"Waahh, dia sangat tampan Jerry. Sama seperti waktu aku masih muda, iya, kan?" ujar tuan Han dengan penuh percaya diri yang ditanggapi dengan tertawaan oleh kedua keluarga kecil tersebut.
"Nggak mirip sama sekali. Dia lebih mirip aku waktu muda. Astaga, ternyata kamu masih sama seperti dulu ya, Baek. Selalu percaya diri," ujar Tuan Park sambil tertawa mengejek. "Ngomong-ngomong, ke mana putra dan putrimu?"
"Mereka masih siap-siap di atas." Tak lama kemudian, Daniel keluar dari kamarnya.
"Ohh, itu dia (Daniel) putraku yang bungsu. Cepat sini, Nak! Beri salammu kepada keluarga sahabat papa," ujar tuan Han. Kemudian Daniel memberikan ucapan salam untuk keluarga Park Jerry. Mereka semua berbincang-bincang dengan begitu bahagianya. Sedangkan Harry, dia mulai merasa bosan dan memilih untuk bermain ponsel.
"Ah, tunggu dulu. Di mana putrimu, Baek? Apa masih belum selesai juga siap-siapnya?" tanya tuan Park Jerry.
Belum sempat tuan Han menjawab, terdengar suara high heels yang sedang menuruni tangga. Semua mata menoleh ke sumber suara tersebut dan mereka semua terpesona ketika melihat seorang wanita bagaikan dewi menuruni anak tangga dengan begitu anggunnya.
Harry yang sedari tadi memainkan ponselnya, terdiam membatu. Matanya terpesona ketika memandang wanita itu (Han Yura). Baru pertama kali ini seorang Harry Borison pandangannya terpaku ketika melihat sosok wanita.
"Kenapa tiba-tiba tubuhku berdesir hebat seperti ini saat melihatnya?" Harry tidak mengerti dengan perubahan dalam dirinya.
Setelah sampai di ruang keluarga, Han Yura memberikan salam hangatnya kepada keluarga sahabat lama papanya. Sontak saja, Yura merasa terkejut ketika mengetahui siapa tamu istimewa keluarganya yang tak lain adalah keluarga Park. Di mana tuan Park Jerry adalah direkturnya sekaligus pemilik perusahaan Rank Group tempat di mana ia bekerja.
"Jadi, ternyata kamu yang namanya Han Yura putri dari Han Baek? Kalau aku sudah tahu sejak awal, aku pasti akan sangat senang. Kamu wanita yang tidak hanya cantik, tapi juga giat bekerja. Prestasimu di perusahaan juga bagus. Tidak salah lagi aku milih menantu," ujar tuan Park Jerry tanpa dosa. Kedua insan (Yura dan Harry) dibuat terkejut atas perkataannya.
"Apa maksudnya dengan calon menantu, Pa?" Harry merasa bingung dengan ucapan papanya barusan.
"Iya direktur, Yura juga tidak paham sebenarnya ini ada apa?" timpal Yura kepada direkturnya sekaligus kerabat orang tuanya.
Park Jerry malah tersenyum melihat kedua anak muda itu kebingungan. "Ohh, sepertinya anak-anak kita masih tidak tahu dengan rencana kita Han Baek," jawab Park Jerry yang dibalas senyuman oleh tuan Han, nyonya Han dan nyonya Fiona kecuali Daniel karena dia tidak tahu sama sekali dengan rencana orang tuanya untuk sang kakak.
"Iya benar katamu sayang. Mereka tidak tahu apa-apa, berjumpa saja baru kali ini," ujar nyonya Fiona kepada suaminya yang dibalas dengan gelak tawa kedua keluarga. Kecuali Yura dan Harry, mereka hanya diam membisu tidak tahu harus berkata apa tentang rencana kedua orang tua mereka. Mereka berdua bingung apa yang harus mereka perbuat sekarang ini setelah mendengar perkataan dari orang tuanya. Rasanya mereka ingin segera meninggalkan ruangan.
"Oke, biar aku perjelas lagi. Harry Borison dan Han Yura, maaf, kami tidak membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan kalian. Namun, kami melakukan semua ini demi kebaikan kalian sendiri. Harry, aku tahu kamu nggak setuju dengan rencana kami. Aku mohon, kali ini kamu jangan menentang keputusan papa dan mama. Mungkin ini tidak adil bagimu, tapi cobalah mengerti Harry. Papa dan mama sangat menyayangimu. Kami tidak mau kamu salah pilih dalam mencari pasangan dan kami yakin kamu akan bahagia bersama Han Yura. Kami sudah memutuskan, pernikahan kalian akan diadakan dua minggu lagi. Jadi, selama itu kalian bisa saling mengenal satu sama lain. Aku mohon pada kalian berdua untuk menerima perjodohan ini," ujar tuan Park Jerry panjang lebar di depan kedua keluarga kecil mereka.
