Arsen semakin muak mendengar ocehan para bawahannya. Dia menghela napas panjang nan berat kemudian menggebrak meja. Brak! Semua mata sontak menatap ke arahnya dengan terkejut. Wajah tampan Arsen sedikit memerah menahan amarah. Mengingat beberapa menit lalu, banyak omongan yang mulai melantur. Mulai dari bekas cupangan di leher Stela di awal masuk kerja. Sekarang mereka menggunjingkan jika Stela wanita cantik yang mudah digoda, hanya karena wanita tersebut murah senyum.
'Semua ini karena perbuatan terkutuk pria tua yang tidak tahu aturan tersebut,' dengkus Arsen dalam hati. Arsen memandang nyalang para bawahannya itu. "Kalian, punya banyak waktu luang untuk mengurusi masalah orang lain. Kerjaan sudah beres belum?" teriak Arsen. Para karyawan langsung bungkam seketika.
Arsen juga tadi sempa
Beberapa tahun silam, malam itu hujan deras mengguyur kota B. Kilat menyambar-nyambar memecah rungu. Membelah jalan yang sebenarnya terlihat lengang. Sebuah motor yang dinaiki sepasang suami istri berjalan cukup lamban. Untuk menghindari jalanan berlubang. Namun, malang seperti sesuatu yang memang sudah ditakdirkan sebuah truk hampir menabraknya jika motor yang mereka naiki tidak bertindak cepat membelok ke samping jalan, menepi. Sepasang suami istri itu turun dari motornya. Mereka berteduh di depan warung kecil yang telah tutup, cukup lama hampir setengah jam. Mereka melepas helm kemudian duduk di bangku panjang dekat toko. Bercengkrama membahas hal mengejutkan yang baru saja terjadi. Hanya Mungkin lantaran sopir tadi mengantuk atau bagaimana, begitu pikir keduanya kemudian. Dalam perbincangan singkat atas kejadian tadi. Lama menunggu hujan tidak juga reda. Ponsel nyaring berbunyi memecah rungu keduanya. Sang wanita meraih ponsel te
Ada kegetiran nyata dari senyum yang mengembang di bibir sexy Zayn. Lelaki yang telah berumur matang tersebut masih memandang wajah ayu Stela di foto. Jemari tangan kanannya membelai wajah dalam gambar tersebut. Begitu menghayati, sangat pelan mengelus, seolah sang wanita muda tersebut yang disentuh. Napasnya berembus kasar, Zayn masih ingat malam naas kecelakaan tersebut. Tentu waktu itu Zayn tidak tinggal diam. Dia mencari beberapa bukti konkret, demi menjebloskan sang istri ke penjara atas ulahnya. Zayn sendiri yang menyeret wanita gila itu dari rumah utama mertuanya. Yah, disana si wanita gila bersembunyi. Ibu kandung dari Arsen. Setidaknya Zayn masih punya hati nurani, mengingat wanita gila sang istri. Meski pada akhirnya dipenjara, lelaki tersebut menutup rapat kasus agara publik tidak tahu tentang penyebab kecelakaan. Sebuah aib besar jika sampai publik tahu tentang hal yang terjadi. Zayn yang tidak menyukai dengan trik busuk
Mobil mewah warna hitam mengkilat berhenti di pinggir jalan, kantor penerbitan tempat Stela bekerja. Wanita muda cantik itu masih terlihat duduk manis di tempat yang sama dimana Zayn setia menemani. Keduanya saling diam, Stela masih sibuk menggambar di tablet dengan stylus pen milik dirinya. Zayn sendiri sibuk memperhatikan wajah cantik itu lekat. Hening, hanya desir angin serta gemerisik dedaunan yang sesekali memecah kebisuan. Seorang lelaki di dalam mobil menatap dengan wajah memerah. Amarah dan cemburu pasti ada, siapa lelaki yang tidak cemburu melihat sang istri tercinta dipandang tajam seperti menguliti dari pria lain. Sungguh sesuatu yang benar-benar membuat hati tidak enak.Roland terlihat kesusahan menelan saliva. Seperti ada aura penuh kemarahan yang membuatnya merinding tubuh bagian belakangnya. Pemuda tersebut menghela napas panjang nan berat. Dia
Stela dan Axelle kompak memandang Arsen, Roland yang ada di sekitar mereka hanya menghela napas berat, menggeleng kepala. Wajah Arsen terlihat khawatir, ditambah tatapan membunuh dari Axelle terlihat ngeri. Yah, dia khawatir pada sang pujaan hati. Meski Arsen tidak mungkin memiliki Stela, setidaknya ia juga tidak akan tega melihat Stela memasang wajah ketakutan. Awalnya Arsen tidak berniat mendekati mereka. Dia sedari awal hanya menjadi penonton di depan pintu kantornya. Menikmati cahaya panas mentari, yang tidak terasa panas lantaran hatinya sudah lebih panas. Akan tetapi, melihat cara kasar Axelle pada Stela membuatnya bertindak.Banyak orang berlalu lalang menatap bingung drama yang telah berlangsung tersebut. Stela kini berada di posisi serba salah, dan malu menjadi bahan perguncingan orang-orang yang lewat. Untung para karyawan kantor masih sibuk di dala
Hening, suasana di dalam mobil senyap, tidak ada kata dari ketiga orang di dalamnya. Axelle bersedekap menatap lurus ke arah depan. Stela masih terdiam terpaku, menundukkan kepala. Dia sesekali meremas ujung dress sifon, setinggi lutut yang dikenakan. Bingung hendak berucap apa pada sang suami, dia takut salah bicara. Roland yang mengemudikan mobil sesekali melirik sang majikan dari kaca spion dalam. Dia menghela napas berulang kali. Tuannya tengah cemburu saat ini, dia begitu merasa kasihan pada sang nyonya. Wanita yang terlihat rapuh itu mulai terisak, Roland dapat mendengarnya.Axelle bak bongkahan es batu, dingin tidak menghiraukan tangisan Stela. "Roland kau mau kemana?" tanya Axelle,dia melirik ke arah luar jendela."Kantor Tuan," ucapnya. 
Arsen kini tengah berada di lapas kota B, dia duduk berhadapan dengan sang bunda yang masih mengenakan baju pesakitan. Wanita yang dahulu terlihat cantik kini menjadi lusuh dengan wajah berjerawat. Tidak ada seorang anka yangvtega melihat ibu kandungnya mendekam di penjara. Kali ini pemuda tersebut membawakan buah-buahan untuk sang Bunda."Mama apa kabar?" tanya Arsen.Sang Mama tersenyum kecut. Sudah hampir lima tahun wanita itu mendekam di jeruji besi. "Nak, bantu Mama keluar dari sini, Mama tidak bisa bertahan dengan semua ini lagi," keluh wanita tersebut."Mah, katakan apa yang sebenarnya terjadi, mengapa Papa memenjarakan Mama, tidak mungkin, kan, Papa memenjarakan Mama tanpa sebab?" tanya Arsen. "Arsen akan sangat kesulitan men
Obrolan Axelle dan juga Marvel Junior berlangsung cukup lama, Axelle sendiri terlihat menengok ke dalam takut sang istri terbangun. Mereka serius membahas langkah selanjutnya mengingat bencana besar di kediaman Marvel waktu itu. Tidak lupa Axelle menanyakan keadaan orang tua sang sahabat yang pastinya syok berat. Nyonya Marvel, nampak syok dia bahkan sempat dirawat di rumah sakit bersamaan dengan Freya."Bagaimana keadaan Frey?" tanya Axelle."Kondisinya sudah lebih baik, hanya saja dia selalu menangis dan terlihat rapuh. Kau tidak perlu khawatir, ada aku dan Mirza menemani. Meski dia lebih sering menanyakan dirimu," ujar Marvel."Katakan maaf padanya, aku tidak mungkin sering ke sana. Ada wanita yang harus aku jaga peras
Keduanya berjalan bergandengan memasuki kamar rawat inap. Freya menyambut keduanya dengan senyum kecut. Stela yang melihat ketidaksukaan Freya menarik tangan. Dia berjalan menghampiri Freya yang duduk di ranjang inap. Marvel dan Mirza tengah duduk di kursi sofa yang berada di sudut. Mereka langsung bangkit dan menghampiri Axelle. Entah apa yang diperbincangkan ketiganya hendak keluar ruang perawatan setelahnya."Sayang, aku tinggal sebentar ya Mereka berdua meminta makan," ucap Axelle menunjuk ke arah sepasang ayah dan anak di hadapannya. Stela mengangguk sebagai jawaban. "Ada yang ingin kalian titipkan?" Axelle menawarkan kepada kedua wanita yang terlihat canggung tersebut."Tidak," jawab Stela dan Freya kompak. Ketiga lelaki itu saling pandang dan tersenyum, kemudian berjalan keluar.