Perlahan gadis itu membentangkan senyumannya yang sempat terjeda karena kembali mengingat kisah masa lalunya. Florensia tersenyum manis saat Archand menarik sudut bibirnya, memaksanya untuk tersenyum setelah beberapa menit senyuman itu sempat terjeda. Hal itu membuat Archand sangat bahagia setelah memastikan gadis cantik itu tersenyum karena ulahnya, lalu mencubit pipinya yang tirus.
“Aduh!” teriak Florensia.
“Sakit ya?” tanya Archand dengan ekspresi wajah yang menyebalkan.
“Gak, enak!” sahut Florensia ketus. “Udah tahu sakit, masih aja nanya. Udah cepat jalankan mobilnya aku mau pulang, udah capek!” tegas gadis itu dengan menekuk wajahnya.
“Hm, oke. Kalau gitu aku lanjutin perjalanan kita.”
Pria itu kembali menyalakan mobilnya dan berjalan menuju rumah gadis itu. Beberapa menit lagi, mereka akan tiba, karena rumahnya berada tak jauh di lokasi tersebut. Gadis itu tersenyum saat melihat Archand yang sedang mengelap keringatnya, karena suasana di mobilnya itu sangat gerah. Archand segera meraih tombol AC dan menyalakannya.
“Kamu gerah ya?” tanya Florensia.
“Gak! Kedinginan, udah tahu pakai tanya lagi.” sahut Archand yang tak kalah ketus dari jawaban gadis itu tadi. Gadis itu melipat tangannya di dada dan kembali memeluk wajahnya.
“Aku kan cuma tanya, kok kamu jawabnya gitu sih?” tanya Flo lagi.
“Ya udah, aku salah. Maafin aku ya, Flo.” sahut Archand yang sedikit merendahkan nada bicaranya. Gadis itu pun tersenyum manis saat menerima jari kelingking dari pria tampan yang sedang menyetir di sebelahnya. “Aku janji gak ketus lagi sama kamu, Flo.”
“Janji?” tanya Florensia tersenyum.
“Yes, I'm promise.” sahut Archand.
Mendengar jawaban Archand, akhirnya gadis itu kembali tersenyum dan menautkan jari kelingkingnya pada kelingking milik Archand. Mereka berjanji agar tak saling menyakiti satu sama lain dan saling menjaga. Mereka mulai merasa nyaman dengan kebersamaan itu.
“Archand.” panggil Florensia.
“Hm, ada apa?” sahut Archand.
“Terima kasih ya, kamu tadi udah belain aku di depan Rian dan Cherry. Kalau gak ada kamu mungkin harga diriku udah di injak-injak sama Cherry.” gumam Florensia tersenyum.
“Sama-sama, Flo. Apapun akan aku lakukan demi kebaikan kamu. Aku gak akan pernah biarin satu orang pun yang menginjak harga dirimu.” sahut Archand.
“Hm, terima kasih, Archand.”
Tanpa sadar gadis itu memeluk Archand dengan penuh kehangatan dan manja. Dia tak sadar jika dirinya sudah mulai tertarik dengan pria yang duduk di sampingnya. Archand hanya tersenyum dan menikmati pelukan itu. Dia tertawa hingga akhirnya membuat Florensia sadar akan tingkahnya yang mendadak menjadi lembut terhadap Archand.
“Eh, maaf ya, Archand. Aku gak sengaja.” ucap gadis itu malu-malu.
“Jangan di lepas dong, peluk lagi.” Archand mencoba menggodanya.
“Hah, apa sih? Gak boleh tahu!” tegas Florensia.“Eh, bukannya tadi sudah janji gak ketus lagi?” gumam Archand.
“Gak salah? Bukannya yang janji tadi kamu? Bukan aku.” sahut Florensia memutar bola matanya, dia sangat jengkel dengan pria yang berada di sebelahnya itu.
“Eh, benar juga sih. Lupa aku.” sahut Archand cengegesan.
