Darren tersenyum tipis menanggapi ucapan Vallery, mungkin dulu akan ada seorang wanita yang marah dan cemburu saat melihat Darren bersama dengan wanita lain, tapi sekarang?
Darren pun tidak ingin menjelaskan itu kerena dia masih tidak ingin menerima kenyataan dan tidak ingin mengingat apa yang terjadi kepada istrinya, mengingat kejadian itu membuat darah Darren mendidih seketika.
"Kenapa?" tanya Vallery yang melihat raut wajah Darren berubah.
"Kau bertengkar dengan istrimu? Apa gara-gara semalam kau tidak pulang?" tanya Vallery.
"Tidak, kami baik-baik saja," jawab Darren.
"Sorry gara-gara aku, kau tidak jadi membeli kue untuk istrimu," ucap Vallery.
"Tak apa, aku beli kue di toko lain saja," ucap Darren.
"Baiklah, kalau begitu aku turun di sini saja," ucap Vallery, lalu Darren menepikan mobilnya.
"Thank's," ucap Vallery.
"Hmm!" Vallery hanya menghela nafasnya panjang, dan turun dari mobil Darren.
Setelah kepergian Darren, jantung Vallery berdetak kencang tidak karuan.
"Hey ... Apa kau sedang berdisko di dalam. Tenanglah, jangan berlebihan seperti ini," ucap Vallery seraya memegang dadanya.
"Ini gila Vallery, Darren pria beristri, kau tidak boleh menyukainya, entah kenapa melihat pria itu jantungku seperti ini, saat aku masih memiliki hubungan dengan Yuka, dia selalu berdetak dengan normal," ucap Vallery lalu menghentikan taksi yang lewat di depannya.
*** Darren memarkirkan mobilnya dengan sempurna di halaman rumahnya yang cukup mewah, walaupun tidak semewah mansion milik Aiden kakeknya."Opa!" sapa Darren.
"Kau datang juga akhirnya," ucap Aiden.
"Opa datang sendiri?" tanya Darren.
"Ya, Oma sedang menjalani terapi di rumah sakit, tapi tak apa," jawab Aiden.
"Ada apa, Opa?" tanya Darren.
"Opa hanya ingin menanyakan tentang dia," jawab Aiden.
"Dia baik-baik saja, tadi aku sudah melihat keadaannya," ucap Darren.
"Syukurlah," ucap Aiden.
"Opa akan menginap di sini?" tanya Darren.
"Tidak, Opa tidak ingin memberi celah sedikitpun kepada wanita itu, sudah cukup dia menguasai Jordhan," jawab Aiden.
"Nanti aku yang akan mengantar Opa pulang," ucap Darren.
"Kapan kau akan ikut mengelola Royal?" tanya Aiden.
"Aku tidak tau Opa, aku memiliki perusahaan sendiri yang harus aku urus," jawab Darren.
"Opa tau, perusahaanmu sedang berkembang dengan sangat pesat, tapi kau jangan melupakan jika kau adalah pewaris tunggal Royal, Opa tidak ingin Jordhan sampai memberikan kepemimpinan Royal ke tangan yang salah, Opa membangun Royal dari nol hingga Royal masih bisa berjaya sampai sekarang, Opa tidak ingin Royal hancur gara-gara Jordan terpengaruh oleh orang lain," ucap Aiden.
"Nanti akan aku pikirkan lagi, Opa," ucap Darren.
"Dan satu lagi, sampai kapan kau akan terus sendiri, menikahlah. Mulai kehidupan barumu, sebelum Opa mati, Opa ingin sekali menimang anakmu," ucap Aiden.
"Apa yang Opa katakan?" tanya Darren.
"Kehidupan tidak ada yang tau Darren, lepaskan masa lalumu, Opa tidak ingin kau sendirian di hari tua nanti," jawab Aiden.
Darren diam mendengar ucapan Aiden. Sungguh, untuk saat ini Darren tidak bisa membuka hatinya untuk wanita lain, di dalam hatinya hanya ada satu nama yaitu Liora Florencia Alexander, wanita yang membawa seluruh hatinya pergi.
"Relakan dia pergi," ucap Aiden lagi.
