Keesokan harinya, Tim Penyelidikan Aciel kembali mencari sample-sample yang bisa mereka teliti. Mereka masih menelusuri Hutan Borneove bagian timur namun, bedanya kali ini mereka lebih memfokuskan pencarian di daerah bebatuan. Setelah berjam-jam mencari, akhirnya mereka menemukan sesuatu yaitu bercak air liur. Air liur tersebut diambil, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi. Mereka kembali melakukan pencarian lagi selama berjam-jam tetapi kali ini, mereka tidak mendapatkan apa-apa. Hari sudah semakin siang, matahari sudah berada tepat diatas kepala mereka. Meskipun mereka berada di dalam hutan, tetapi panas dari sinar matahari, ditambah dengan kelelahan mencari sample membuat mereka lemas. Aciel pun memutuskan untuk istirahat sejenak dan makan siang.
“Sebaiknya kita makan siang dulu,” ujar Aciel.
“Siap Ketua!” jawab anggota Tim Penyelidikan.
Setelah makan siang, mereka melanjutkan pencarian tetapi kali ini Aciel tidak ikut mencari sample. Dia balik ke tenda untuk memeriksa langsung sample air liur yang dia jumpai tadi dengan bulu beruang yang dia ambil kemarin. Sesampainya di tenda, dia masuk ke dalam tenda khusus laboraturium yang berisi banyak alat laboraturium seperti tabung reaksi, labu erlenmenyer, pipet tetes, cawan, laptop analisis, dan lain-lain.
Aciel menyalakan laptop analisis, laptop itu lebih besar dari laptop pada umunya di karenakan bagian laptop tersebut terdapat sebuah kotak besar untuk memasukkan suatu sample yang ingin diuji. Setelah menyala, dia menekan tombol di sampingnya kemudian bagian kotak besar di bawah terbuka. Aciel memasukkan tabung reaksi berisikan bulu beruang dan air liur tersebut ke dalam kotak besar itu. Aciel menekan tombol ‘Mulai’ pada keyboard laptop, lalu dengan otomatis kotak yang ada di bawahnya itu tertutup dan mulai menganalisis sample yang ada di dalam. Layar laptop tersebut menunjukkan tulisan ‘Penelitian sample berhasil 1%’.
“Haaah …”
Aciel menghela nafasnya kasar, karena menurutnya ini lama sekali mungkin jika diperkirakan bisa berjam-jam lamanya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke tendanya, melanjutkan pekerjaan dia yang sebelumnya yaitu memperbaiki alat-alat buatannya. Sesampainya di tenda miliknya sendiri, Aciel mulai mengotak-atik alat-alat miliknya di atas karpet hingga dia tidak sadar ada perempuan yang mengawasinya dari belakang.
“Itu alat kemarin yang membuat pohon ku tumbang kan?” tanya perempuan itu yang tiba-tiba kini sudah berada di depan Aciel.
Aciel terkejut, hingga jatuh kebelakang. Dia mengelus-ngelus dadanya perlahan sambil menarik nafas dan mengeluarkannya pelan-pelan.
“Astaga Aredel! kenapa tiba-tiba ada disini?!” teriak Aciel.
Perempuan yang dipanggil Aredel itu tertawa kecil lalu menjawab, “Hehe … habisnya aku bosan di luar, jadi aku mengikutimu masuk.”
“Bagaimana? Aku yakin tidak ada orang tadi di belakangku saat aku masuk,” tanya Aciel bingung.
“Aku bisa menembus tembok, jadi aku tidak mengikutimu dari belakang,” jawab Aredel sambil melihat-lihat isi tenda Aciel.
Aredel berjalan kesana-kemari mengelilingi tenda Aciel. Dia berjalan masuk ke kamar mandi, berjalan ke meja kecil dekat jendela yang diatasnya terdapat sebuat kotak berukuran setengah meter.
“Itu microfast,” ucap Aciel lalu menghampiri Aredel.
Aredel mengangguk mengerti, meskipun dia sendiri juga tidak tau apa itu microfast. Dia berjalan menuju meja yang berada di depan tempat tidur Aciel, dia menarik kursi kecil dari meja tersebut lalu duduk di kursi tersebut sambil mengambil beberapa barang yang tergeletak di atas meja seperti bola putih bulat yang jika disentuh ternyata kenyal sekali.
“Jangan disentuh, itu bukan mainan,” ucap Aciel lalu mengambil bola putih yang kenyal itu.
Aredel mengerucutkan bibirnya, lalu beranjak dari kursi tersebut dan duduk di lantai besi di lapisi karpet bulu.
“Hei … Aredel Selain bisa menembus tembok kau bisa apalagi?” tanya Aciel penasaran.
“Bukankah kau sudah melihatnya kemarin?” tanya balik Aredel yang kini tangannya iseng mengambil tongkat panjang di lantai.
Aciel dengan cepat mengambil tongkat itu dari tangan Aredel dan berkata, “Jangan pegang sembarangan, ini berbahaya.”
“Memangnya dia mengeluarkan apa?” tanya Aredel penasaran.
“Halilintar kecil,” jawab Aciel singkat.
“Jika kau mau tahu lebih … intinya kami ini memiliki sihir kekuatan, sihir elemen, dan ada juga sihir mantra. Tidak semua elemen kok hanya beberapa saja, dan kekuatan juga tidak semuanya hanya bisa berlari cepat, terbang, telekinetis, dan menembus tembok,” jelas Aredel.
Aciel mangangguk mengerti lalu duduk di atas karpet tendanya, yang diikuti oleh Aredel. Mereka duduk berhadapan, Aciel yang sibuk mengotak-atik tongkat tadi, dan Aredel yang memegang-megang benda di depannya.
