Sejak kembali dari apartment Darren, Vallery masih mengurung dirinya di kamar, dia tidak mempedulikan suara teriakan dari luar yang memanggil namanya.
Apa yang terjadi kemarin dan semalam terus saja berputar di dalam ingatan Vallery, pengkhianatan Yuka dan pertemuannya dengan Darren, Vallery mengambil fotonya ada di atas meja.
"Cih ... lelaki berengsek, hanya mengambil keuntungan dari wanita saja," ucap Vallery lalu melempar bingkai yang terdapat fotonya bersama dengan Yuka sang mantan kekasih.
Flashback on.
Sore itu dengan langkah ringannya, Vallery berjalan menuju apartment Yuka kekasihnya, hari ini adalah hari jadi hubungan mereka yang kedua tahun, selama mereka berpacaran, Vallery tidak pernah memberikan apa yang Yuka inginkan, Vallery hanya mengijinkan Yuka untuk mengecupnya, Vallery tidak ingin memberi kesempatan Yuka untuk membobol apa yang seharusnya Vallery berikan kepada suaminya.
Di tangannya, Vallery membawa sebuah kotak berisi kue tart dan yang satu lagi membawa paper bag berisi kado untuk Yuka, Vallery ingin memberikan surprise untuk Yuka, karena sebelumnya Vallery menghubungi Yuka kalau dirinya masih berada di LA, tepatnya di rumah orang tuanya.
Yuka sempat meminta Vallery untuk kembali, bahkan Yuka akan menjemput Vallery karena jarak tempuh dari California ke LA hanya membutuhkan waktu tiga jam lebih. Tapi, Vallery menolak dengan alasan ibunya mengajak Vallery ke satu acara keluarga yang sangat penting.
Tapi ternyata, malah Vallery yang diberi kejutan oleh Yuka, tanpa menekan bel Vallery langsung masuk ke apartment Yuka, karena Vallery memegang cardlock cadangan, saat masuk pria itu tidak ada di ruang tamu, Vallery pikir Yuka sedang di kamarnya.
"Mungkin dia sedang di kamar mandi," ucap Vallery lalu membuka pintu kamar Yuka dan ...
Mata Vallery membulat sempurna saat melihat Yuka bersama dengan seorang wanita, dalam posisi yang tidak pantas untuk dilihat, Vallery bisa mendengar dengan jelas suara pekikan penuh kenikmatan yang ditimbulkan dari keduanya.
"Yuka!" pekik Vallery, yang dipanggil sontak saja menoleh mendengar seorang wanita memanggil namanya.
"Aily, kau di sini?" tanya Yuka dengan santai tanpa merasa bersalah.
Vallery memalingkan wajahnya, tapi dia masih bisa mendengar apa yang mereka katakan.
"Dia siapa, Honey?" tanya wanita yang masih berada di bawah Yuka.
"Dia kekasihku, kau tunggu di sini sebentar, aku akan menyelesaikan urusanku dengan dia karena sudah mengganggu pertempuran kita," ucap Yuka, lalu Yuka melihat Vallery dan memintanya untuk duduk di sofa.
Valllery masih diam di dekat kamar Yuka dengan tangan yang terkepal dan nafas memburu karena emosi, pria yang sangat dia cintai ternyata sudah mengkhianatinya.
Yuka keluar menemui Vallery hanya menggunakan celana pendek, dengan lembut dia menyentuh tangan Vallery, tapi Vallery menepisnya dan menampar pipi Yuka dengan sangat kencang.
"Berani kau menamparku?" tanya Yuka dengan sengit.
"Ya, kau pikir aku akan menangis memohon kepadamu?" tanya Vallery tak kalah sengitnya, "cih ... jangan harap!"
"Aku tau kau sangat mencintaiku Honey, biarkan aku bersenang-senang untuk hari ini, anggap saja itu kado hari jadi kita darimu atau kau mau memberikan kado untukku? Pasti akan lebih menyenagkan jika kita main bersama," ucap Yuka tepat di telinga Vallery, membuat gadis itu meremang karena Yuka tau titik sensitive Vallery.
