Sudah dua jam berlalu, akhirnya meeting kali ini sudah selesai. Direktur beserta sekretarisnya meninggalkan ruangan meeting. Dari semua tim ada yang merasa senang karena rancangannya diterima dan juga ada yang kecewa karena rancangannya ditolak mentah-mentah. Seperti halnya yang terjadi pada tim pemasaran, wajah mereka sangat kusut setelah keluar dari ruang meeting.
"Mengapa bisa direktur menolak mentah-mentah rancangan kita tanpa harus mempertimbangkannya lagi?" tanya salah satu rekan Yura.
"Entahlah. Sepertinya, direktur kita kali ini sangat tegas dan tidak bisa menerima toleransi," tambah yang lain.
Sedangkan Yura hanya diam saja memikirkan bagaimana dia bisa menyelesaikan laporan selama tiga bulan dalam waktu satu hari karena besoknya sudah harus diserahkan kepada direktur. "Dasar pria menyebalkan, gila. Aisshhh (meremas dokumen yang dibawanya)." Yura merasa begitu kesal.
Hari sudah sore, waktunya semua pegawai untuk pulang. "Han Yura ayo pulang!"
"Apa kamu sedang bersama seorang pria?" tanya salah satu rekannya yang melihat ada jas di samping kursi Yura. Belum sempat Yura menjawab, tiba-tiba suara Jian (salah satu rekan Yura) mengagetkan semua orang yang ada di sana. "Ohh ... direktur," ucap Jian terkejut melihat Harry yang datang dari arah toilet. Sedangkan Harry sangat terkejut melihat beberapa orang yang tak lain adalah pegawainya sendiri sudah berada di tempat duduknya dengan Yura. Yura yang melihat kemunculan Harry mulai panik. Sedangkan rekan-rekannya berdiri melihat keberadaan direkturnya itu dengan rasa canggung. Harry yang masih berada di tempatnya ragu untuk melangkahkan kakinya. Dia mulai panik alasan apa yang akan ia katakan nanti kepada para pegawainya. "Direktur, silakan bergabung bersama kami (mendekati Harry)." Jian mengajak Harry yang masih terbengong. "Ohh, iya," jawab Harry sedikit panik. "Apa nggak ada kursi lagi?" tanya Naemi sambil mencari kursi. "Itu ada
Yura menoleh ke belakang dan ia terkejut kalau sekarang dirinya sedang diperhatikan oleh rekan-rekannya. "Gawat ..." ucap Yura segera melesat masuk ke dalam mobil Harry. Sedangkan Harry segera menghidupkan mobilnya dan melaju meninggalkan kafe. Untung saja kaca mobilnya gelap sehingga dia tidak harus tertangkap basah sedang bersama Yura. "Huuhh... hampir saja kita ketahuan." Yura merasa lega sambil memegang dadanya yang masih berdetak kencang. Harry yang melihatnya hanya tersenyum dan kembali fokus mengemudi. "Harry ...." panggil Yura pelan dan tidak berani menatap pria di sampingnya. "Heemm," jawab Harry yang masih fokus menyetir. "Terima kasih untuk traktiran makannya tadi," lanjut Yura menundukkan kepalanya karena malu. "Hei, ada apa dengan dirimu? Biasanya kamu selalu memakiku, kenapa kamu sekarang jadi bersemu merah begini?" goda Harry sengaja. "Yaakk, siapa juga yang bersemu merah? Mungkin ini efek dari kegugupanku tadi," bantah Yura kes
Keesokan harinya, Yura yang berada di tempat duduknya di mana tempat ia bekerja hanya tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian semalam. Dia ternyata sudah bangun saat Harry membawanya ke kamar. Tapi, dia enggan untuk membuka matanya. Dia juga mengetahui semua yang Harry lakukan padanya, termasuk ucapan isi hati Harry dan juga ciuman di keningnya. Wajah Yura langsung memanas seketika dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Hingga suara ponsel menyadarkannya. From: Crazy Borison Nanti jam istirahat kutunggu kamu di parkiran, karena kita nanti akan fitting baju pengantin. "Astaga ... laporanku saja belum juga selesai dan sekarang dia malah mengajakku keluar. Apa yang harus aku lakukan?" Yura hanya menatap ponselnya. Belum sempat dia membalas pesan Harry, ponselnya berbunyi lagi. From: Crazy Borison Jangan banyak mikir. "Dasar pria gilaa ... kenapa dia selalu saja memaksaku? Aku tak akan membala
Beberapa menit berlalu, mobil Harry akhirnya sampai di depan sebuah butik terkenal di Korea Selatan. Harry dan Yura segera memasuki butik tersebut. Ketika Harry baru membuka pintunya, dia langsung disambut oleh semua pelayan yang membungkuk hormat ke arahnya. Harry yang melihatnya tidak begitu terkejut karena butik ini adalah salah satu aset milik keluarganya. "Sebegitu terkenalkah seorang Harry Borison sehingga mampu membuat semua orang tunduk padanya?" batin Yura tidak melepaskan seinci pun pandangannya dari sosok Harry. "Jangan terlalu lama memandangiku! Nanti kamu akan terjerat oleh pesonaku," bisik Harry pada Yura. "Ciihh, amit-amit. Aku nggak segampang itu untuk bisa menyukai pria," ketus Yura. "Jadi, kamu selama ini menyukai sesama wanita gitu maksudnya." Harry langsung mendapatkan pukulan dari Yura. "Dasar menyebalkan ..." Yura langsung meninggalkan Harry "Kamu begitu keras kepala Yura. Tapi, itu yang membuatmu semakin menarik," batin