“Percuma tampan, tapi pikun!” ledek Florensia, lalu gadis itu tertawa saat melihat ekspresi wajah pria yang sedang menyetir di sebelahnya. Bahkan tawanya membuat dia melupakan sejenak masalahnya. Gadis itu benar-benar bahagia kala itu, sementara Archand masih memeluk wajahnya karena jengkel dengan gadis yang sedang menertawakan dirinya.
*** Beberapa menit kemudian Archand memarkirkan mobilnya di halaman rumah Florensia.Floresia segera turun dari mobil pria itu dan kembali menutup pintunya. Saat gadis itu ingin melangkah masuk kerumah, tiba-tiba Archand memanggilnya karena ingin menyampaikan sesuatu kepadanya. Dengan perasaan jengkel gadis itu kembali menghentikan langkah kakinya dan kembali menghampiri pintu mobil.“Flo!” panggil Archand.
“Ada apa, Archand?” sahut Florensia.
“Jangan lupa istirahat ya, jangan banyak pikiran nanti kamu sakit. Kalau sakit aku juga yang repot karena gak bisa ketemu kamu.” ucap Archand tersenyum menatap gadis itu dengan penuh senyuman. Dia sangat bahagia ketika melihat gadis yang di cintainya tersenyum.“Dasar gombal, udah berapa orang yang kamu gombalin?” tukas Florensia.
“Yah, baru kamu dan Diandra saja. Hehe ... maaf ya, aku hanya bercanda. Aku serius kok ngomongnya. Aku gak lagi menggombal.” tukas Archand yang mengangkat tangannya membentuk huruf V. Kali ini pria itu benar-benar serius dengan ucapannya.
“Ya sudahlah, terserah kamu saja.” sahut Florensia tersenyum, “Kalau gitu aku masuk dulu ya, kamu hati-hati di jalan ya. Good night, Archand.” sambung Florensia.
“Good night, honey.” teriak Archand dari jauh.
Pria itu menatap tajam kepada langkah kaki gadis itu hingga menghilang dari pandangannya, setelah memastikan gadis itu benar-benar masuk ke dalam rumah, barulah pria itu bisa pulang dengan tenang. Di sepanjang perjalanan pulang, pria itu terus tersenyum kala mengingat tingkah lucu gadis itu. Archand benar-benar jatuh cinta kepada gadis itu.
“Aku akan sabar mengejar cintamu, Flo. Aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan cintamu.” Archand berusaha menyemangati dirinya sendiri. “Aku gak mau kalau dari kak Revan. Kita lihat saja, siapa nanti yang akan di pilih oleh Florensia?” sambung Archand yang menyibak rambutnya, dia menatap kagum kepada pantulan kaca spion.
“Luar biasa, kamu benar-benar tampan, Archand. Tidak salah jika nanti Florensia memilih kamu sebagai seorang suami.” gumam Archand yang mengagumi ketampanannya.
Pria itu benar-benar puas dan menikmati kesendiriannya tanpa hadirnya Florensia di sisinya. Dia sangat puas karena bisa menghabiskan waktu bersama gadis yang menjadi incarannya. Dia berharap suatu saat nanti gadis itu bisa menerima cintanya yang tulus itu, karena kali ini Archand benar-benar serius dengan pilihannya.