Plak
Vallery kembali menampar Yuka dan menatapnya nyalang.
"Aku tidak seperti wanita jalangmu!" pekik Vallery, "nikahi aku, baru aku akan memberikan diriku seutuhnya," ucap Vallery yang mulai melemah.
Yuka hanya tersenyum sinis mendengar permintaan Vallery.
"Lebih baik kau pergi dari sini, aku muak menjalin hubungan ini denganmu, kau terlalu kolot, sangat mengagungkan kesucianmu," ucap Yuka.
"Kau lebih memilih jalang itu dari pada aku?" tanya Vallery.
"Come on Vallery, aku ini laki-laki, hasratku perlu dituntaskan, kau tidak pernah memberikan itu, jangan salahkan aku jika aku mencari pelampiasan," jawab Yuka dengan santainya.
"Fine, ini terakhir kalinya kita bertemu," ucap Vallery lalu pergi dari apartment Yuka.
Di luar apartemenr tangis Vallery pecah, tak dipungkiri jika hatinya terasa sakit karena Yuka sudah mengkhianati dia, Vallery pun pergi menuju club malam.
Di sana Vallery ingin minum dan menenggelamkan dirinya dalam dentuman musik di lantai dansa, Vallery yang sudah mabuk berat menari dengan menggila di sana, beberapa pria menghampirinya ingin mengajak Vallery menghabiskan malam bersama dengan mereka, tentu saja Vellery menolak.
"Berani kau menyentuh Vallery Harisson, berarti kau tidak takut kepalamu lepas dari lehermu," ucap Vallery, sontak saja para pria itu mudur perlahan, karena mendengar nama belakang Vallery.
Ayolah, siapa yang tidak tau nama Harrison, terutama Troy Harrison, salah satu orang yang memegang kendali di kota ini, dia manusia tak berhati yang akan melakukan apa saja demi mendapatkan keinginannya, Troy juga tidak akan segan-segan menyiksa orang yang sudah mengganggu adik kesayangannya.
Itulah awalnya, bagaimana Vallery bisa bertemu dengan Darren dalam keadaan mabuk.
Flashback off.
"Darren ... Menarik, sayang saja dia sudah menikah," gumam Vallery, lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur, Ia masih enggan membuka pintu.
*** BRAAKTroy memukul meja dengan sangat kencang karena emosi yang memuncak.
"Ini adalah penghinaan untukku!" pekik Troy seraya menunjuk kepada Albert."Kau merasa terhina? Silahkan pikirkan kembali apa yang sudah kau lakukan di masa lalu, kau tidak pantas mendapatkan kehormatan dari bos kami," ucap Albert lalu beranjak dari tempatnya dan melirik kepada sekretarisnya, "ayo pergi, jangan membuang waktu meladeni sampah ini," ucap Albert lagi.
"KAU!" pekik Troy.
"Tenang Bung, rancanamu gagal untuk menghancurkan kami, kau terlalu bodoh," ucap Albert mengejek lalu pergi dari tempat itu, dengan senyuman penuh kemenangan.
"Bagaimana?" tanya Darren yang sejak tadi diam di mobil memperhatikan mereka.
"Seperti yang kau lihat," jawab Albert.
"Bagus, aku ingin mulai pertunjukan lagi," ucap Darren, tapi Albert malah turun lagi dari mobil Darren.
"Kau mau ke mana?" tanya Darren.
"Menemui sekertarismu yang seksi," jawab Albert dengan membayangkan wajah Lucy sekertaris Darren.
"Astaga ... kau main dengan dia juga?" tanya Darren.
"Ya begitulah, karena kau bodoh, tidak tergiur dengan tubuhnya yang molek," jawab Albert.
"Cih ... dasar bastard kelas buaya," ucap Darren.
"Terserah kau, yang penting aku puas, sekarang kau mau ke mana?" tanya Albert.
"Tidak perlu bertanya, kau pasti sudah tau ke mana aku akan pergi," jawab Darren.
