" Dia memborbardir aku dengan pertanyaan-pertanyaan dan teguran."Maaf, Pak, saya hanya mau mengambil kotak bekal saya yang jatuh," jawabku sambil memperlihatkan kotak makan berbahan plastik di tanganku.Pak guru menggeleng-gelengkan kepalanya setelah