"Tidak bisa Opa, sebelum aku mendapat keadilan untuknya." ucap Darren.
"Sikapmu seperti ini sama saja menyiksa dia," ucap Aiden.
"Belum saatnya, Opa," ucap Darren.
"Sudahlah, Opa akan menjemput oma di rumah sakit," ucap Aiden.
"Akan aku antar," ucap Darren.
"Tidak perlu, Opa diantar supir," ucap Aiden lalu pergi dari rumah Darren.
"Aku menikmati ini, Opa," ucap Darren berlalu menuju kamarnya untuk mengganti pakaian.
"Siapkan makanan untukku," ucap Darren kepada pelayan sebelum masuk ke kamarnya.
Saat masuk ke kamarnya, Darren tersenyum melihat foto pernikahannya dengan Liora yang sangat besar menempel dengan kokoh di dinding kamar.
"Kau sangat cantik, Honey," ucap Darren lalu menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
Di bawah guyuran shower, Darren memejamkan mata, tangisan pilu istrinya kembali terngiang, wajah pucat dan ketakutan Liora kembali melintas tanpa bisa dicegah, Darren membuka mata dengan nafas yang memburu, emosinya kembali memuncak mengingat wajah menderita Liora.
Darren segera menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi, karena sebentar lagi dia harus kembali ke kantor untuk menghadiri rapat penting. Setelah menggunakan pakaiannya, Darren mengambil foto Liora yang ada di atas nakas.
"Andai waktu itu aku tidak acuh kepadamu, pasti kau masih ada di sini bersama denganku, bukan aku tidak mau menerima keadaanmu, tapi aku merasa menjadi suami yang tidak berguna karena aku tidak bisa melindungi dan memberikan keadilan untukmu, aku akan mewujudkan itu sekarang," ucap Darren, seraya menyentuh foto Liora.
"Tuan, makanannya sudah siap," ucap Pelayan yang mengetuk pintu kamar Darren.
"Ya." sahut Darren singkat, dia meletakkan lagi foto Liora dan segera keluar dari kamar, setelah makan siang, Darren kembali menuju kantornya.
*** "Kau sudah selesai?" tanya Aiden saat membuka pintu ruang terapi Elma istrinya, Elma tampak sedang tertawa dengan seorang gadis cantik."Ya, di mana Darren?" tanya Elma.
"Di rumahnya, dia perawat baru?" tanya Albert karena dia baru pertama kali melihat perawat itu.
"Bukan, aku sudah lama mengenalnya, dan aku sangat suka jika dia yang merawatku," jawab Elma.
"Siapa namamu?" tanya Aiden.
"Draniela Ainsley, Tuan," jawabnya seraya menganggukkan kepalanya.
"Aku harus memanggilmu siapa?" tanya Albert.
"Panggil saja Niela," jawabnya.
"Baiklah, kau antar istriku keluar," ucap Aiden.
"Niela, seperti yang aku katakan tadi, datanglah ke mansionku," ucap Elma
Niela pun mendorong kursi roda Elma menuju keluar. Aiden yang berjalan di belakang mereka, terus memperhatikan interaksi kedua wanita itu tersenyum simpul.
"Baik Nyonya, jika ada kesempatan aku datang berkunjung, aku sangat tersanjung mendapatkan undangan dari keluarga Khalfani," ucap Niela.
"Jangan begitu, aku sangat ingin memiliki anak dan cucu perempuan, tapi sayangnya Tuhan tidak mengabulkan itu, aku hanya memiliki satu anak lelaki dan satu cucu lelaki," ucap Elma.
"Kau juga seperti orang tuaku, Nyonya," ucap Niela, sadar apa yang dikatakan olehnya Niela menjadi pucat karena dengan lancangnya dia berkata seperti itu, "maaf Nyonya, aku sudah lancang berkata seperi itu, tidak sepantasnya aku menganggap Nyonya seperti ...."
"Jika aku seperti orang tuamu, maka tinggallah bersamaku," ucap Elma menyela, entah yang keberapa kali Elma meminta Niela untuk tinggal di mansionnya.
"Aku tidak layak tinggal di mansion mewah milik anda, Nyonya," ucap Niela.