Yura dan Harry hanya diam seribu bahasa. Mereka terlarut dalam pikirannya masing-masing, sehingga kesunyian melanda di antara mereka semua setelah penuturan yang diberikan oleh tuan Park Jerry barusan. Namun, tak lama kemudian Harry mengeluarkan suaranya.
"Baiklah. Papa, mama, jika itu bisa membuat kalian bahagia. Aku akan menerima perjodohan ini." Dibalik sifat dingin dan angkuhnya, Harry memang seorang anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Kebahagiaan mereka adalah segalanya bagi Harry. Meskipun dia tidak yakin akan keputusannya sendiri setelah dia ditinggal oleh pujaan hatinya untuk selamanya empat tahun lalu. Kejadian itu membuat dunia Harry begitu terpuruk.
Harry Borison dulunya memiliki seorang kekasih yang sangat dicintainya. Waktu itu, dia masih berumur 25 tahun. Akan tetapi, takdir memisahkan mereka berdua. Kekasih hatinya Hwan Yeunji meninggalkannya karena kecelakaan tragis yang menimpa wanita itu. Harry sangat terpukul akan kepergian wanitanya. Dia sangat menyesali tidak bisa menemani gadisnya karena dia terlalu sibuk dengan study-nya. Harry merutuki dirinya sendiri sampai saat ini. Dia masih belum bisa menerima dengan kejadian empat tahun lalu. Hingga membuatnya menjadi seorang pria yang dingin dan angkuh terhadap orang lain. Bahkan dia sempat berpikiran untuk tidak mengenal apa yang namanya cinta lagi, karena baginya semua itu akan sia-sia terhadap hidupnya. Dia merasa tidak akan ada yang bisa menggantikan wanitanya di dalam hati Harry.
"Baiklah kalau gitu. Harry sudah mengatakan akan menerima perjodohan ini, Sekarang bagaimana denganmu, Yura? Apa kamu juga akan menerima perjodohan ini?" tanya tuan Han kepada Yura putri kesayangannya. Sedangkan Yura hanya diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Di satu sisi, dia ingin menikah. Dia sudah tidak tahan dengan sindiran keluarganya dan teman-temannya Karena dia tidak pernah menjalin hubungan dengan seorang pria. Tapi, disisi lain dia tidak pernah mengenal pria yang akan menjadi suaminya ini dan dia juga belum siap akan menjadi seorang istri mulai dua minggu depan.
"Ohh, Tuhan. Aku harus menjawab apa?" batin Yura dengan gelisah.
Harry melihat kegelisahan pada diri Yura. "Ahh, mungkin Yura masih butuh waktu untuk memikirkannya." Akhirnya Harry angkat bicara di depan keluarga mereka. Sedangkan tuan Han dan nyonya Han sedikit gelisah melihat kondisi putrinya saat ini.
Namun, tiba-tiba Yura mengeluarkan suaranya. "Aku menerima perjodohan ini," ucap Yura pada akhirnya. Semua keluarga sontak terkejut dengan perkataan Yura yang secara tiba-tiba.
"Apa benar yang kamu katakan, Nak?" tanya nyonya Han yang dijawab anggukan dan senyuman dari Yura. Sedangkan Harry merasakan adanya kejanggalan pada diri Yura.
"Ahh, syukurlah kalau kalian berdua menerima perjodohan ini. Masalah persiapan pernikahan, biar kami saja yang mengurus semuanya. Kalian berdua hanya fokus pada pekerjaan kalian saja. Dan kamu Harry Borison, kamu harus mulai mempersiapkan dirimu untuk memimpin Rank Group mulai besok," ujar tuan Park Jerry.
"Baik, Pa," jawab Harry dengan kewibawaannya. Sedangkan Yura hanya menatap Harry dengan lekat tidak menyangka dengan apa yang dia dengar barusan.
"Berarti direktur baruku adalah HARRY BORISON dan dia adalah calon suamiku sendiri? Ohh, ini sungguh nggak mungkin. Ya Tuhan, takdir apalagi ini? Bagaimana aku bisa menghadapinya nanti di kantor? Astagaa ... kalau kayak gini mending aku jomblo aja sampai mati." Yura tak percaya dengan garisan takdir yang terjadi pada dirinya. Kedua keluarga kecil itu merasa bahagia dan mereka kembali menyantap hidangan yang ada di depan mereka.
