Bab 44 Kejutan manis untuk Gani"Ayah, Bunda mana?" tanya Albi saat membuka pintu kamar mandi.Saat ini, Gani berada di belakang pintu kamar mandi dan Mahira bersembunyi dibelakang tubuhnya. Ia sengaja melongokan kepalanya keluar agar Albi tak masuk ke kamar mandi, jadi hanya kepala Gani saja yang terlihat."Albi mau apa nyariin bunda?" tanya Gani."Bunda nyimpen robot Albi, Albi mau nanya di mana bunda nyimpennya," jawab bocah kecil itu."Di kontainer ijo," bisik Mahira di telinga Gani.Gani pun mengangguk."Di kontainer warna ijo." Gani memberitau pada Albi.Karena sudah di beri tau, bocah kecil itu pun pergi tanpa menjawab lagi ucapan sang ayah.Setelah Albi pergi, Gani menutup kembali pintu kamar mandi.Gani pun mengajak Mahira untuk berendam di bathub, lalu mengulangi kegiatan panas mereka.Saat ini, mereka masih berendam di bathube dengan posisis yang berhadap-hadapan. Gani terus menatap wajah Mahira yang sedang tertunduk.Saat dulu pun Mahira sudah cantik, sekarang kencatikann
"Sayang, bangun yu ... Ini udah hampir siang. Mas bentar lagi praktek," ucap Gani. Setelah Drama semalam Mahira tak mau melepaskan pelukannya. Pagi ini pun, setelah sholat subuh Mahira ingin kembali tidur dan memeluk suaminya. Mungkin rasa itu terasa lebih manis kala satu bulan ini dia salah sangka pada suaminyaBukannya menjawab, Mahira malah memeluk suaminya semakin erat. "Nanti dulu, masih mau meluk!" Jawabnya sambil memejamkan mata. Ia benar-benar merasa nyaman memeluk suaminya.Gani tersenyum, ia mengelus punggung sang istri. "Kangen ya? karena sebulan kemaren ga meluk Mas?" tanya Gani sambil terkekeh pelan. Pasalnya selama sebulan kemarin, saat dirinya salah sangka pada suaminya, Mahira tak pernah membalas pelukan Gani.Bukannya membalas ucapan suaminya, Mahira membuka matanya, ia mengangkat kepalanya dan langsung mencium pipi Gani, lalu mengecup bibir Gani.Setelah itu, ia menyimpan kepalanya di dada Gani, ia mengusap dada Gani dengan telunjuknya.Mendapat perlakuan begitu dar
Bab 46 Kamu bau "Maksudnya gimana sih, yank?" tanya Gani saat Mahira menyuruhnya memakan bakso, bukankah tadi istrinya yang menginginkannya."Ya, Mas yang abisin. Aku mau ngeliat mas makan bakso," jawabnya sambil menyeruput kembali jus di tangannya. Ia memang ingin bakso. Tapi tiba-tiba ia malah ingin melihat suaminya yang memakan bakso"Yank, kan tadi kamu yang mau. Kenapa sekarang jadi Mas yang harus makan?" tanya Gani, ia berbicara selembut mungkin pada istrinya."Mas, waktu aku hamil Albi, aku ngadepin ngidam aku sendiri. Dulu, waktu awal-awal aku hamil kamu ga pernah perduliin aku, Dulu, waktu aku peng ...." perkataan Mahira terputus saat melihat suaminya mengambil mangkok yang berisi bakso dan langsung menyantap baksonya, ia melihat kearah Mahira dan tersenyum, tapi hatinya ketar-ketir.Bagaimana tidak, selama sebulan ini ia menjadi seorang vegetarian agar hidupnya bertambah sehat, tapi sekarang ....Ah, syudahlah, kebahagian istrinya lebih penting dari apapun sekarang.Mahira
Bab 47Gani melongo mendengar ucapan istrinya. Ia menghela napas, menghadapi istrinya harus memiliki kesabaran super extra."Yank, Mas udah mandi, masa bau?""Bukan Masnya. Tapi susu hamilnya!"Gani menghela napas lega, "Kamu ga mau minum susunya?" tanya Gani. Mahira menggeleng."Sini cepet!" titahnya."Bentar Mas simpen dulu ini ke dapur."Setelah menyimpan susu ke dapur, Gani pun kembali ke kamar. Ia melangkahkan kakinya menuju ranjang, lalu membaringkan tubuhnya dan menjadikan paha Mahira sebagai bantalan, dia mengarahkan wajahnya pada perut istrinya dan menciumnya terus menerus."Mas!" panggil Mahira, ia meletakan ponselnya, tangannya mengelus rambut Gani.Gani mengubah posisinya menjadi melihat kearah Mahira, ia mengambil tangan Mahira yang sedang mengelus rambutnya, lalu mengecupnya. "Kenapa?" tanya Gani"Mas aku pengen ngadain resepsi pernikahan kita," lirih Mahira dengan suara pelan. Melihat ponsel dan melihat tentang artikel pernikahan. Tiba-tiba ia ingin mengadakan resepsi.