"Kau persis dengan menantuku, dia wanita yang baik. Tapi sayangnya, anakku mudah terpengaruh oleh orang lain, sehingga dia terlalu bodoh untuk menyadari kebaikan dan kesetiaan istrinya," ucap Elma.
"Mari Nyonya, minggu depan kita bertemu lagi," ucap Niela seraya tersenyum dia membantu Elma berpindah dari kursi rodanya ke dalam mobil.
"Kenapa harus minggu depan? kau benar-benar tidak ingin datang ke mansionku?" tanya Elma.
"Bukan seperti itu Nyonya, tapi ...."
"Kau memang tidak menganggapku sebagai orang tuamu," ucap Elma sendu.
"Baiklah Nyonya, lusa aku akan datang ke mansionmu," ucap Niela dia tidak tega menolak lagi keinginan Elma.
"Really?" tanya Elma.
"Ya, Nyonya tapi setelah aku pulang dari rumah sakit," jawab Niela.
"Baiklah, aku akan meminta supir untuk menjemputmu," ucap Elma dengan senyuman yang mengembang.
"Tidak perlu Nyonya, aku bisa datang sendiri," ucap Niela, dia tidak enak hati jika harus merepotkan Elma.
"No, kau tidak boleh datang sendiri, itu sangat berbahaya," ucap Elma.
"Baik Nyonya, aku sudah tidak bisa membantah anda lagi," ucap Niela.
"Apa kalian sudah selesai?" tanya Aiden yang sudah berada di dalam mobil dan duduk di samping Elma.
"Sudah, silahkan Nyonya, Tuan," jawab Niela.
"Aku tunggu kedatanganmu," ucap Elma kepada Niela sebelum mobil mereka pergi.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Elma kerena melihat Aiden terus tersenyum.
"Seperti yang kau pikirkan," jawab Aiden.
"Really?" tanya Elma.
"Ya, aku tau maksudmu meminta gadis itu datang ke mansion," jawab Aiden.
"Dia gadis yang baik, aku ingin melihat Darren menikah dan bahagia, sudah cukup dia terus meratapi kepergian Liora," ucap Elma.
"Aku akan menyelidiki gadis itu terlebih dahulu, aku tidak ingin Darren seperti Jordhan," ucap Aiden.
"Lakukanlah, agar kita yakin jika dia benar-benar gadis yang tepat untuk Darren," ucap Elma.
*** "Darren!" panggil Albert lirih, karena Darren seperti tidak fokus melihat presentasi yang sedang dilakukan oleh kliennya."Ada apa?" tanya Darren.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Tidak ada, kau fokus saja dengan presentasi ini," jawab Darren lalu beranjak dari kursinya.
"Semua keputusan saya serahkan kepada Albert, silahkan lanjutkan meeting ini, saya ada urusan mendadak yang harus segera saya selesaikan," jawab Darren lalu pergi dari ruang meeting meninggalkan banyak sekali pertanyaan dalam pikiran Albert.
Bersambung...
