Langit biru dengan awan putih membumbung tinggi menghiasi cakrawala siang ini. Di sana ada seorang pemuda tampan yang baru menginjakkan kakinya di Bandara Incheon Korea Selatan. Dia sangat merindukan negara tempat di mana ia dilahirkan. Seulas senyum terpancar dari wajahnya. Rasanya sudah lama dia tidak berkunjung ke negara tercintanya ini. Masih 2 tahun saja sudah banyak yang berubah.
"Selamat datang Korea. Semoga hari-hariku cerah dari sekarang," ucap Harry Borison dengan senyuman yang begitu menawan khas pria dingin dan angkuh namun terlihat wibawa.
Harry Borison adalah pria blasteran Korea Inggris, sehingga dia mempunya wajah setengah bule setengahnya khas wajah orang asia membuat wajahnya dikagumi oleh banyak orang. Dia putra semata wayang dari tuan Park Jerry dan nyonya Fiona Angeline. Setelah kepulangannya dari Amerika, Harry langsung diberi tanggung jawab oleh papanya untuk menggantikan posisinya sebagai direktur utama di Rank Group perusahaan milik keluarga mereka yang begitu berpengaruh di Asia.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 di mana para pegawai sudah boleh pulang ke tempat tinggal mereka masing-masing. "Yaakk Han Yura, kenapa kamu sore-sore gini malah mau beranjak tidur? Ini masih jam lima sore, Nak. Cepat bangun dan berdandanlah yang cantik! Ayo cepat banguunnn!!!" teriak nyonya Han Hyemi yang sedikit kesulitan membangunkan putrinya Han Yura.
"Eohh, mamaa. Aku capeekk ... banget, setelah seharian bekerja. Aku ingin istirahat aja. Lagian, aku sering tidur sore-sore begini tapi gak pernah ada yang melarang. Kenapa sekarang mama mempermasalahkannya? Dan apa tadi? Kenapa aku disuruh dandan yang cantik segala?" rengek Yura terhadap mamanya.
"Nggak bisa. Pokoknya kamu harus bangun sekarang juga! Nanti kita akan kedatangan tamu sahabat lama keluarga kita. Jadi, kamu harus berpenampilan secantik mungkin dan jangan sampai memalukan orang tuamu ini. Ayo sana cepat bersihkan tubuhmu itu!" ujar nyonya Han Hyemi sambil menarik tangan Yura agar bangun dan segera menyeretnya ke kamar mandi.
"Aduuhhh ... kenapa mama jadi menyebalkan gini, sih?" Sambil mengacak rambutnya kesal. Segala omelan dilontarkan Yura di dalam kamar mandi.
Beberapa menit telah berlalu, akhirnya Yura keluar juga dari kamar mandi setelah selesai membersihkan tubuhnya. Yura melangkahkan kakinya ke sebuah almari yang cukup besar dengan desain Eropa yang klasik tempat di mana ia menaruh semua pakaiannya. Dia mempertimbangkan pakaian mana yang akan ia kenakan sekarang, sehingga dia mencoba satu persatu semua pakaiannya dan pada akhirnya pilihannya jatuh pada pakaian berwarna peach. Setelah dirasanya semua sudah cukup, Yura berdiri di depan cermin besar yang memperlihatkan semua lekuk tubuh indahnya.
Yura terpesona dengan tampilannya sendiri. Dia memakai pakaian pilihannya tadi dengan balutan make up ditambah berbagai aksesori yang telah melekat pada tubuhnya seperti anting, kalung, dan rambut yang dibiarkan terurai. Sehingga membuat semakin mempercantik tampilannya malam ini.
"Apakah ini benar diriku? Tumben sekali aku terlihat cantik seperti ini. Tapi tunggu dulu, kenapa aku jadi antusias seperti ini? Lagian, nggak jelas juga siapa tamunya. Terus kenapa aku harus repot-repot berias seribet ini? Haahhh ... sungguh membuang-buang waktu aja." Yura menanyakan kepada dirinya sendiri seolah tidak percaya akan apa yang dilihatnya sekarang di depan cermin. Rasanya antara senang dan juga malas karena waktu istirahatnya terganggu.
Keluarga Han menyiapkan semuanya dengan begitu antusias dan senyuman selalu terpancar di wajah mereka terutama kedua orang tua Yura. "Mamaa, papa. Memangnya mau ada acara apa, sih? Kenapa kita harus menyiapkan begitu banyak makanan? Pakaian mama papa juga terlihat formal begini," tanya Han Daniel (adik Yura) dengan raut muka yang kebingungan.
"Kamu sudah datang ternyata putra andalanku. Kita bentar lagi mau kedatangan tamu istimewa. Jadi, cepat sana ganti pakaianmu! Aku beri waktu lima menit untuk kamu ganti pakaian," ujar tuan Han Baek.
