[Los Angeles, California. Hotel Beverly Hilton]
"Aku, Regan Erlando, mengambil engkau sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang dan selama-lamanya. Pada waktu susah, maupun senang. Pada waktu kelimpahan, maupun kekurangan. Dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu mengasihi dan menghargai sampai waktu memisahkan kita. Inilah janji setiaku yang sangat tulus."Beberapa waktu yang lalu aku juga melontarkan jnji ini dengan sangat lantang di depan Anya. Dulu aku berharap akan mengucapkannya di depan manda.
Tapi seiring waktu, Anya mengalihkan duniaku. Membuatku tak ingin lagi mengucap janji suci pernikahan untuk kedua kalinya.
Dan sekarang? Apa yang aku lakukan?
Aku kembali mengucap janji itu dan Manda lah yang berada di depanku. Ku genggam tangannya dengan perasaan dingin. Aku mengutuk diriku yang begitu bodoh bisa masuk ke perangkap brengsek ini.
"Aku, Amanda Roulette. Mengambil engkau sebagai
[Jakarta. Kediaman Regan Erlando, satu minggu yang lalu]Setelah mendapat kabar kalau Regan tiba-tiba harus terbang ke Amerika, Fanya langsung pulang ke Jakarta dengan Jihan dan juga Akbar.Sepanjang perjalanan pun Fanya hanya diam, tidak membuka mulut sedikit pun. Kecewa, tentu saja. Regan bukan hanya meninggalkannya tiba-tiba, tapi dia juga mengatakan kalau akan berada di sana selama dua minggu.Jihan pun juga tidak membuka suaranya, dan semua itu membuatnya bosan dan mendadak kedua matanya menutup perlahan. Kombinasi yang sempurna, hujan pertama dan dinginnya AC mobil untuk mengukir sungai.Sampai dia tidak sadar, mobil yang dikendarai Jihan sudah masuk ke dalam pekarangan rumah Regan. Ternyata Kaisar sudah menunggu mereka di depan pintu utama."Pak, anda tidak ikut ke Amerika?" tanya Jihan. Kemudian Akbar pun ikut menyahut setelah ia keluar dari mobil lainnya. "Kamu tidak ikut Tuan Muda, Kai?""Tidak. Aku ya
Malam ini, Fanya menepati janjinya untuk pulang ke rumah. Saat bertemu Atmaja di kantor, pria itu menyuruhnya untuk pulang jika tidak sibuk.Bukan hanya rindunya untuk menginjak rumah, tapi kata-kata Atmaja seolah mengartikan, "Pulanglah ke rumah, ada sesuatu yang ingin Ayah tunjukkan."Padahal saat itu Atmaja berkata, "Jika kamu tidak sibuk, pulanglah ke rumah. Lagi pula, kamu sudah lama tidak pulang, 'kan?"Tapi saat itu gestur tubuh Atmaja mengatakan lain. Itu sebabnya, malam ini ia begitu penasaran untuk pulang ke rumahnya. Jihan yang mengantarnya pun hanya bisa mengikuti Fanya tanpa tahu apa yang akan terjadi.Sampai di rumah Atmaja, sudah ada satu mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Jihan tidak mengenalinya, tapi jelas Fanya tahu pemilik mobil itu.Dia berjalan cepat, masuk ke rumahnya sebelum Jihan membukakan pintu. "Yah," panggil Fanya dengan masuk begitu saja.Ternyata dugaannya benar. Sudah ada semua keluarg
Jihan membelalak melihat tampilan layar ponsel Kaisar yang baru saja ia banting di atas meja. Ada potret Fanya di tampilan layar dan itu saat makan malam tadi.Bagaimana Kaisar bisa mendapat foto itu? Padahal dia tidak mengambil foto Fanya tadi."Bagaimana bisa Rendi berada satu meja makan dengan Nona Muda, hah?""Maaf Pak, Rendi datang atas undangan dari Pak Atmaja. Saya tidak bisa menyeretnya keluar dari sana."Kaisar tersenyum remeh dan berkata, "Pintar juga dia sekarang. Menggunakan Atmaja sebagai tameng."Jihan masih menunduk, berharap ini semua akan segera berakhir. Sungguh, meskipun ia sudah mengenal Kaisar sejak dulu, tetap saja pria itu terlalu sulit untuk didekati."Pulanglah, aku sendiri yang akan mengatasinya besok."Jihan baru bisa bernapas lega, pipinya masih mulus tanpa bekas tangan. Sudah bukan rahasia lagi, kalau Kaisar tidak akan pandang bulu jika masalah pekerjaan.Tapi ter
