Share

Part 11

Derap langkah kaki seorang pria terlihat mendekat dengan jelas.

Johan melihat dengan wajah kesal. Dan ketika langkah kaki pria itu berhenti tepat di hadapannya pun  wajah kesalnya kian terlihat jelas.

"Kemana saja? sudah 1 jam setengah dan kau baru muncul!!" cecar pada putranya yang terlihat diam dan berekspresi datar.

Chandra melihat sosok pria muda itu dengan seksama.

"Putramu??"

Johan mengangguk dengan memperkenalkan putranya.

"Ya, Ferdian Bastian.. pengacara"

Ferdian dengan sopan memberi tangan untuk menjabat tangan teman orang tuanya itu.

Chandra melihat dengan wajah kagum.

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" ucap Chandra.

Johan mendengus pelan.

"Tidak semua" selanya cepat.

"Paman Erwin, terserang stoker" jelas Johan pada Ferdian yang hanya mendengar tanpa menjawab.

"Dan ini akan jadi masalah baru" timpal Chandra menyambung ucapan Johan.

Ferdian hanya mengangguk pelan.

Namun tak lama, terlihat pintu ruang intensif itu terbuka. Terlihat dua sosok wanita keluar dari sana.

Maya membantu mama Marwah untuk keluar dari ruangan itu dengan susah payah. Mama Marwah benar-benar terpukul melihat kondisi sang suami.

"Maya?" seru om Chandra.

Maya berhenti dan menoleh pada om Chandra.

"Maya akan bawa pulang mama, Marcel akan berada di sini"

Seketika terdengar kembali suara tangis pilu mama Marwah yang kembali menangis.

Johan dan Ferdian hanya bisa melihat kesedihan itu. Dan setelah kedua wanita itu pergi. Johan  bersegera menuju pintu ruangan intensif itu.

Chandra pun mengikuti langkah Johan untuk menjenguk kondisi teman mereka.

Namun, Ferdian memilih untuk berada disana seorang diri. Ia pun mengeluarkan handphonenya dan mengecek beberapa pesan dari bawahannya.

Dan satu pesan baru pun masuk dari si tangan kanan, Alex. Seketika senyum simpul pun terukir di wajah dingin Ferdian.

"Bravo!!" gumamnya pelan.

***

Malam harinya di kediaman Erwin Aritama, Maya terus menangkan sang mama yang masih gelisah.

"Mah, kalau mama sakit begini, mama enggak akan  bisa urus papa" ujar Maya dengan hendak menyuap sendok makanan pada Marwah.

Mama Marwah menolak makan, yang tidak lapar, yang ia butuh saat ini adalah berdiri di sisi sang suami.

Maya sepertinya sudah membuat satu hal yang salah dengan membawa pulang sang mama. Lalu dengan wajah pasrah, Maya pun meletakkan piring makan sang mama di atas meja.

"Baik, mama bersiap.. bawa apa yang sekiranya perlu.. kita akan balik kerumah sakit" ujar Maya dengan tatapan sedih menatap sang mama.

Marwah mengangguk setuju.

"Mama akan siap-siap, barang Papa juga akan mama siapkan "

"Ya" sahut Maya berusaha kuat.

***

Berselang beberapa waktu, keduanya pun tiba di rumah sakit.

Mama Marwah dengan cepat masuk keruang intensif tersebut.

Dan terlihat Marcel berwajah lelah keluar dari ruang itu. Marcel mendekat pada Maya.

"Maya?? apa yang sebenarnya terjadi??" tanya Marcel pada Maya.

Maya akhirnya menceritakan awal permasalahan yang muncul. Hingga semua berujung pada syok Papa Erwin dan jatuh pingsan.

Marcel mendengar dengan wajah kaget.

"Maya gak bisa melanjutkan pernikahan ini dengan Dimas, dia.. dia benar-benar pria berat!!" ujar Maya.

"Apa Dimas akan mau?? tanya Marcel ragu.

"Lalu bagaimana dengan perjanjian kerja sama kita jika kamu membatalkan pernikahan ini Maya??" cecar Marcel.