Darren kembali menatap Vallery yang tersenyum melihat bunga-bunga yang tumbuh dengan sangat cantik di sekitar danau. Tempat ini adalah tempat impian Liora, yang belum sempat Darren wujudkan, dan ini pertama kalinya Darren mengajak seorang wanita ke tempat ini. "Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Darren. "Yang mana?" tanya Vallery. "Kenapa kau tidak memikirkan dia lagi, bukankah kau sangat mencintai pria itu?" tanya Darren. "Itu karena aku mencintaimu," tapi nyatanya ungkapan itu hanya Vallery pendam dalam hatinya. Rasanya, Vallery ingin sekali meloloskan kalimat itu dari bibirnya, tapi Vallery tidak ingin merusak hubungan pernikahan Darren dengan Niela. "Haiish ... Kau sangat lambat, sudahlah aku tidak ingin mendengar lagi jawabanmu," ucap Darren lalu beranjak dari tempatnya. "Kau mau ke mana?" tanya Vallery. "Pulang," jawab Darren singkat. "Lalu aku bagaima
Troy nampak duduk dengan santai sambil menikmati kepulan asap rokok yang ia nyalakan, suara seorang pria yang mengemis memohon ampun kepadanya terdengar sangat merdu di telinga Troy. Dia sedang berada di suatu tempat, tempat yang selalu Troy gunakan untuk menyiksa musuh dan orang yang berkhianat kepadanya. "Kau menyiksa siapa lagi?" tanya Edward, dia teman Troy yang baru saja tiba dari Jerman. "Pria yang sudah membuat adikku menderita," jawab Troy. "Hmm ... sudah aku katakan, berikan adikmu padaku, aku akan membuat dia seperti ratu apapun yang dia minta aku pasti akan mengabulkannya," ucap Edward, memang sudah lama dia menyukai Vallery. "Cih ... aku pun mampu memberikan yang lebih dari pada apa yang kau berikan, adikku tidak membutuhkan uangmu," ucap Troy dengan pongahnya. "Ya terserah kau, satu hal yang harus kau tau, kalau aku benar-benar mencintai adikmu," ucap Edward. "Tuan, apa and
"Aku memang memiliki perasaan yang berbeda kepada wanita ini, perasaan yang sama saat aku bersama Liora, tapi aku tidak yakin dengan semua ini karena Liora selalu hadir di dalam pikiranku," ucap Darren dalam hatinya. Kyra kembali tersenyum melihat Vallery dan Darren yang sama-sama terdiam. "Kalian akan saling mencintai, sama seperti aku," ucap Kyra. "Astaga, perkembangan yang sangat bagus," pekik Grace yang baru saja datang ingin memeriksa keadaan Kyra. Tapi Grace mendapatkan kejutan melihat Kyra yang tersenyum dan mengatakan hal lain. "Grace!" ucap Darren, Kyra memiringkan kepalanya seraya terus memandangi wajah Darren, dia merasa tidak asing dengan wajah Darren. "Kau, Jo?" tanya Kyra lirih seraya menunjuk kepada Darren."Bukan Mom, aku Darren anakmu," jawab Darren. "Tidak, jangan bunuh anakku, mereka melenyapkan anakku, Jo!" pekik Kyra histeris. "Siapa yang mer
"Kau sudah jatuh cinta, Mr. Khalfani!" "Astaga!" Darren memekik karena terkejut merasa mendengar suara serupa bisikan."Lio," ucap Darren lirih."Liora sudah tidak ada, Darren," ucap Albert yang mendengar gumaman Darren. "Dia masih ada di dalam hidupku," ucap Darren, Albert hanya menghela nafas panjang mendengar ucapan Darren yang belum bisa lepas dari Liora. "Ada apa kau menghubungiku tadi?" tanya Albert. "Grace itu adik kandung ibuku," jawab Darren. "Sudah ku duga," ucap Albert. "Cari tau tentang dia," ucap Darren. "Sudah aku lakukan," ucap Albert. "Sejak kapan?" tanya Darren. "Sejak aku menduga hal itu," jawab Albert. "Ternyata kau cepat tanggap, aku kira kau hanya memikirkan ...." "Wanita!" sela Albert. Darren mengangkat bahunya. "Wanita membuatku selalu cerdas," ucap Albert dengan menyeringai.