Diandra duduk di sofa sambil menikmati cemilannya, gadis itu sedang asik menonton drama Thailand kesukaannya. Diandra tersenyum kepada gadis yang sedang berdiri di ambang pintu. Florensia menghampiri kakaknya dan menjatuhkan tubuh di samping kakaknya. Gadis itu mencomot cemilan yang berada di genggaman tangan sang kakak.“Kalau udah nonton drama Thailand, adiknya malah di kacangin.” gumam Florensia yang menekuk wajahnya, gadis itu terus saja memperhatikan tingkah sang kakak saat sedang asik dengan genre drama favoritnya.“Eh, ada yang marah nih.” sahut Diandra yang menoleh ke arah gadis itu.“Enggak marah kok. Cuma lagi lagi sebel aja!” tukas Florensia.“Sebel sama Archand ya? Atau sama Revan?” tanya sang kakak cengegesan.“Dua-duanya! Sama kakak juga!” tegas Florensia yang menatap tajam ke arah sang kakak gadis itu benar-benar penasaran, apa yang menyebabkan Diandra sangat bet
Diandra terus mengingatkan kejadian itu hingga membuat matanya sembab karena terus menangisi Revan. Diandra takut jika nanti Revan tak menepati janjinya, dan berpaling dari dirinya, dia merasa bersalah karena telah menerima cinta Archand. Seorang vokalis band terkenal yang tak lain adalah adik kandung dari Revan sahabatnya. Sejak kejadian itu Revan berubah menjadi kasar dan dingin kepadanya. Hal ini terjadi dikarenakan Revan cemburu dengan adik kandungnya sendiri. Akan tetapi, Revan tetap menyayangi adiknya dan tidak membencinya. Menurut Revan gadis itulah yang bersalah karena tidak bisa setia pada janji yang telah dia ucapkan sebelumnya. Diandra snagat menyesal, karena hal inilah Diandra memilih untuk tetap berkerja di perusahaan keluarga besar Aldhinara dan berusaha bertahan dengan sikap dan perlakuan Revan yang sangat kasar kepadanya.“Sudahlah, aku tidak perlu menangis lagi.”Diandra menyeka air matanya yang terjatuh di setiap sudut, sesekali gadi
Revan terus menatap layar ponselnya, dan berharap balasan pesan dari gadis incarannya itu. Pria itu merasa sedih ketika menyadari sikap gadis itu yang perlahan berusaha menghindarinya. Dia merasa frustasi karena cintanya bertepuk sebelah tangan, meskipun begitu Revan tetap yakin bahwa Florensia juga membalas cintanya.Revan membanting ponselnya di sandaran sofa dan terjatuh di atas sofanya yang empuk. Pria itu merasa emosi karena tak juga mendapatkan balasan pesan dari gadis pujaannya itu. Revan bertanya-tanya sebab menghindarinya gadis itu. Revan berpikir bahwa Florensia sengaja menghindarinya karena seseorang. Entah mengapa Revan sangat yakin dengan pikirannya itu. Baru kali ini Revan mampu menggunakan perasaannya dan mengabaikan logikanya. Revan benar-benar serius mencintai gadis cantik itu.“Mengapa kamu menjauhiku seperti ini, Florensia?” teriak Revan, seraya memijat keningnya. Revan menyenderkan tubuhnya di sandaran sofa dan mental langit-langit.
Renata menghampiri putra sulungnya itu, yang sedang menatap langit-langit. Renata menjatuhkan tubuhnya di sebelah Revan lalu membelai lembut wajah putranya itu, sebelumnya Renata menerima berita dari putra bungsunya, yang mengatakan Revan sedang galau karena di jauhi oleh gadis yang di cintainya. Renata berusaha menenangkan Revan terlebih dahulu, sebelum menyampaikan kabar pernikahannya dengan Diandra.“Nak, kamu kenapa melamun?” tanya sang mama dengan penuh kelembutan.“Revan gak apa-apa kok, Ma. Apakah ada yang ingin mama sampaikan kepada Revan? Kalau memang iya bilang saja. Revan janji gak akan protes.” sahut Revan.Mendengar gagasan dari putra sulungnya itu, seketika membuat Renata bahagia dan langsung bersemangat untuk menyampaikan pesan dari suaminya. Namun, sebelum menyampaikan kabar tersebut. Renata ingin memastikan, apakah benar putra sulungnya itu sedang baik-baik saja? Atau bahkan pura-pura tegar di depan sang mama.&ldq