"Mas, hari ini jadwal kontrol kandunganku. Bisakah mas saja yang memeriksaku," ucapku pada suamiku saat kami sedang sarapan. Ada sedikit ketakutan dan rasa malu saat aku mengungkap keinginanku pada mas Ghani yang tak lain adalah suamiku. Bagaimana tidak, suamiku yang berkerja sebagai dokter kandungan sama sekali tak mencintaiku, bahkan mungkin tak menganggapku ada. Kami menikah karena terpaksa. Mendiang istri suamiku memaksa kami menikah sebelum kematian datang menyapanya.Mas Gani menaruh sendok yang sedang di pegang nya. Seperti biasa, dia menatapku dengan tatapan datar. "Pasien saya penuh. Kamu bisa periksa di rumah sakit lain," jawab suamiku acuh dan kembali menyodokan makanan kemulutnya.Mendengar jawaban suamiku. Mataku mengembun. Jawaban yang selalu sama setiap aku mengutarakan keinginanku. Seharusnya aku tak perlu sakit hati lagi dengan jawabannya karena aku tau, pasti dia akan menjawab hal yang sama. Tapi, tetap saja, rasa sakit itu tak bisa di hindari. Setelah mendengar j
Bab 2 diluar kuasaku Saat aku masuk kedalam ruangan mba Rahma, aku dibuat terkejut dengan kondisi mba Rahma. Tubuh Mba Rahma menempel alat-alat medis. Rupanya kondisi Mba Rahma sudah semakin parah."Mahira, kemarilah!" titah ibu dari mba Rahma yang bernama bu Hilda. Aku pun dengan ragu mendekat ke arah mba Rahma. Sempat aku Melirik kearah mas Gani. Namun, lagi-lagi mas Gani menatapku dengan sinis hingga membuatku buru-buru memalingkan tatapanku kearah lain. "Mahira!" panggil mba Rahma sambil terbatas-bata. "Iya, Mba. Aku disini," jawabku sambil menggenggam tangan mba Rahma. Air mataku jatuh seketika saat melihat kondisi mba Mahira, terlihat jelas dia sedang menahan sakit."Mas!" panggil mba Rahma pada mas Gani.Mas Gani pun mendekat. "Ya, sayang.""Mas, aku mohon penuhi keinginanku. Menikahlah dengan Mahira! Demi Dita dan anggap ini menjadi permohonan ter'akhir ku," ucap mba Rahma.Mendengar ucapan mba Rahma, aku melepas genggamanku dari tangan mba Rahma."Maaf, Mba. Aku tak bisa
Bab 3 Kenapa kau tega Mas Aku tau, Dita masih kecewa. Memang semenjak aku mengandung sikap mas Gani pada dita pun sudah kembali seperti semula. namun walaupun begitu, tetap saja ada perbedaan sikap mas Gani pada Dita ketika ada mba Rahma dan saat mba Rahma telah tiada. Ingin aku menegur mas Gani dan meminta mas Gani untuk lebih memerhatikan Dita. Namun sayang, aku tak punya keberanian untuk mengatakannya. "Dita, bagaimana jika setelah memeriksa dede bayi kita pergi ke taman untuk membeli ice cream," ucapku pada Dita yang masih menunduk. Mendengar ucapanku, seketika Dita mengangkat kepalanya. "Bolehkan aku memakan ice cream Bunda?" tanyanya. Gadis kecil yang bulan depan akan genap berusia 6 tahun itu tampak bersemengat ketika mendengar kata ice cream.Selama ini, mendiang mba Rahma dan mas Gani sangat memantau semua makanan yang masuk kedalam tubuh Dita. Mas Gani dan mba Rahma melarang Dita makan sembarangan dan termasuk melarang makan ice cream, permen, coklat dan lain-lain. It
Bab 4 Ketakutan DitabAuthor POV."Tapi, bunda, kan, belum di periksa oleh ayah?" Tanyanya polos saat Mahira mengajaknya pergi.Mahira tersenyum sambil mengelus rambut anak tirinya. "Di sini terlalu banyak pasien yang mengantri untuk diperiksa ayah, jika kita menunggu, mungkin akan selesai sore dan dan kita tak akan sempat untuk makan ice cream di taman, jadi bagaimana jika kita memeriksa dede bayi di klinik dekat taman," jawab Mahira. Dia teringat ada klinik di dekat taman. Karena tak mungkin pergi kerumah sakit lain, Mahira pun memutuskan untuk memeriksa kandungannya ke klinik dekat taman saja.Mendengar kata ice cream, Dita kembali bersemangat. "Ayo, Bun. Kita kesana." Dengan antusias Dita bangkit dari duduknya disusul Mahira yang juga ikut bangkit dari duduknya. Mereka pun bergandengan tangan dan keluar dari rumah sakit. °°°Dan kini, Mahira dan Dita sudah duduk di kursi taman, mereka sedang menunggu ice cream pesanan Dita tiba. Sebelum ke taman, Mahira terlebih dulu singgah di