"Ohh iya, Yura. Tolong ambilkan buah yang ada di dapur, ya! Tadi sudah mama siapkan, tinggal ambil saja." Perintah nyonya Han Hyemi kepada Yura. "Baik, Ma," jawab Yura sambil melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil buah. Harry yang melihat kepergian Yura segera mencari alasan untuk bisa menyusulnya. "Maaf semuanya. Saya izin ingin pergi ke kamar mandi sebentar," ujar Harry kepada semua orang yang berada di ruangan itu. Harry melangkahkan kakinya menuju dapur tempat di mana Yura berada. "Apa kau sungguh mau menerima perjodohan ini?" tanya Harry tiba-tiba yang membuat Yura terkejut dengan kedatangannya. "Yaakk. Kamu benar-benar mengejutkanku tuan Harry Borisonnn ..." Cibir Yura dengan menekankan nama Harry secara lengkap dengan tatapan sebal terhadap pria di depannya sekarang. "Kenapa kamu jadi sinis begitu? Cepat jawab pertanyaanku!" ujar Harry sedikit kesal. "Ya, aku menerimanya. Kenapa memangnya, kamu nggak setuju?" tanya Yu
"Yaa, tapi 'kan, dua minggu lagi Nunna akan segera menikah. Lagian kak Harry tadi sangat tampan. Pasti anak kalian nanti imut sekali seperti diriku," jawab Daniel tanpa dosa. "Ya Tuhaann ... kenapa aku memiliki adik seperti dia? Sudahlah pergi sana! Jangan membuatku semakin marah Daniell .... Kamu tahu sendiri 'kan, kalau aku lagi marah kayak gimana?" ujar Yura mengancam. "Emmm, aku tahu. Kalau Nunna lagi marah kayak gimana. Kamu akan teriak-teriak dan menjambak rambutku sampai rontok," jawab Daniel polos. "Waahh ... kamu semakin pintar juga ternyata adikku sayang. Apa kamu mau merasakannya lagi?" Yura berniat mendekati Daniel. Namun belum sempat Yura melangkahkan kakinya, Daniel sudah lari terbirit-birit keluar dari kamar Yura. "Wahahaha ... Lihat bagaimana cara dia lari tadi? Sungguh menggemaskan sekali. Rasanya semua penatku terhibur dengan kelakuannya yang konyol." Yura tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya melihat tingkah lucu adiknya b
Semua pegawai kembali ke tempatnya masing-masing, begitu juga dengan Yura dan Naemi. Suasana di kantor kembali seperti biasanya. Para pegawai sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Sedangkan Harry di ruangannya sedang memeriksa berbagai dokumen yang harus dipelajarinya. Dia dibantu dengan sekretarisnya Lee Dongsun. Namun, Harry yang pikirannya sedang fokus, tiba-tiba terganggu dengan bayangan Yura tadi pagi. "Sebenarnya ada apa dengan diriku? Ini sungguh nggak benar. Kenapa wajah Yura tiba-tiba muncul di pikiranku?" batin Harry gelisah. Dongsun yang melihat kegelisahan pada muka Harry segera menghampirinya. "Apa yang sedang kamu pikirkan Harry? Sepertinya kamu tidak fokus." Pertanyaan Dongsun sebagai sahabat bukan sebagai sekretarisnya. "Entahlah, Dongsun. Sepertinya aku harus pergi ke psikiater. Aku merasa otakku sudah nggak beres," ucap Harry gelisah. Dongsun yang mendengar penuturan Harry merasa khawatir dengan kondisi sahabatnya itu. "Apa ka
Harry yang sudah berada di ruangannya, segera merebahkan tubuhnya pada sofa yang ada di ruangannya. Entah mengapa dia memegang dadanya yang bergemuruh hebat saat ini belum lagi ditambah dengan kemunculan Dongsun secara tiba-tiba yang semakin membuat Harry terkejut dibuatnya. "Yaaakk. Astagaaa ... kamu nggak bisa mengetuk pintu dulu? Kenapa kamu selalu saja muncul di hadapanku secara tiba-tiba? Dan itu selalu membuatku terkejut. Untung saja aku tidak mempunyai jantung." Bentakan Harry pada Dongsun. "Kenapa IQ-mu sekarang jadi menurun drastis begini? Lagian mana bisa kamu hidup kalau kamu tak punya jantung." Jawaban Dongsun mampu membuat Harry berpikir ulang tentang apa yang diucapkannya barusan. "Kenapa sekarang aku jadi bodoh gini? Semua itu gara-gara wanita jadi-jadian itu. Bisa-bisanya dia sudah meracuni otakku yang berlian ini." Perkataan Harry dalam hatinya. Sedangkan Dongsun menatap Harry dengan mata menyipit seolah-olah dia akan menerkamnya. "Kenapa kamu meliha
Sudah dua jam berlalu, akhirnya meeting kali ini sudah selesai. Direktur beserta sekretarisnya meninggalkan ruangan meeting. Dari semua tim ada yang merasa senang karena rancangannya diterima dan juga ada yang kecewa karena rancangannya ditolak mentah-mentah. Seperti halnya yang terjadi pada tim pemasaran, wajah mereka sangat kusut setelah keluar dari ruang meeting. "Mengapa bisa direktur menolak mentah-mentah rancangan kita tanpa harus mempertimbangkannya lagi?" tanya salah satu rekan Yura. "Entahlah. Sepertinya, direktur kita kali ini sangat tegas dan tidak bisa menerima toleransi," tambah yang lain. Sedangkan Yura hanya diam saja memikirkan bagaimana dia bisa menyelesaikan laporan selama tiga bulan dalam waktu satu hari karena besoknya sudah harus diserahkan kepada direktur. "Dasar pria menyebalkan, gila. Aisshhh (meremas dokumen yang dibawanya)." Yura merasa begitu kesal. Hari sudah sore, waktunya semua pegawai untuk pulang. "Han Yura ayo pulang!"