"Oke, sampaikan salamku untuk madam," ucap Albert.
"Hmm!" gumam Darren, lalu Albert mulai melangkahkan kakinya.
"Wait!" pekik Darren, dengan mengeluarkan kepalanya melalui pintu mobil.
"Apa lagi?" tanya Albert yang kembali memutar tubuhnya.
"Kau jangan langsung bermain gila, selesaikan dulu pekerjaan di kantor, setelah itu baru kau boleh menerkam dia sepuasnya," jawab Darren.
"Diam, jangan mengaturku, sudah pergi saja sana," ucap Albert lalu benar-benar pergi.
"Kapan manusia satu itu akan sadar," ucap Darren lalu mulai memacu mobilnya menuju suatu tempat.
Hanya perlu waktu satu jam Darren sampai di tempat tujuan, semua orang di tempat itu sudah mengenal Darren, mereka tersenyum dengan ramah kepada Darren.
"Selamat siang, Dokter!" sapa Darren kepada seorang dokter wanita, usianya kurang lebih sekitar empat puluh tahun, dokter itu bernama Grace.
"Siang Darren, tidak biasanya kau datang terlambat," ucap Grace.
"Aku harus mengurus beberapa pekerjaan lebih dulu," ucap Darren.
"Silahkan masuk, aku baru saja meriksa keadaanya, dia sedang tidur," ucap Grace.
"Apa masih tidak ada perkembangan?" tanya Darren.
"Ada, tapi hanya sedikit," jawab Grace.
"Aku hanya melihat keadaanya sebentar, mungkin nanti sore aku datang lagi, saat ini pekerjaanku sedang menumpuk," ucap Darren.
"Pastinya kau sangat sibuk, silahkan temui dia aku harus memeriksa beberapa pasien lagi," ucap Grace lalu pergi meninggalkan Darren yang masuk ke ruangan itu.
Saat masuk, Darren menatap sendu kepada wanita yang berbaring lemah di atas ranjang, perlahan Darren menghampiri wanita itu, dan mengecup punggung tangannya dengan lembut.
"Cepatlah pulih, aku sangat merindukanmu, aku sudah memiliki segalanya sekarang, jadi kita tidak akan hidup menderita lagi," ucap Darren.
Tak terasa setitik bulir kristal jatuh dari sudut mata Darren, dia sangat mencintai wanita ini, Darren berharap bisa hidup bahagia bersama dengannya lagi, menikmati apa yang sudah dia miliki sekarang.
Bersambung...
Darren kembali menatap Vallery yang tersenyum melihat bunga-bunga yang tumbuh dengan sangat cantik di sekitar danau. Tempat ini adalah tempat impian Liora, yang belum sempat Darren wujudkan, dan ini pertama kalinya Darren mengajak seorang wanita ke tempat ini. "Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Darren. "Yang mana?" tanya Vallery. "Kenapa kau tidak memikirkan dia lagi, bukankah kau sangat mencintai pria itu?" tanya Darren. "Itu karena aku mencintaimu," tapi nyatanya ungkapan itu hanya Vallery pendam dalam hatinya. Rasanya, Vallery ingin sekali meloloskan kalimat itu dari bibirnya, tapi Vallery tidak ingin merusak hubungan pernikahan Darren dengan Niela. "Haiish ... Kau sangat lambat, sudahlah aku tidak ingin mendengar lagi jawabanmu," ucap Darren lalu beranjak dari tempatnya. "Kau mau ke mana?" tanya Vallery. "Pulang," jawab Darren singkat. "Lalu aku bagaima