Maya menelan saliva pahitnya.

"Maya gak tau" seru Maya putus asa.

"Tapi Akan Maya pikirkan, bagaimana solusi terbaik nanti" ujar Maya dengan berat.

Maya menatap wajah sang kembaran yang terlihat jelas gambaran kekhawatirannya.

"Untuk sementara, posisi Papa kamu yang akan pegang, Marcel"

Marcel menhela nafas berat. Hal yang paling ia takutkan akhirnya terjadi.

"Aku tak mampu"

Maya mendekat pada kembarnya itu dengan wajah yakin.

"Kau pasti bisa, aku.. akan ada di belakang mu"

Seketika Marcel memeluk tubuh saudarinya itu dengan rasa sayang. Walau sering terjadi perselisihan, namun nyatanya mereka tetap harus menguatkan satu sama lain.

"Marcel?"

"Hm?"

"Aku.. aku merasa bersalah pada Papa dan mama" bisik Maya di dalam pelukan saudaranya itu.

"Aku benar-benar menyesal" ucap Maya lirih.

Marcel menhela nafas.

"Semoga, kita punya jalan keluar" doa Marcel bernelangsa.

***

Dan waktu pun berlalu, kondisi Papa Erwin benar-benar sangat mengejutkan,  stroke yang menyerang dirinya telah melumpuhkan separuh tubuhnya.

Kabar itu pun seketika mencuat di perusahaan New-A. Jika saat ini kondisi sang Direktur stroke parah.

Maya dan Marcel pun seketika pasang badan di hadapan para pemegang saham yang perlahan mulai mengkritik.

Isu-isu kecil di hembuskan menjelang rapat tahunan. Marcel terlihat berusaha keras untuk bisa mempelajari semua bidang bisnis New-A. Dan sebagai penganti sang Papa, Marcel masih sangat kewalahan dalam mengambil keputusan yang sangat riskan.

Maya terus menyuport sang saudara kembar agar bisa berdiri di hadapan para pemegang saham.

Hingga berselang dua bulan lamanya, rapat pemegang saham pun di gelar di satu ruang rapat di gedung New-A.

Dari sekian banyak pemegang saham, Paman Johan pun ikut hadir sebagai pemegang modal ke tiga di New-A.

Marcel gelisah, walau dari semalam ia sudah mempersiapkan diri dengan sangat matang bersama Maya. Maya telah memberikan beberapa  pegangan pada Marcel jika hal genting terjadi, maka kartu As itu harus ia gunakan di hadapan para pemegang Saham.

Pembukaan rapat itu pun berjalan, terjadi perdebatan kecil pada saat pembacaan nilai hasil saham. Dan pihak yang sangat frotal itu datang dari pihak Zinus yang menjadi pemegang saham kedua terbesar di New-A.

"Aku dengar, nilai saham kita masih sangat jauh di bawah.. padahal Star Tomo sudah sangat banyak mengucurkan dana Investasi" ujar seorang wanita muda, Gebrina.

Ucapan Gebrina pun memancing isu baru. Maya menatap Gebrina dengan dingin. Entah sejak kapan ia sangat membenci saingan ya itu.

"Dan, kami pihak Zinus berpikir, jika hal ini terus berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan kami akan kehilangan uang yang cukup besar dalam waktu dekat.. Di tambah lagi, saat ini Direktur Erwin sedang jatuh sakit, itu menjadi faktor terbesar saham New-A kian turun" sambung Gebrina dengan lantang.

Gebrina yang duduk berhadapan dengan Maya pun seketika membalas tatapan tajam Maya pada dirinya.

"Ah, kecuali, New-A ingin marger dengan perusahaan Star Tomo"

"Itu tidak mungkin!!" sela Maya dengan cepat. Dan hal itu menarik perhatian para anggota rapat.

"New-A tidak akan  pernah bergabung dengan perusahaan Star Tomo" ucap Maya yakin.

"Tapi mengapa??" sela anggota yang tiba-tiba bertanya.

"Ya?? kenapa?? Star Tomo memilik saham yang stabil, nilainya cukup tinggi.. kekayaan Star Tomo bisa membayar hutang kita" protes anggota yang lain pada Maya.