Mata Darren memicing saat melihat wanita yang ada di foto itu, wajah wanita yang ada di sana sangat familiar untuk Darren. "Kau kenal dia?" tanya Aiden. "Sebentar," jawab Darren dengan tetap mengamati foto itu dengan seksama. "Haiish ... menebak siapa dia saja, kau sangat lambat, Darren," ucap Aiden gemas."Bukan seperti itu Opa, aku tidak yakin jika dia wanita yang aku maksud," ucap Darren. "Lalu menurutmu dia siapa?" tanya Aiden. "Dia Grace, dokter yang menangani mom di rumah sakit," jawab Darren, lalu Darren kembali menatap foto itu, mungkin saja dia salah melihat. "Astaga, ternyata kau sangat lambat berpikir Darren," ucap Aiden. "Ada apa, Opa?" tanya Darren. "Dia itu adik ibumu," jawab Aiden dengan gemas. "What? Mommy memiliki adik?" tanya Darren. "Ya, Opa baru mengetahui dua minggu yang lalu," jawab Aiden. "Pantas saja
Darren melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota di pagi hari yang masih belum terlalu padat, pandangannya memicing saat melihat wanita di halte menggunakan pakaian formal, dan membawa sesuatu di tangannya. "Tahan Darren, jangan berhenti di hadapan dia," ucap Darren. Darren berhasil melewati wanita itu, tapi baru beberapa meter Darren memundurkan kembali mobilnya dan berhenti tepat di hadapan wanita itu. "Ah sial ... kenapa kau tidak bisa diajak bekerja sama," umpat Darren. Lalu dia menurunkan kaca mobilnya. "Haish ... sepagi ini kenapa aku harus bertemu denganmu," umpat Vallery. "Diam bodoh, kau mau ke mana?" tanya Darren. "Mencari pekerjaan," jawab Vallery. "Masuklah!" perintah Darren. "Tidak mau, kau pasti akan meledekku," ucap Vallery. "Ya sudah jika kau tidak mau, sebenarnya aku bisa memberimu pekerjaan," ucap Darr
BRAAK Darren menutup pintu kamar Niela dengan sangat kencang, membuat Niela terkejut. "Dasar pria menyebalkan, kau tidak tau jika banyak wanita yang ingin memiliki tubuh langsing seperti aku," pekik Niela tapi Darren tidak mungkin akan mendengarnya. "Terima kasih, kau telah menyelamatkan aku," ucap Niela lalu mengunci pintu kamarnya karena takut Darren akan kembali dan benar-benar membuat Niela melayaninya.Setelah itu, Niela menutup jendela dan tirai, Niela baru merasakan sakit di sekujur tubuh karena perbuatan ayahnya. "Syukurlah, setidaknya aku tidak akan disiksa lagi oleh daddy," ucap Niela, lalu mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai terlelap.*** "Vallery," gumam Darren seraya menatap langit-langit kamarnya dengan kedua tangan yang menopang kepalanya. "Cantik," gumam Darren lagi, "astaga ... kenapa aku terus membayangkan wajah dia," uca
"Benar-benar wanita ular, ilmu apa yang dia gunakan hingga pria itu sangat mempercayainya, ingin sekali aku melmelenyapkannya sekarang juga. Tapi semuanya belum terbongkar," ucap Darren seraya melepas dasi dan jas yang ia gunakan. Setelah itu Darren masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya, banyak kejadian yang ia alami hari ini. Bertemu dengan Niela gadis lugu yang diam saja ketika dirinya dianiaya dan sekarang gadis itu tinggal seatap dengannya. Dirasa cukup segar, Darren segera menghentikan aktifitasnya di kamar mandi menuju walk in closet, setelah itu Darren duduk di tepi ranjang, tangannya terulur mengambil foto Liora yang terpajang di atas nakas. "Lio, gadis lugu itu mirip denganmu, tapi sayangnya dia sangat lemah tidak sepertimu yang berani," ucap Darren seraya membelai foto Liora. "Banyak janji yang belum sempat aku penuhi kepadamu, maafkan aku, Honey. Aku tidak akan menjadi pengecut lagi seperti dulu, aku aka
"Apa kalian sedang menyembunyikan sesuatu dari kami?" tanya Elma dengan pandangan yang memicing. "Ti ... Tidak, Oma," jawab Niela gugup. "Lalu kenapa kedua sudut bibirmu lebam?" tanya Elma. "A ... Aku terbentur Oma, ya terbentur." "Astaga ... Dasar bodoh, mana mungkin orang terbentur tepat di sudut bibir," ucap Darren lirih dengan gemas karena kebodohan Niela. "Kau yakin jika itu karena terbentur?" tanya Elma. "Oma, ini sudah waktunya minum obat, lebih baik kita pergi ke kamar, setelah itu Oma istirahat," ucap Niela mengalihkan pembicaraan. "Ya, kali ini kau selamat, Oma tau kalau kau mengalihkan pembicaraan," ucap Elma, lalu Niela mendorong kursi roda Elma menuju kamar. Darren juga memutar langkahnya menuju lift, untuk ke lantai tiga di mana kamarnya berada, tapi langkahnya dicegah oleh Aiden. "Ada apa lagi Opa? Aku sangat lelah hari ini," ucap Da