Yura yang merasa diperhatikan menolehkan wajahnya. "Apa kamu lihat-lihat?" tanya Yura sinis kepada pegawai wanita itu. "Dasar nggak sopan." Pegawai wanita itu mengomentari Yura. Belum sempat Yura membalas perkataan pegawai itu, Harry sudah menyela. "Sudah cukup, sekarang kamu boleh keluar dari ruanganku." Tegas Harry kepada pegawai wanita itu sebelum terjadi pertengkaran di antara keduanya. Pegawai wanita itu langsung pergi dengan penuh kekesalan. Harry segera menutup pintu ruangannya dan duduk di hadapan Yura sambil bersedekap tangan. "Jangan bertanya apa-apa kepadaku, karena aku lagi malas bicara. Aku hanya ingin mencari tempat yang tenang tanpa ada gangguan dari rekan-rekanku yang terus bergosip tentang hubunganku denganmu. Dan aku rasa tempat ini paling cocok untuk menyelesaikan dokumen-dokumen ini." Yura langsung membuka dokumen-dokumennya di depan Harry. "Baiklah, tapi ini nggak gratis," jawab Harry menatap Yura. "Oke, nggak masalah," uc
"Sudah-sudah itu urusan anak muda Jerry, kita tidak usah ikut campur. Sebaiknya kita membicarakan tentang pernikahan mereka saja," ujar tuan Han menenangkan sedikit perseteruan antara bapak dan anak yang memiliki sifat sama-sama keras kepala. "Baiklah kamu menang kali ini Harry (pura-pura sebal). Oke begini, berhubung pernikahan kalian diajukan dan kami sepakat lebih cepat akan lebih baik. Jadi, pernikahan kalian diadakan lusa depan. Kalian besok jam 02.00 siang berangkat ke Shanghai, China bersama Daniel juga. Sedangkan kami, habis ini langsung berangkat karena harus menyiapkan segala sesuatunya di sana. Persiapkan semua barang-barang kalian malam ini. Harry, tolong jaga Yura dan juga Daniel oke!" Jelas tuan Park Jerry yang membuat Harry dan Yura melongo atas penuturan orang tuanya. Namun, mereka tidak bisa mengelak apa pun karena mereka merasa percuma juga hal itu tidak akan berubah meskipun mereka mengajukan argumen. "Oh iya satu lagi, setelah kamu pulang dan meny
Keesokan harinya, Yura, Harry, dan juga Daniel sudah berada di bandara Incheon, Korea Selatan. Karena 15 menit lagi pesawat menuju Shanghai akan segera take of. Setelah beberapa jam mereka melakukan perjalanan, akhirnya pesawat landing juga di bandara Pudong, Shanghai. "Waahh, akhirnya kita sampai juga di Shanghai Harry." Histeris Yura sambil menggandeng tangan Harry, sedangkan Harry hanya tertawa melihat Yura yang mulai bersikap manja kepadanya. Daniel yang melihat kemanjaan Yura pada Harry hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kelakuan Nunna benar-benar menggelikan." Perkataan Daniel membuat Yura menoleh ke arahnya. "Bilang saja kalau kamu cemburu melihat kakakmu ini sudah mempunyai pasangan. Iya, 'kan?" ujar Yura. "Oh sorry ... aku sudah memiliki kekasih." Jawaban Daniel membuat Yura kesal. Sedangkan Harry hanya tersenyum melihat perdebatan antara kakak beradik itu. Mereka bertiga segera memasuki mobil yang telah dikirim oleh tuan Park dan m
Tiba-tiba Yura terlonjak (karena terkejut) ketika ada sebuah tangan menyentuh bahunya. "Apa kamu tidak bosan hanya membaca buku seperti ini?" tanya Harry berhasil membuat Yura semakin gugup. "Ahhh, tidak. Aku lebih suka membaca buku daripada melakukan hal lain." Yura mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. "Apa maksudmu melakukan hal lain?" tanya Harry menggoda dan mendekatkan dirinya ke arah Yura. "Ahhh, aku tahu kamu memikirkan melakukan malam pertama bersamaku iya kan?" lanjut Harry mendekat lagi ke arah Yura. "Apa yang kamu lakukan?" Yura semakin gugup melihat Harry yang semakin mendekat. "Bukankah tadi kamu bilang sedang memikirkan malam pertama denganku?" tanya Harry mencoba menggoda istrinya. "Tidaakk ... aku tidak pernah mengatakannya. Kamu saja yang langsung menyimpulkannya secara sepihak." Yura mencoba untuk tenang. Namun, Harry semakin mendekat ke arahnya. Seda