"Benar!!" seru anggota yang lain.

"Benar!!" Gebrina pun ikut menyetujui.

Maya dan Marcel kian tersudut.

"Kalian tidak bisa egois, jika New-A terus terlilit hutang, maka tak lama lagi, akan ada banyak anak perusahaan New-A yang aja  tutup dan akan ada jutaan karyawan yang akan di PHK" seru anggota lain menimpal.

"Jangan salahkan kami, jika kami akan angkat kaki dari New-A" ancam yang lain ikut memberi suara.

Maya terhenyak ketika menerima ancaman tersebut, ia tak akan  pernah menyangka jika pembahasan ini menyentuh usulan pada Star Tomo.

Marcel menatap Maya yang diam terpaku di ruang rapat itu.

Johan pun tak bisa memberi bantuan. Dan rapat tahunan itu pun di tunda, pihak New-A minta waktu untuk memikirkan  masalah ini dengan serius. Rapat pun bubar dengan ketidak puasanya anggota rapat.

Di sisi lain Gebrina merasa puas melihat wajah kekalahan Maya. Ia pun sengaja mendekat untuk bisa berbicara dengan mantan rivalnya dulu semasa sekolah.

"Apa yang kau pikirkan Maya? bukan kah harusnya kau senang, jika calon suamimu akan menggantikan posisi Direktur Erwin??" seringai Gebrina sengaja.

Jemari Maya terkepal di bawah meja.

"Aku pastikan itu tidak akan terjadi, dan... aku tidak akan pernah menikah dengan Dimas Anggara" ujar Maya penuh penekanan.

Gebrina menyinggung senyum licik ketika mendengar ucapan Maya.

"Waah, kau yakin sekali.. tapi aku rasa kau harus berpikir kembali untuk kebaikan perusahaan keluarga mu Maya, terima saja tawaran Star Tomo  dan aku rasa Dimas Anggara akan sangat cocok menjadi Direktur baru bagi New-A" ujar Gebrina yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Maya di meja rapat seorang diri.

Sepeninggalan Gebrina, Marcel datang mendekat pada Maya.

"Maya??"

Maya menoleh dan mendapatkan wajah sang kembaran di hadapannya.

"Sepertinya beberapa anggota rapat sudah mulai menunjukkan taringnya"

Maya mengangguk setuju, dan hal yang terlihat jelas adalah pihak Zinus, Gebrina.

Entah pasal apa yang menjadikan  ia dan anak pemilik Zinus itu berseteru hingga saat ini.

"Apa yang harus kita lakukan??" tanya Marcel pada Maya.

Sesaat Maya berpikir. Namun tak ada solusi lain, yang perusahaan butuhkan  saat ini adalah dana segar untuk menutupi hutang New-A.

"Sepertinya kita harus cari perusahaan yang lebih kaya dari Star Tomo" ujar Maya pada Marcel.

"Siapa??" tanya Marcel.

"Aku pun tak tau" jawab Maya sembari menghela nafas pelan.

Tanpa di duga, Pengacara Johan datang di tengah-tengah mereka.

"Paman??" seru Maya yang seketika reflek bangun sebagai tanda hormat ya.

Marcel pun berbalik badan untuk menghadap teman sang Papa.

Johan melihat pada Maya.

"Paman rasa, ucapan Gebrina ada benarnya, jika Star Tomo bisa membantu mengapa kita tidak membuka peluang pada Star Tomo??"

Maya terkaget.

"Tidak, Paman!!" sanggah Maya cepat.

Paman Johan melihat dengan heran pada Maya.

"Mengapa? bukan kah kita sudah punya perjanjian sebelumnya?? dan Paman dengar kamu akan menikah dengan Dimas Anggara"

Marcel dan Maya pun hanya bisa menhela nafas. Dan hal itu membuat Paman Johan bingung.

"Awalnya, Maya pikir seperti itu, tapi... Maya gak bisa Paman, Star Tomo dan Dimas Anggara harus keluar dari New-A" seru Maya tegas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status