"Yaakk ... Papaa ... Kenapa waktu yang diberikan kepadaku cuma lima menit? Waktu segitu hanya cukup buat masukkan celana aja itu pun hanya separuh kaki ...," rengek Daniel kepada papanya yang dibalas dengan tatapan tajam dari Tuan Han. Akhirnya mau tak mau, Daniel menuruti apa kata papanya sebelum hal yang tidak dia inginkan terjadi.
Tuan Han Baek dan Nyonya Han Hyemi masih sibuk mempersiapkan semuanya sambil dibantu oleh para pelayan rumah mereka. Tak berkunjung lama bel rumah mereka berbunyi.
"Ahh, itu pasti mereka. Aku coba lihat dulu." Tuan Han dengan antusias pergi ke depan membukakan pintu rumah mereka yang cukup besar.
"Waahh, benar ternyata dugaanku. Ini benar-benar kalian yang datang. Aku merindukanmu teman. Rasanya sudah lama sekali kita nggak bertemu," ujar tuan Han sambil memeluk sahabat lamanya tuan Park Jerry.
"Aku juga sangat merindukanmu teman lamaku." Membalas pelukan tuan Han. "Apa aku dan keluargaku nggak boleh masuk ke dalam rumahmu?" tanya tuan Park Jerry dengan wajah yang berbinar.
"Aduuhh, maaf Jerry. Aku sampai lupa. Ayo silakan masuk! Kami sudah menyiapkan banyak makanan buat kalian," ujar tuan Han sambil mengajak keluarga Park Jerry masuk dan mengantarnya menuju ruang keluarga. Di sana beberapa makanan sudah tertata rapi di meja yang telah disiapkan oleh keluarga Han.
"Waahh, akhirnya kita bertemu lagi. Ayo silakan duduk!" ujar nyonya Han Hyemi yang dijawab anggukan oleh keluarga Park Jerry.
"Oh, baik, terima kasih," jawab Nyonya Fiona dengan senyum berbinar.
"Apakah ini putra kalian?" tanya tuan Han.
"Iya betul, dia putra semata wayangku. Tadi siang, dia baru datang dari Amerika. Kebetulan dia telah menyelesaikan study-nya di sana selama dua tahun. Rasanya sudah lama sekali dia pergi meninggalkanku. Lihat saja wajahnya sudah seperti bule," jawab tuan Park Jerry dengan senyum lebarnya mencoba menggoda Harry.
Sedangkan orang yang sedang dibicarakan hanya mengulas sebuah senyuman tanpa berkata apa pun. "Ternyata kamu bisa juga manja sama anakmu, ya? Jelas saja putramu ini kayak orang bule. Dia, 'kan, lebih mirip sama ibunya," goda tuan Han kepada sahabatnya itu. "Oh iya, siapa namamu, Nak?" tanya tuan Han Baek kepada Harry.
"Nama saya Harry Borison." Sambil memberikan hormat kepada tuan Han dan nyonya Han. "Senang bisa bertemu paman dan bibi." Harry menjawab dengan sopan serta memberikan senyum hangatnya yang semakin membuatnya tampan dengan berbalut kemeja putih dan celana hitam yang terlihat pas ditubuhnya. Tak lupa mata coklat mudanya yang sangat berkilau membuat ketampanannya semakin terlihat sempurna.
"Aku tidak menyimpannya, karena aku pikir data itu aman dan tidak mungkin orang luar bisa mencuri data itu. Lagian Naemi juga tidak mungkin mencurinya. Dia juga tidak tahu kalau rumah sakit ini milik keluargaku," jelas Marwin yang mulai merasakan ada keganjalan dari situasi saat ini."Oke, begini saja masalah tentang penyelidikan ini hanya kita berdua saja yang tahu. Jangan sampai ada yang tahu lagi termasuk orang terdekat kita sekali pun, karena kita juga tidak tahu siapa yang benar-benar tulus membantu dan siapa yang menyembunyikan sesuatu di belakang kita," saran Jungwo. Dia juga merasakan sesuatu yang aneh tentang kejadian ini."Oke, baiklah. Terima kasih kamu sudah mau membantu. Kalau gitu, kamu pulang dulu. Aku juga akan membantu menyelidiki mengenai masalah ini," jawab Marwin."Oke, aku pulang dulu. Oh iya, sebaiknya kamu bicarakan masalah ini dengan Harry juga karena dia yang sangat berpengaruh dalam menyelesaikan masalah ini," ucap Jungwo dan langsung m
Saat ini, Naemi sudah ada di kediaman pamannya. "Huufftt, kenapa masalah terus saja muncul kepadaku? Oh Tuhan, aku nggak ingin ada orang yang kehilangan nyawanya, karena ulahku lagi. Sudah berapa banyak orang yang sudah mati di tanganku? Aku ingin bertobat, Tuhan. Maka dari itu, tolong berikan Harry padaku, agar aku bisa menebus segala kesalahanku selama ini," batin Naemi sedikit memaksa sambil duduk di kursi taman rumah sambil menunggu pamannya pulang. "Kenapa kamu ada di sini, Naemi? Bukankah seharusnya kamu ada di rumah suamimu?" tanya Jo Jingri membuyarkan lamunan Naemi. "Ohh, paman sudah pulang? Aku hanya ingin mengunjungimu saja. Pikiranku sedang kalut saat ini. Oh iya, apa paman tahu tentang Rachel penyanyi terkenal itu?" tanya Naemi. "Sepertinya nama itu nggak asing. Sebentar, kamu punya fotonya nggak?" Kemudian Naemi memberikan foto Rachel yang ia dapat dari media sosial kepada pamannya. "Oh, aku ingat. Dia dulu itu penyanyi di club m