Sudah satu minggu ini, Fanya tidak sedikit pun mendapat kabar dari Regan. Saat ia menanyakannya pada Kaisar, pria itu hanya menjawab kalau Regan baik-baik saja dan terlalu sibuk.Sejak kejadian itu, semua orang seolah lupa dengan berita yang sempat meresahkan. Fanya kembali ke salon seperti biasa saja. Tidak ada yang mengungkitnya, atau pun menanyakan hubungan mereka.Semua berjalan seperti biasa, hingga tiba-tiba saja Rendi datang ke salon. Saat Jihan mencegahnya, justru Fanya mengizinkan dia untuk menemuinya."Tidak apa-apa, kita sudah berencana untuk makan siang di kantor Ayah. Dia yang menyuruh kami ke sana.""Tinggalkan saja mobilmu di sini, kita akan pergi bersama, Nya."Jihan menyahut, "Tidak, saya tetap harus ikut.""Kalau begitu, bawa saja mobilku. Aku akan pergi dengan Rendi."Belum juga Jihan berkata lebih, Fanya sudah pergi terlebih dulu masuk mobil Rendi. Setelah malam itu, hubungan mereka ke
Derapan langkah Kaisar menggema di lorong rumah sakit. Pria itu berlarian menuju ruang oprasi setelah mendapat telpon dari Jihan.Keadaan Fanya terbilang parah. Dia mengalami pendarahan karena kehamilannya. Itu sebabnya dokter menyarankan untuk mengambil tindakan oprasi dengan cepat."Bagaimana bisa terjadi?" tanya Kaisar dengan menatap Jihan tajam."Maaf Pak, saya tadi pergi membelikan pesanan Nona Muda. Dan dia pergi ke kamar mandi setelah itu-""Kamu mengecewakan aku Jihan. Mulai hari ini, kamu aku pecat dan pergilah dari hadapanku untuk selamanya." Meskipun nada perkataannya datar, tapi itu terasa begitu dingin di telinga Jihan."Maaf, Pak saya sudah lalai. Semoga keadaan Nona Muda baik-baik saja. Saya pergi," ujarnya dengan wajah lesu.Kaisar sudah tidak mau lagi melihat wajah Jihan. Dia berpaling dan melihat Rendi mondar-mandir tepat di depan pintu kamar oprasi dan menghampirinya dengan langkah menggebu.Tangan
"Hentikan Tuan!" teriak Kaisar. Pria itu kembali menahan dada Regan saat dia akan merengsek keluar rumah."Hentikan kamu bilang?! Aku sudah kehilangan anakku, dan Anya kritis di rumah sakit. Sekarang kamu menghentikan aku?"Regan yang hendak melayangkan tangan ke wajah Kaisar itu terlebih dulu ditepis oleh Kaisar. Dia dengan cepat memelintir dan mengunci tangan Regan di belakang tubuhnya."Lepaskan Kai! Kamu tidak tau, kamu tidak akan mengerti bagaimana perasaanku. Aku sudah kehilangan anakku, Kai! Aku kehilangan segalanya!""Saya tau Tuan. Saya sangat mengerti. Tapi jika anda menghentikan semua ini, semua pengorbanan anda akan berakhir sia-sia. Anda hanya akan mendapat kegagalan total, dan tidak akan mendapatkan apa-apa."Rasanya lulut Regan lemas tidak bertenaga. Dirinya bersalah, bersalah atas semua hal karena telah meninggalkan istrinya yang tengah hamil."Aku merindukannya, aku sangat merindukannya," ujar Regan d
Fanya sudah berhasil melewati masa kritisnya meskipun dia kembali tidak sadarkan diri, tapi dokter mengatakan kalau kondisinya sudah mengalami banyak perubahan.Pagi ini, hanya Akbar yang berada di sana. Atmaja sudah kembali ke kantor, begitu pun dengan Regan dan Kaisar. Tak jarang juga pria itu mengecek keadaan Fanya hingga rasanya sudah terjadwal setiap menitnya.Saat wanita itu mulai mengerjap, Akbar dengan cepat bangkit dari sofa dan menghampirinya. "Nona, akhirnya anda sadar juga," ujarnya lega."Regan mana?""Dia pergi ke kantor dengan Kaisar tadi. Sebentar ya, saya akan memanggilkan dokter." "Aku benar, kan, kalau dia sudah kembali? Rasanya seperti mimpi, aku sempat mengobrol dengannya.""Wajar jika itu terjadi Nona, anda sudah tertidur selama enam hari ini.""Enam?" tanyanya sekali lagi seolah tidak percaya. Bersamaan dengan itu, dokter yang menangani Fanya masuk dengan langkah cepat.
Akhir-akhir ini, apa yang terjadi too much. Hingga aku tidak tahu lagi bagaimana caranya menghibur diri sendiri. Aku hanya ingin menepi, menjauh dari semua hal di sekelilingku yang semakin gila.Aku hanya ingin menghela napas, dan tidak selalu menyalahkan diri sendiri. Aku ingin sehari saja mencintai diri ini. Karena aku tahu, aku layak mendapatkan yang terbaik.Untuk diri ini, terima kasih sudah menjadi orang yang kuat.***Akbar kembali duduk di sisi Fanya. Dia hanya diam, dengan memandangi waanita itu. Mungkin untuk saaat ini lebih baik bagi Akbar untuk tidak membuka suaranya."Akbar," panggil Fanya lirih tanpa menoleh ke arahnya."Iya.""Aku benar, 'kan?""Anda tidak bersalah dalam hal ini. Anda memang berhak marah, bahkan anda boleh menampar Tuan Muda tadi."Dia terlihat tersenyum tipis dan kembali diam. "Iya, ya. Seharusnya aku menamparnya tadi."Baru juga Akba