Troy nampak duduk dengan santai sambil menikmati kepulan asap rokok yang ia nyalakan, suara seorang pria yang mengemis memohon ampun kepadanya terdengar sangat merdu di telinga Troy. Dia sedang berada di suatu tempat, tempat yang selalu Troy gunakan untuk menyiksa musuh dan orang yang berkhianat kepadanya. "Kau menyiksa siapa lagi?" tanya Edward, dia teman Troy yang baru saja tiba dari Jerman. "Pria yang sudah membuat adikku menderita," jawab Troy. "Hmm ... sudah aku katakan, berikan adikmu padaku, aku akan membuat dia seperti ratu apapun yang dia minta aku pasti akan mengabulkannya," ucap Edward, memang sudah lama dia menyukai Vallery. "Cih ... aku pun mampu memberikan yang lebih dari pada apa yang kau berikan, adikku tidak membutuhkan uangmu," ucap Troy dengan pongahnya. "Ya terserah kau, satu hal yang harus kau tau, kalau aku benar-benar mencintai adikmu," ucap Edward. "Tuan, apa and
"Aku memang memiliki perasaan yang berbeda kepada wanita ini, perasaan yang sama saat aku bersama Liora, tapi aku tidak yakin dengan semua ini karena Liora selalu hadir di dalam pikiranku," ucap Darren dalam hatinya. Kyra kembali tersenyum melihat Vallery dan Darren yang sama-sama terdiam. "Kalian akan saling mencintai, sama seperti aku," ucap Kyra. "Astaga, perkembangan yang sangat bagus," pekik Grace yang baru saja datang ingin memeriksa keadaan Kyra. Tapi Grace mendapatkan kejutan melihat Kyra yang tersenyum dan mengatakan hal lain. "Grace!" ucap Darren, Kyra memiringkan kepalanya seraya terus memandangi wajah Darren, dia merasa tidak asing dengan wajah Darren. "Kau, Jo?" tanya Kyra lirih seraya menunjuk kepada Darren."Bukan Mom, aku Darren anakmu," jawab Darren. "Tidak, jangan bunuh anakku, mereka melenyapkan anakku, Jo!" pekik Kyra histeris. "Siapa yang mer
"Kau sudah jatuh cinta, Mr. Khalfani!" "Astaga!" Darren memekik karena terkejut merasa mendengar suara serupa bisikan."Lio," ucap Darren lirih."Liora sudah tidak ada, Darren," ucap Albert yang mendengar gumaman Darren. "Dia masih ada di dalam hidupku," ucap Darren, Albert hanya menghela nafas panjang mendengar ucapan Darren yang belum bisa lepas dari Liora. "Ada apa kau menghubungiku tadi?" tanya Albert. "Grace itu adik kandung ibuku," jawab Darren. "Sudah ku duga," ucap Albert. "Cari tau tentang dia," ucap Darren. "Sudah aku lakukan," ucap Albert. "Sejak kapan?" tanya Darren. "Sejak aku menduga hal itu," jawab Albert. "Ternyata kau cepat tanggap, aku kira kau hanya memikirkan ...." "Wanita!" sela Albert. Darren mengangkat bahunya. "Wanita membuatku selalu cerdas," ucap Albert dengan menyeringai.
Mata Darren memicing saat melihat wanita yang ada di foto itu, wajah wanita yang ada di sana sangat familiar untuk Darren. "Kau kenal dia?" tanya Aiden. "Sebentar," jawab Darren dengan tetap mengamati foto itu dengan seksama. "Haiish ... menebak siapa dia saja, kau sangat lambat, Darren," ucap Aiden gemas."Bukan seperti itu Opa, aku tidak yakin jika dia wanita yang aku maksud," ucap Darren. "Lalu menurutmu dia siapa?" tanya Aiden. "Dia Grace, dokter yang menangani mom di rumah sakit," jawab Darren, lalu Darren kembali menatap foto itu, mungkin saja dia salah melihat. "Astaga, ternyata kau sangat lambat berpikir Darren," ucap Aiden. "Ada apa, Opa?" tanya Darren. "Dia itu adik ibumu," jawab Aiden dengan gemas. "What? Mommy memiliki adik?" tanya Darren. "Ya, Opa baru mengetahui dua minggu yang lalu," jawab Aiden. "Pantas saja
Darren melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota di pagi hari yang masih belum terlalu padat, pandangannya memicing saat melihat wanita di halte menggunakan pakaian formal, dan membawa sesuatu di tangannya. "Tahan Darren, jangan berhenti di hadapan dia," ucap Darren. Darren berhasil melewati wanita itu, tapi baru beberapa meter Darren memundurkan kembali mobilnya dan berhenti tepat di hadapan wanita itu. "Ah sial ... kenapa kau tidak bisa diajak bekerja sama," umpat Darren. Lalu dia menurunkan kaca mobilnya. "Haish ... sepagi ini kenapa aku harus bertemu denganmu," umpat Vallery. "Diam bodoh, kau mau ke mana?" tanya Darren. "Mencari pekerjaan," jawab Vallery. "Masuklah!" perintah Darren. "Tidak mau, kau pasti akan meledekku," ucap Vallery. "Ya sudah jika kau tidak mau, sebenarnya aku bisa memberimu pekerjaan," ucap Darr
BRAAK Darren menutup pintu kamar Niela dengan sangat kencang, membuat Niela terkejut. "Dasar pria menyebalkan, kau tidak tau jika banyak wanita yang ingin memiliki tubuh langsing seperti aku," pekik Niela tapi Darren tidak mungkin akan mendengarnya. "Terima kasih, kau telah menyelamatkan aku," ucap Niela lalu mengunci pintu kamarnya karena takut Darren akan kembali dan benar-benar membuat Niela melayaninya.Setelah itu, Niela menutup jendela dan tirai, Niela baru merasakan sakit di sekujur tubuh karena perbuatan ayahnya. "Syukurlah, setidaknya aku tidak akan disiksa lagi oleh daddy," ucap Niela, lalu mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai terlelap.*** "Vallery," gumam Darren seraya menatap langit-langit kamarnya dengan kedua tangan yang menopang kepalanya. "Cantik," gumam Darren lagi, "astaga ... kenapa aku terus membayangkan wajah dia," uca
"Benar-benar wanita ular, ilmu apa yang dia gunakan hingga pria itu sangat mempercayainya, ingin sekali aku melmelenyapkannya sekarang juga. Tapi semuanya belum terbongkar," ucap Darren seraya melepas dasi dan jas yang ia gunakan. Setelah itu Darren masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya, banyak kejadian yang ia alami hari ini. Bertemu dengan Niela gadis lugu yang diam saja ketika dirinya dianiaya dan sekarang gadis itu tinggal seatap dengannya. Dirasa cukup segar, Darren segera menghentikan aktifitasnya di kamar mandi menuju walk in closet, setelah itu Darren duduk di tepi ranjang, tangannya terulur mengambil foto Liora yang terpajang di atas nakas. "Lio, gadis lugu itu mirip denganmu, tapi sayangnya dia sangat lemah tidak sepertimu yang berani," ucap Darren seraya membelai foto Liora. "Banyak janji yang belum sempat aku penuhi kepadamu, maafkan aku, Honey. Aku tidak akan menjadi pengecut lagi seperti dulu, aku aka
"Apa kalian sedang menyembunyikan sesuatu dari kami?" tanya Elma dengan pandangan yang memicing. "Ti ... Tidak, Oma," jawab Niela gugup. "Lalu kenapa kedua sudut bibirmu lebam?" tanya Elma. "A ... Aku terbentur Oma, ya terbentur." "Astaga ... Dasar bodoh, mana mungkin orang terbentur tepat di sudut bibir," ucap Darren lirih dengan gemas karena kebodohan Niela. "Kau yakin jika itu karena terbentur?" tanya Elma. "Oma, ini sudah waktunya minum obat, lebih baik kita pergi ke kamar, setelah itu Oma istirahat," ucap Niela mengalihkan pembicaraan. "Ya, kali ini kau selamat, Oma tau kalau kau mengalihkan pembicaraan," ucap Elma, lalu Niela mendorong kursi roda Elma menuju kamar. Darren juga memutar langkahnya menuju lift, untuk ke lantai tiga di mana kamarnya berada, tapi langkahnya dicegah oleh Aiden. "Ada apa lagi Opa? Aku sangat lelah hari ini," ucap Da