Malam yang begitu sunyi hanya terdengar suara hembusan angin dan aliran air sungai yang meneduhkan hati. Di sana, terdapat sosok wanita cantik duduk berdiam diri sambil menatap bintang-bintang yang seakan-akan sedang menghiburnya malam ini. Angin yang berhembus semakin menusuk kulit putih wanita itu. Rasa dinginnya malam sama sekali tidak ia pedulikan, tergantikan akan hatinya yang kembali hangat saat dirinya menyendiri seperti ini.Entah sampai kapan semua cobaan yang menimpa dirinya berakhir, menggantikan semuanya dengan kebahagian. Ingin rasanya dia tidak bersikap egois seperti ini. Namun, dia sudah lelah akan semua hal yang telah terjadi dalam hidupnya. Kata menyerah selalu menghantui pikirannya. Dia sakit di saat statusnya yang sebenarnya harus disembunyikan di hadapan publik, membuat semua pergerakannya harus dikendalikan.'Harry calling'Nama itu, membuat hatinya kembali merasakan rasa sakit. Rasa egois lebih dominan daripada rasa rindu, hingga m
"Hei bro, ke mana Calista?" tanya Harry pada Marwin."Entahlah. Tadi dia pergi ke toilet dan mukanya seperti habis melihat dirimu selingkuh, bung," bisik Marwin sambil ketawa.Harry langsung meninggalkan Marwin dan bergegas untuk mencari Calista. Namun, langkahnya terhenti saat namanya di panggil."Hai, direktur Harry. Senang bisa menjadi bintang tamu spesial di perusahaanmu aku sangat merasa terberkati," ucap Rachel manis di hadapan Harry."Sama-sama. Saya juga berterima kasih, karena anda sudah meluangkan waktu untuk menghadiri acara perusahaan kami," jawab Harry formal.Perbincangan mereka menjadi sorotan banyak orang bahkan wartawan tak menyia-nyiakan mengabadikan kesempatan emas itu."Bisakah anda menemani saya untuk mengobrol? Saya tidak terlalu kenal dengan orang-orang di sini." Ucapan Rachel begitu manis mungkin jika itu diucapkan di depan pria lain pasti hatinya sudah berbunga-bunga. Namun, ucapan manis itu ditujukan pada Harr
"Kenapa hatiku sakit, ya, saat melihat mereka berjalan berdampingan seperti itu?" tanya Harry pada hatinya sendiri.‘’Hei bukannya dia itu Han Yura?”“Waawww, apa aku nggak salah lihat? Wanita itu sangat mirip dengan mendiang istri Direktur Harry, loh.”“Apakah dia reinkarnasi dari sosok Han Yura? Daebaakkk ....”“Berita kali ini membuat gempar warga Korea pastinya.” Semua para tamu undangan, banyak yang dibuat terkejut dengan kedatangan Calista dan Marwin kecuali pegawai Rank Group yang memang sudah tahu dengan sosok Calista. Pasalnya, wajah mendiang istri sang direktur muda Harry Borison menjadi sorotan publik pasca kecelakaan terjadi yang menewaskan wanita malang tersebut. Sehingga, saat Calista menginjakkan kaki di tempat pagelaran akbar tersebut, wajar saja banyak or
Tiba sudah hari pergelaran akbar yang ditunggu-tunggu para kolega dan seluruh pebisnis Korea Selatan. Di mana mereka saling mencari muka di depan sang direktur Perusahaan Rank Group. Bahkan di antara mereka ada yang ingin mendapatkan perhatian, ada juga yang ingin mendapatkan kerja sama bersama perusahaan raksasa tersebut.Calista yang berada di kediaman Marwin, merasa sangat gelisah. Dia bingung mau memakai baju yang mana. Setidaknya penampilannya malam ini tidak boleh kalah dengan para wanita yang ingin mencari perhatian Harry."Hei, kenapa mukamu kusut begitu, hemm?" tanya Marwin yang tiba-tiba berada di samping calista."Aku bingung ini, gaun apa yang akan aku pakai nanti? Apalagi gaun-gaun kesayanganku ada di rumahku dan Harry ...." Wajah Calista cemberut hanya karena gaun."Dasar wanita. Ribet sekali, sih. Nih, Harry tadi sudah mengirimkan gaun untukmu," ucap Marwin sambil memberikan gaun itu kepada Calista."Waahh, benarkah