Gadis itu mengerjapkan matanya, dia sangat takut melihat sikap Revan yang lebih kasar dari biasanya, sebelumnya Diandra tidak menyangka jika Revan akan sekasar ini kepadanya. Air matanya mengalir tiada henti menghujani pipinya. Melihat hal tersebut membuat Revan semakin muak dan mendorong kasar tubuh gadis itu sehingga membuat gadis itu terjatuh di atas kursi pribadinya. Revan menggebrak kasar meja dan mengusap kasar wajahnya. Sementara Diandra hanya bisa menangis dan berjalan gontai menghampiri pria itu. Diandra meberanikan diri untuk mendekatinya dan mengatakan bahwa sebelumnya dia yang meminta sang papa untuk menjodohkan dirinya dengan Revan. Sesuai janjinya di saat Meraka masih menginjak usia remaja.“Re–Revan.” panggil Diandra yang terbata-bata.“Apa?” bentak Revan dengan suara beratnya.“Aku tahu, aku salah karena meminta papa untuk menjodohkan kita. Aku pikir kamu setuju dengan keputusanku ini. Tapi aku salah, justru ke
Diandra dan Helen segera menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sebelum jam makan siang akan tiba. Gadis itu mencoba fokus dan melakukan sejenak masalah pribadinya. Apalagi dia tidak ingin membuat Helen mengkhawatirkan dirinya. Diandra membuka laptop dan mual menyalin file di ms. word untuk membuat laporan keuangan. Saat sudah selesai Diandra segera mengantarkan berkas-berkas itu ke ruangan pribadi Revan.Gadis itu sangat tabah untuk bertahan di perusahaan milik keluarga besar Aldhinara meskipun sering mendapatkan perlakuan kasar dari atasannya yang bernama Revan Aldhinara Putra. Setelah memastikan meja kerja Revan tapi, barulah Diandra menghampiri Helen dan mengajaknya ke kantin karena saat itu Diandra sudah merasa sangat lapar.“Helen, kita ke kantin sekarang yuk!” ajak Diandra.“Ayo, aku juga sudah merasa sangat lapar sekali. Ya sudah, kita pergi sekarang.” Helen menarik tangan Diandra hingga mengantarkannya di kantin. Mereka mem
Florensia dan Archand sedang tertawa bersama saat menyaksikan pertunjukan topeng monyet yang sedang berlangsung di taman itu. Sehingga dia mengabaikan telepon dari Revan. Setelah penggalian terakhir, pria itu baru menyadari bahwa ada seseorang yang meneleponnya. Archand langsung mengakhiri tontonannya dan memberikan uang dengan jumlah besar dengan pemilik topeng monyet itu.“Den, ini kebanyakan. Saya tidak punya kembaliannya.” ucap pria paruh baya itu.“Ambil saja kembaliannya, Pak. Yang penting kekasih saya bahagia.” sahut Archand tersenyum kepada pria paruh baya itu. Kemudian dia mendapati notifikasi dari sang kakak. Archand kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku kemejanya.“Terima kasih ya, Den. Semoga hubungan dengan kekasihnya langgeng.” sahut pria paruh baya itu dengan penuh kebahagiaan. Segera pria itu menyimpan uangnya di dalam tas selempang miliknya, dan berkeliling di tempat lain.“Amin, terima kasih
Archand mengenggam tangannya dia itu perlahan, dia memberanikan diri untuk mengajak gadis itu ke cafe favoritnya yang tak jauh dari kampus. Archand menatap lekat wajah gadis itu dan tersenyum saat menatapnya.“Oh iya, Diandra. Kamu mau gak ke cafe bareng aku? Temani aku ngopi yuk! Di sana kita bisa ngobrol banyak. Bagaimana?” Archand melontarkan pertanyaan kepada gadis itu.“Baiklah, aku mau.”Diandra mengangguk cepat. Dia sangat bahagia ketika mendapat ajakan dari vokalisterkenal itu. Mendengar jawaban dari Diandra. Archand segera menggandeng tangannya dan mengajaknya ke parkiran depan. Mereka melangkah sejajar sambil menikmati pemandangan indah kala itu. Di tambah lagi cuaca cerah yang mendukung perjalanan mereka menuju tempat parkir. Archand menarik gadis itu untuk masuk ke dalam mobil sport berwarna merah miliknya. Satu-satunya mobil kesayangan Archand, seringkali sang mama menyuruhnya untuk menggantikan mobil itu. T