"Apa kamu sedang bersama seorang pria?" tanya salah satu rekannya yang melihat ada jas di samping kursi Yura. Belum sempat Yura menjawab, tiba-tiba suara Jian (salah satu rekan Yura) mengagetkan semua orang yang ada di sana. "Ohh ... direktur," ucap Jian terkejut melihat Harry yang datang dari arah toilet. Sedangkan Harry sangat terkejut melihat beberapa orang yang tak lain adalah pegawainya sendiri sudah berada di tempat duduknya dengan Yura. Yura yang melihat kemunculan Harry mulai panik. Sedangkan rekan-rekannya berdiri melihat keberadaan direkturnya itu dengan rasa canggung. Harry yang masih berada di tempatnya ragu untuk melangkahkan kakinya. Dia mulai panik alasan apa yang akan ia katakan nanti kepada para pegawainya. "Direktur, silakan bergabung bersama kami (mendekati Harry)." Jian mengajak Harry yang masih terbengong. "Ohh, iya," jawab Harry sedikit panik. "Apa nggak ada kursi lagi?" tanya Naemi sambil mencari kursi. "Itu ada
Yura menoleh ke belakang dan ia terkejut kalau sekarang dirinya sedang diperhatikan oleh rekan-rekannya. "Gawat ..." ucap Yura segera melesat masuk ke dalam mobil Harry. Sedangkan Harry segera menghidupkan mobilnya dan melaju meninggalkan kafe. Untung saja kaca mobilnya gelap sehingga dia tidak harus tertangkap basah sedang bersama Yura. "Huuhh... hampir saja kita ketahuan." Yura merasa lega sambil memegang dadanya yang masih berdetak kencang. Harry yang melihatnya hanya tersenyum dan kembali fokus mengemudi. "Harry ...." panggil Yura pelan dan tidak berani menatap pria di sampingnya. "Heemm," jawab Harry yang masih fokus menyetir. "Terima kasih untuk traktiran makannya tadi," lanjut Yura menundukkan kepalanya karena malu. "Hei, ada apa dengan dirimu? Biasanya kamu selalu memakiku, kenapa kamu sekarang jadi bersemu merah begini?" goda Harry sengaja. "Yaakk, siapa juga yang bersemu merah? Mungkin ini efek dari kegugupanku tadi," bantah Yura kes
Keesokan harinya, Yura yang berada di tempat duduknya di mana tempat ia bekerja hanya tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian semalam. Dia ternyata sudah bangun saat Harry membawanya ke kamar. Tapi, dia enggan untuk membuka matanya. Dia juga mengetahui semua yang Harry lakukan padanya, termasuk ucapan isi hati Harry dan juga ciuman di keningnya. Wajah Yura langsung memanas seketika dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Hingga suara ponsel menyadarkannya. From: Crazy Borison Nanti jam istirahat kutunggu kamu di parkiran, karena kita nanti akan fitting baju pengantin. "Astaga ... laporanku saja belum juga selesai dan sekarang dia malah mengajakku keluar. Apa yang harus aku lakukan?" Yura hanya menatap ponselnya. Belum sempat dia membalas pesan Harry, ponselnya berbunyi lagi. From: Crazy Borison Jangan banyak mikir. "Dasar pria gilaa ... kenapa dia selalu saja memaksaku? Aku tak akan membala