Share

Lima Jari Playboy
Lima Jari Playboy
Penulis: Silvarani

Prolog

@Apocalypse Bar Kemang Jakarta Selatan 22.30 WIB

"Setiap kenalan sama cewek, gue selalu mengkategorikan mereka ke dalam lima jari," dengan pandangan seperempat nanar, Cana meneguk Erdinger. Aubree tak bisa menerka bagaimana kondisi sahabatnya kini. Apakah lelaki itu sudah mabuk, setengah mabuk, atau belum mabuk?

Aubree tak begitu tahu tentang Liquor, apalagi dunia malam. Kalau Aubree bukan sahabat Cana yang bersedia mendengar curhatannya, dia pasti juga tak mau dibawa ke tempat seperti ini. Menurutnya, cahaya yang remang-remang bikin mata rusak. Keriuhan yang tak kunjung berhenti bikin telinga budeg. Lebih baik dia duduk membaca buku di perpustakaan atau menulis novel terbarunya di coffee shop. Maklum, Aubree adalah seorang penulis novel. Nama penanya “Aphrodie”

"Lima...?! LIMA JARI? MAKSUD LO, CAN?" teriak Aubree berusaha mengalahkan keriuhan di sekitarnya. Suara musik dari arah dance floor seolah melahap teriakannya.

"Iya Aubree. Lima jari." Cana mencopot kaca matanya, "Apakah dia termasuk ke dalam kategori cewek jempolan, cewek telunjuk, cewek jari tengah, cewek jari manis, atau cewek kelingking."

Aubree mengernyitkan dahi seraya mengaduk-ngaduk fruit punch dengan sedotan besi. Dia lirik jam tangan swatch-nya. Aubree mulai jengah dengan situasi ini. Cana juga semakin meracau. Aubree jadi ingin cepat-cepat pulang.

"Nggak ngerti juga lo Bree maksud 'lima jari'?" Cana mengeluarkan rokok elektrik dari kantung kemejanya. "Oke! Akan gue jabarin ke elo maksud gue!"

"This ain’t build a bit**. You don’t get to pick and choose. Diff’rent as* and bigger bo*bs. If my eyes are brown or blue.” potongan lagu Bella Poarch yang berjudul Build a B*tch menyapa pendengaran. Lagu yang liriknya lumayan vulgar bagi Aubree itu dimodif dengan beat yang lebih cepat dari versi originalnya. Di bawah tangan dingin seorang DJ, lagu itu terdengar semakin membuat orang bersemangat.

"Bob the Builder broker my heart.

Tell me I need fixing

Said that I'm just nuts and bolts

Lot of parts were missing

Curvy like a cursive font

Virgin and a vixen

That's the kind of girl he wants

But he forgot.”

Musik semakin membahana seantereo klub malam. Aubree mencoba mengangguk-anggukan kepala, mensugestikan diri bahwa dia begitu menikmati malam ini bersama Cana di tengah keramaian. Nyatanya, hatinya berbanding terbalik. Dia jadi betul-betul merindukan perpustakaan dan suara halaman buku dibuka satu per satu dengan jemari.

“Pertama-tama cewek jempolan." Seolah belum memahami jika lawan bicaranya kurang menikmati suasana begitu pula topik obrolan, Cana memulai bercerita. Dia mengacungkan jari jempolnya yang bercincin perak tanpa bandul. "Cewek jempol adalah cewek baik-baik, penuh perhatian, suka anak kecil dan keibuan. Maybe bisa masak, jahit baju, nyetrika kemeja kita dengan rapi, atau beres-beres rumah."

"Pokoknya tipe istri ideal lah, ya?" respons Aubree seraya menyedot Fruit Punch miliknya.

"Tipe istri ideal cowok kebanyakan, Bree. Not me." Cana menyemburkan asap rokok ke langit-langit ruangan. Terlihat jelas di mata Aubree bagaimana asap itu menumpang lewat di sorot ungu, biru, dan merah lampu neon bar.

"Are you serious?" Aubree masih berusaha merespons. Dia mencoba santai dengan obrolan ini sambil sesekali melirik jam tangannya.

"Yap! Di depan cewek jempol gini, gue pasti nggak akan nunjukin sifat asli gue. Gue akan berusaha jadi cowok baik-baik di depan dia." Kembali Cana meneguk minuman beralkoholnya. “Bukan munafik, tapi inilah cara gue menghargai dia. Gue nggak mau ngecewain dia."

"Kalau cewek telunjuk?" agar Aubree bisa langsung pulang, dia berpikir ingin cepat-cepat menyelesaikan topik kelima kategori wanita yang sedang dibicarakan. Dia tak menampik jika rasa penasaran juga menguasainya.

"Cewek telunjuk bisa menunjuk arah hidup gue." Timpal Cana sesegera mungkin. "Si Telunjuk itu adalah cewek yang mengagumkan. Tahu apa yang dia mau dan dia kejar sampai dapat. Cewek telunjuk nggak hanya cantik, mandiri, dan pintar, tapi dia selalu energik, ceria, positive thinking, dan punya sense of humour yang tinggi."

"Macam gadis metropolitan yang professional gitu, ya?" Aubree lama-lama mulai tertarik dengan topik pembicaraannya.