“Haaah … kau itu memang susah dibilangin ya,” ucap Aciel pasrah.
“Apa kau mau cemilan atau minuman? Setidaknya agar tangan mu tidak menyentuh barang-barangku.” tawar Aciel.
“Boleh, aku mau air putih,” jawab Aredel
“Air putih? Tidak mau susu? Kopi? Atau mungkin jus?” tanya Aciel bingung.
“Tidak, air putih jauh lebih enak,” jawab Aredel.
“… aneh,” gumam Aciel lalu mengambilkan segelas air putih.
“Makanan? Aku ada sosis, dan beberapa buah-buahan,” ucap Aciel.
“Aku vegetarian, jadi buah saja,” jawab Aredel.
Aciel membawakan segelas air putih, dan sekeranjang buah berisi pisang, apel, pir, anggur, dan strawberry pada Aredel. Aredel meminum air putih tersebut, lalu memakan buah apel yang ada di keranjang. Aciel melanjutkan kegiatannya kembali, namun kali ini dia tambah tidak bisa fokus karena Aredel memperhatikannya dari tadi yang membuat Aciel salah tingkah.
“Apa kau kepanasan? Wajah mu memerah,” tanya Aredel dengan wajah polosnya sambil mengunyah apel.
“Astaga … kalau bukan karena kerja sama mungkin aku sudah mengusirnya keluar,” batin Aciel.
“Tidak apa-apa,” jawab Aciel kecil.
“Kau punya keluarga?” tanya Aciel tiba-tiba.
“Aku punya ibu, ayahku sudah meninggal,” jawab Aredel
“Aku baru tahu kalau elf itu dilahirkan, aku kira mereka seperti keluar dari suara tawa bayi seperti di film-film,” ujar Aciel.
Aredel yang mendengarkan perkataan tersebut tertawa keras, “Hahahahahha.”
“Berapa umur mu?” tanya Aredel sambil meredakan tawanya.
“22 tahun, kau?” jawab Aciel.
“Umur ku i---“ ucap Aredel terpotong.
“Ah … biar kutebak, pasti dua ratus tahun?” ucap Aciel.
Aredel menggelengkan kepalanya sambil tersemyum lalu menjawab, “Lima ratus tahun.”
“Tapi wajah mu awet muda sekali ya,” ujar Aciel.
“Iyah, dan kami ini abadi. Abadi bukan berarti tidak bisa mati, maksudnya adalah umurnya sampai berapapun kalau tidak dibunuh tidak akan mati,” jelas Aredel.
“Kau bisa dibunuh? Setelah melihat mu bertarung kemarin aku ragu kau bisa mati terbunuh,” ucap Aciel.
“Tentu saja bisa, kekuatan sihir elf juga ada batasnya. Kalau energi sihirku habis dan musuh menusuk jantungku, tentu saja aku akan mati. Sihir penyembuhan ku tidak akan berfungsi,” jelas Aredel lalu mulai memakan buah anggur.
“Apa kau tidak bisa menggunakan sihir penghilang bagian-bagian tubuh? Atau merusak bagian tubuh?” tanya Aciel.
“Tidak bisa, kami ini ditugaskan untuk memelihara sesuatu bukan merusak atau menghancurkan sesuatu,” jawab Aredel.
“Tapi kan ha---“ ucapan Aciel terpotong.
Tok..tok..tok..
Terdengar suara ketukan pintu dari luar tenda, mereka berdua dengan refleks menengokkan kepalanya ke arah pintu. Aciel menengokkan kepalanya ke arah Aredel untuk menyuruhnya bersembunyi, tetapi Aredel sudah tidak ada di depannya.
“Mungkin dia sudar kabur,” pikir Aciel.
Aciel pun berjalan ke arah pintu tendanya lalu membuka pintu tersebut untuk melihat siapa yang mengetuk pintunya tadi.
“Ketua … hasil analisis dari laptop sudah keluar,” ucap perempuan berambut hitam pendek.
“Baik aku akan kesana, terimakasih Nona Allaric,” ucap Aciel lalu masuk ke tendanya mengambil Inblet yang ada di kasur.
Perempuan berambut hitam tersebut pergi lebih dulu, meninggalkan Aciel di tendanya.
“Memang kau sudah menemukan apa saja?” tanya perempuan dari belakang Aciel
Aciel terkejut lalu membalikkan tubuhnya dan berkata, “Kau ini kebiasaan sekali sih.”
Aredel tertawa kecil, kemudian berjalan mendekat ke arah Aciel. Aciel terkejut wajahnya memerah karena malu terlalu dekat dengan Aredel, dengan refleks dia memundurkan langkahnya ke belakang lalu membalikkan tubuhnya membelakangi Aredel.
“Aku baru menemukan bulu beruang dan air liur, aku akan turun melihat hasilnya kau jangan coba-coba mengikutiku, nanti kalau ketahuan aku tidak tanggung jawab,” ucap Aciel lalu keluar dari tendanya.
Aciel berjalan ke arah tenda laboraturium sambil menepuk-nepuk pipinya.
“Tenanglah Aciel, kau tidak boleh terpesona oleh wajahnya … ya! Pasti! Pasti! Itu salah satu sihir mereka untuk membuat manusia terpesona,” ucap Aciel kecil sambil berjalan ke laboraturium.
Sesampainya di laboratorium, Aciel masuk dan melihat hasil yang tertera di layar laptop analisis tersebut. Aciel terkejut melihat hasil dari analisis laptop tersebut lalu berteriak, “Apa benar ini hasilnya?!”
Bersambung..
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg