Manda justru tertawa lebar mendengar perkataan Regan. Wanita itu seperti orang tidak waras yang tertawa heboh sendiri.
"Re ... Re. Jadi kamu bertingkah aneh sejak tadi hanya untuk ini? Apa kamu lupa, kalau kamu tidak akan pernah lepas dariku?"
"Menjijikkan," lirihnya. "Tapi sekarang tidak lagi, kamu tidak punya apa pun untuk menahanku."
Manda meraih tas dan menyahut ponsel dari dalam sana. Matanya melotot saat dia tahu video itu terhapus bahkan setelah ia mencadangkannya.
"Cepat sekali kamu melakukannya?"
Regan berdiri, mencondongkan tubuhnya hingga kepala mereka sangat dekat dengan berkata, "Sekarang, pergilah dari hidupku. Aku tidak sudi untuk melihat wajahmu lagi."
Tepat saat Regan baru saja memutar tubuhnya, Manda berkata, "Aku hamil anakmu."
Regan berhenti sejenak dan berkata, "Aku tidak akan percaya lagi dengan mulutmu itu."
"Kamu hanya mengambil ponselku tadi, tapi ka
Mendengar itu, Regan berdiri dengan berkata, "Jangan bercanda, Kai!""Tidak, saya tidak bercanda. Jika sampai ke tahap ini, saya tidak akan mampu lagi untuk berbohong pada Nona Muda."Kemudian Akbar pun ikut menyahut dari dalam dapur. "Saya juga tidak akan membohonginya lagi, Tuan. Lebih baik anda mengatakannya sendiri. Dan apa pun yang akan dilakukan oleh Nona Muda nanti, saya pikir itulah yang terbaik."Regan kembli terduduk dengan lemas dan mengusap wajahnya. "Aku tidak mampu lagi untuk menyakitinya. Aku yakin, Manda tidak mengandung anakku.""Bagaimana anda bisa seyakin itu?" tanya Kaisar."Aku sangat yakin, dan aku akan mencari tahunya nanti. Aku sering mendengar dia mengangkat telpon tengah malam dan sepertinya dia memang menyembunyikan sesuatu dariku.""Kalau anda bisa seyakin itu, sebaiknya anda melakukannya dengan cepat. Karena jika Nona Muda tersakiti lagi, maka saya yang akan membawanya juh dari anda."Regan kembali berdiri
Regan tersentak, saat melihat Fanya yang membuka matanya lebar. "Nya, kamu ... kamu terbangun?"Wanita itu menelentangkan tubuhnya dengan menghela napas panjang. Matanya berkaca-kaca menatap langit-langit kamar dan kemudian dia berkata, "Re, aku tidak mau ini terjadi. Aku tidak mengerti harus mengatakan apa, aku lelah dengan ini semua.""Tidak Nya, aku ingin kamu tetap bertahan untukku. Aku yakin, kalau aku bisa membuktikanya.""Apa yang mau kamu buktikan? Kalau kamu tidak menghamili dia dan kamu hanya berpura-pura dalam video itu? Memangnya siapa yang akan percaya, Re?""Kamu. Aku tau kalau kamu percaya padaku.""Dan dunia akan tau kalau Manda mengandung anakmu. Lalu, apa gunanya lagi suaraku?""Karena aku tidak butuh suara dunia, aku hanya butuh mendengar suara istriku yang mengatakan kalau dialah satu-satunya.""Aku satu-satunya?" Fanya tersenyum miring dan membelakangi Regan. "Kamu tau, ba
Sengaja sekali Fanya menurunkan baju tidurnya hingga menampakkan bagian pundak. Dia membuka pintu dan berkata, "Manda? Kenapa sepagi ini? Kami baru mau mulai ketiga kalinya."Ada Akbar juga di sana. Dan pria itu sempat tersentak, karena belahan itu hampir menyembulkan kedua barang sensitifnya. Dia mengerjap, dan menundukkan kepala dengan berkata, "Maaf Nona, saya sudah mengusir dia dari tadi. Tapi wanita ini memang tidak waras." Begitu saja, dan dia berbalik meninggalkan mereka.Bisa-bisa matanya meminta lebihdan lebih lagi nanti. Bisa dipastikan, mungkin air liurnya juga akan menetes jika dia tidak berbalik dari sana."Mana Regan?" tanya Manda dengan sedikit mengintip ke belakang tubuhnya."Dia gak mau bukain pintu, soalnya dia belum pakek baju. Bagaimana jika kamu menunggunya satu jam lagi? Nanggung, baru juga mulai.""Menjijikkan," cibir Manda."Menjijikkan?" Fanya melipat kedua tagannya di dada dengan
Manda pulang dengan membawa sebongkah kekesalannnya. Hari ini dia melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata dengan sesekali menggebrak setir mobilnya, menuju studio seperti biasa. Tas selempang berwarn merah itu ia lempar dengan membanting tubuhnya ke kursi."Manda!" teriak Ganesha, pria yang menjabat sebagai fotografer yang memegang Manda selama ini. Pria itu mendekat dengan membawa kamera yang ia gantungkan di leher. "Kamu sudah lewat tiga puluh menit untuk pemotretan kali ini. Dan kamu masih bersantai di sini? Pulang saja kamu. Kamu pikir karena kamu terkenl kamu bisa seenaknya sendiri seperti in?""Baru juga sampai.""Itu bukan urusanku. Cepat ganti baju dan selesaikan ini."Baru juga dia hendak bangkit, seorang wanita datang dan mendekat ke arahnya. Dia membungkuk dengan berkata,"Selamat siang, Nona"Manda memandangi wanita yang berdiri dengan memakai blezzer berwana hitam dengan warna span yang senada da
"Benarkah, siapa dia?""Dia, kan, model terkenal? kalau tidak salah namanya Juan. Aku kenal dia karena aku pernah stalking dia dulu.""Dasar!" Fanya tersenyum miring dengan melirik ke arah Almira yang tersenyum-senyum sendiri. "Eh, bagaimana hubungan kamu dengan jihan?""Syukurlah sudah lebih baik. Ternyata kita hanya salah paham selama ini. Bukan dia yang sudah nyebar foto itu.""Terus, apa yang ngirim foto itu ke Kaisar juga kamu?""Engaklah. Gila aja. Sebenci-bencinya aku sama teman, aku gak mungkin juga ngelakuin itu. Lagian aku kurang baik apa, sih? Aku yang nyuruh Kaisar deketin dia, aku yang nyuruh Kaisar buat respon dia, kurang apa coba?"Dengan santinya Fanya menjawab, "Aku baru tau, kalau Kaisar mau disuruh seperti itu.""Tau, ah."Sebelum Mira berdiri dan kembali menghindar darinya, Fanya sudah terlebih dulu mencekal tangan gadis itu dengan berkata, "Dan aku baru tau, k
Dasar Regan. Apa sampai segitunya ya, sampai harus menghentikan mobil di pinggir jalan hanya untuk meminta jatah cium. Padahal jarak rumah mereka sudah dekat. Mungkin hanya butuh lima belas menit lagi untuk sampai di sana. Dan sekarang, pria itu melumat bibir istrinya seperti tidak akan pernah bertemu lagi saja.Fanya sampai sesak napas dibuatnya. Dia menjauhkan tubuh Regan dengan berkata, "Sudah Regan! Kamu ini kenapa, sih? Udah kayak gak ketemu selama berabad-abad saja.""Kenapa, aku meminta ini juga ke istriku. Bagaimana kalau aku memintanya pada orang lain, hm?""Lakukan saja, sana. Akan aku pastikan aku mengebiri kamu nanti.""Kebiri?" Regan terbahak mendengar kata itu. "Kamu mau punya suami yang tidak punya pusaka?""Buat apa pusaka kalau cuma buat nyenengin orang lain. Mending aku potong lah.""Dih, sadis."Membayangkannya saja sudah membuat Fanya terbahak sendiri sekarang. "Sudahlah, a
Makan malam mencekam itu berakhir dengan penuh perjuangan untuk menelan setiap suapan bagi Mira. Dan benar, terlalu sulit untuk mengerti bagaimana perasaan pria itu sejak dulu. Sampai di dalam mobil pun tidak ada pembicaraan sama sekali kecuali Kaisar yang bertanya, "Di mana aku harus menurunkanmu?"Sejauh itukah hubungannya dengan Kaisar sekarang?Mereka seperti orang yang tidak kenal saja. Orang asing, yang baru bertemu malam ini. Kaisar membentang gunung yang terlalu tinggi untuk ditanjaki siapa pun."Anda bisa menurunkan saya di depan gang sana. Rumah kos yang berada di ujung jalan."Begitu saja, dan Kaisar melakukan sesuai dengan apa yang diinginkan Mira. Ternyata Kaisar hanya memanggilnya sekali, hanya untuk kembali terdiam. Kenapa rasanya begitu sulit sekali untuk memulai pembicaraan? Seperti ada yang menahan saat itu akan keluar dari kerongkongan mereka.Tempat kos itu terlihat begitu kecil dengan beberapa kama
Sebelum Mira membuka matanya, Kaisar sudah terlebih dulu untuk membuka pintu kamar itu. Entah sudah berapa lama pria itu berdiri dengan bersandar di jendela dengan memperhatikan Mira yang masih menggulung di bawah selimut itu. Sampai akhirnya dia menyibakkan tirai yang membuat sinar matahari menusuk ke matanya.Mira mengerjap, samar-samar dia melihat bayangan seorang laki-laki yang tengah menekuk kedua tangan dengan memandangi dirinya. Semakin lama, wajah Kaisar semakin terlihat jelas. Gadis itu refleks menutup tubuhnya dengan selimut dan melihat dirinya sendiri yang masih menggunakan pakaian lengkap."Ngapain kamu di sini?""Kamu pikir untuk apa aku ke sini?""Mana aku tau!""Kamu berhutang padaku.""Aku, aku punya hutang apa?""Apa kamu lupa, kamu kemarin mengatakan apa?"Otak Mira masih lemot, memutar apa saja yang ia katakan kemarin malam. Dan ingatannya berhenti saat dia mengatakan