Cana menaikkan bahu, "More or less... Pokoknya dia bisa jadi sumber inspirasi gue untuk melakukan sesuatu. Gue curhat bisa sama dia. Dan sarannya selalu bagus. Bangga bisa deket dengan cewek model begini. Banyak cowok pasti iri sama posisi kita. Tapi ingat.... Tapi ingat...."

"What?" Aubree memiringkan kepala.

"It's hard to make her mine!” jawab Cana dengan sedikit menaikkan bahu, “Lo pasti akan kewalahan untuk ngejaga dia dari sasaran laki-laki lain. Dia terlalu eye catching di mata kaum adam. Jadi, deket dan flirting boleh sama si telunjuk ini, tapi dimilikin jangan. Nanti lo kelimpungan sendiri atau nggak bisa mengatur dia dalam sebuah relationship!"

"Hoo... Hookeey... Kalo 'Jari tengah', Can?" Aubree lanjutkan topik pembicaraan.

"Jari tengah….,” Cana mengancungkan tangan, “kalau gue ngancungin jari tengah kayak begini, lo ngerti kan maksudnya apa?"

"Ya?" Aubree hanya mengangguk seraya menahan senyum.

"Yap! Cewek jari tengah cuma asik buat dijadiin.... Yaaa you know what I mean-lah."

“Kalau jari manis?”

"Lah? Ketagihan pingin tahu lo, Bree!" Cana menegak minumannya lagi. Saking semangatnya, ada aliran air yang membasahi dagu dan jatuh beberapa tetes di atas meja. "Cewek jari manis adalah cewek yang selalu manis. Kalem. Dalam keadaan apapun, mau kita membalas atau cuek sama perhatian yang udah dia kasih, dia tetep nyimpen rasa cinta di hati dia buat kita. Yaaa minimal rasa kagumlah."

"No matter what happen, she's always your fans maksud lo?"

"Yap! Everywhere, Every time, Every moment. Dia adalah fans gue dan harus jadi fans gue! Kalo rasa ngefansnya udah mulai berkurang, harus gue lempar perhatian lagi biar dia nggak lupain gue dan tetep ngefans sama gue. Kalo kita lagi sepi perhatian, bolehlah perhatian dari nih cewek jari manis ditanggepin sedikit," tambah Cana, "tapi inget! Hanya sedikit. Jangan banyak-banyak! Nanti dia bisa berbalik agresif ngejar!"

"Kalau boleh gue tambahin, si jari manis ini nggak akan pernah naik pangkat jadi pasangan lo atau temen lo. Lo baik-baikin dia cuma biar lo tetep punya fans aja." Entah mengapa, Aubree jadi menikmati obrolan kacaunya bersama Cana.

"Yap! Kalo dijadiin temen, dia bisa tahu kekurangan kita, dong? Nggak boleh! Nanti dia bisa berhenti ngefans."

"Oke Can. Kalau Kelingking?"

"Kelingking. Hmm… She's really my best friend. She knows my angel side and my evil side. Nggak jaim gue depan dia,"

"Karena nggak ada rasa apa-apa sama 'si kelingking' ini, kan? Makanya lo kasih tahu semua kekurangan dan kelebihan lo sama si kelingking?"

"Iya bener. Nggak ada rasa apa-apa. Bahkan dia tau semua kisah dan 'petualangan' gue sama si jempol, telunjuk, jari tengah, dan jari manis."

"Oke," angguk Aubree, "pokoknya si kelingking tahu semua hal tentang lo yang si jempol, si telunjuk, si jari tengah, atau pun si jari manis nggak tahu, ya?"

"Ya!"

"Terus Can? Yang mana yang mau lo jadiin istri?" lagi-lagi Aubree mencoba memancing Cana yang sedang mabuk untuk berpikir.

"Nyari istri?! Brah! Itu lain lagi."

"Kenapa lain? Lo pilih si jempolah pastinya! Biar anak-anak lo beres di bawah pengasuhan cewek macem gini, kan?!"

"Nope!"

"Oh si telunjuk ya biar hidup lo terus terpacu untuk berkembang?"

"Nggak juga!"

"Jadi? Jari tengah nggak mungkin, kan? Jari manis juga nggak mungkin. Kelingking? Tapi lo nggak ada rasa katanya ya sama si kelingking? Apa serunya? Nanti relationship dan pernikahan lo malah hambar."

"Iya lo bener. Sama ketiga cewek itu juga gue nggak mau."

"Jadi? Sama siapa?"

"Untuk istri, yang gue cari adalah si kuku."

"Kuku?"

"Coba lo liat kelima jari lo!" Diraihnya telapak tangan kanan Aubree. "Di setiap jari lo ada kukunya, kan?"

"Hah?"

"Gue cari pendamping yang bisa jadi kelima sosok tadi. Dia bisa jadi cewek jempolan yang membawa kebaikan, si telunjuk yang membanggakan, ehem... si jari tengah yang menggairahkan, si jari manis yang menggemaskan, dan si kelingking yang menerima kita apa adanya."

"Woow! Udah dapet, Can?"

"Kayaknya udah."

"Wah siapa?"

Seketika, Cana mematikan rokoknya. Cara duduknya ditegakkan dan dia menggenggam erat tangan Aubree.

"You!" nada bicara Cana pelan, tetapi mantap.

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Julietta Julin
Menarik....tidak membosankan...
goodnovel comment avatar
Luki Her
hlo keren banget nopelnya
goodnovel comment avatar
Muhammad Ghibran
nama nya aneh heemm...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status