Share

Malam Terkutuk

Sisa hujan tadi sore membuat jalan yang ditapaki Salsa becek dan berlumpur. Wanita itu berjalan tanpa tahu arah yang dituju. Dia hanya mengikuti ke mana kakinya melangkah. Sesekali Salsa melihat ponselnya berharap layar ponselnya menampilkan nama seseorang. Namun, jangankan telpon, satu pesan pun tak ada. Wanita itu tersenyum ironi, Arkan serius membuang dirinya.

Salsa menengadah menatap langit malam yang terlihat gelap; segelap hatinya saat ini. Dia tidak tahu harus ke mana. Wanita itu sadar keputusannya meninggalkan Arkan terlalu gegabah. Selama ini dia bergantung kepada pria itu karena sang suami melarangnya bekerja, sekarang dia tidak tahu bagaimana harus membiayai hidupnya kelak, apalagi dengan janin di rahimnya.

Perlahan air mata Salsa kembali luruh. Dia memeluk kedua tungkai kakinya erat, membenamkan wajah di antara lututnya. Tubuh wanita itu bergetar, dia menangis tanpa suara. Dia rapuh dan tidak berdaya.

Sekarang Salsa terdampar di sebuah halte bus. Dia tak tahu harus ke mana, sementara malam semakin larut dan udara dingin seakan menusuk hingga ke tulang. Sayup wanita itu mendengar langkah mendekat. Refleks dia mengangkat kepalanya dan melihat tiga orang pria menghampirinya.

Dia membeku di tempat duduknya. Ingin Salsa beranjak karena alarm di kepalanya mengisyaratkan jika keadaan berbahaya untuknya. Namun, kakinya seolah-olah terpancang ke bangku halte, yang bisa dia lakukan adalah merapatkan tubuhnya ke sudut halte. Tubuh wanita berambut panjang sebahu itu menggigil ketakukan. Apalagi ketiga pria itu menatapnya dengan sorot lapar. Dari mulut mereka tercium aroma alkohol menyengat. Degup jantung Salsa tak beraturan ketika salah seorang pria mendekat padanya.

"Hai, cewek. Sendirian aja." Salah satu pria itu menyapa Salsa dan dengan kurang ajar menyentuh pipinya.

Ketiganya tertawa ketika Salsa menepis tangan pria itu.

"Jon, ni, cewek galak amat, tapi cantik," ucap pria yang menyentuh Salsa.

Pria yang bernama Jon mendekat. Dia menampilkan seringai yang membuat Salsa bergidik. Wanita itu mencengkeram kopernya bermaksud pergi, tetapi pria satunya mencekal lengannya.

"Eits, mau ke mana? Buru-buru amat," tanyanya merapatkan tubuh ke arah Salsa.

Salsa mundur selangkah dengan wajah memucat. "Tolong. Saya mau pergi," ujarnya lirih.

"Pergi ke mana, Neng? Mending temenin Abang, kita senang-senang. Benar enggak, Bro?" ucap pria bernama Jon yang diamini oleh kedua temannya.

"Jangan ... jangan sakiti saya." Salsa memohon dengan tubuh bergetar. Rasa takut semakin membuat air matanya meluncur jatuh ke pipi.

Ketika pria itu hanya tertawa melihat Salsa yang tersudut dengan sorot mata yang tak lagi fokus. Wanita itu menatap ketiga pria itu bergantian berharap iba pada keadaannya. Alih-alih para pria itu semakin bernapsu padanya. Pria yang bernama Jon, menarik dengan kasar tangan Salsa, dia berusaha mencium wanita itu. Salsa terkesiap. Tubuhnya tidak siap menerima perlakuan kasar tersebut. Dia berontak, memalingkan wajah, dan memukuli dada pria yang lancang menyentuhnya. Namun, apalah arti kekuatan tangan mungilnya. Dengan mudah mereka menyergap dirinya. Sekuat apa pun Salsa meronta, dia hanyalah seorang wanita lemah.

Melihat korbannya tidak berdaya ketiga pria mabuk itu memaksa tubuh Salsa berbaring di atas trotoar basah. Tangan-tangan besar mereka menggerayangi tubuh wanita itu. Salsa berteriak histeris ketika bajunya dirobek paksa. Udara dingin semakin menusuk tubuhnya yang setengah polos. Pria-pria durjana itu menyeringai seperti binatang buas yang siap mencabik tubuh mangsanya. Wanita itu berontak, menggigit, menendang, bahkan memohon. Tapi, ketiga pria itu terlihat semakin bersemangat menggagahi tubuh ringkihnya. Mereka menggilir dan menghancurkan raga wanita malang itu.

Salsa hanya mampu terdiam setelah usahanya mempertahankan kehormatannya sia-sia. Tak ada lagi suara yang keluar dari bibirnya, bahkan air matanya kering seketika. Hatinya kebas, sorot mata Salsa kosong dan mati. Dia menatap langit malam yang menjadi saksi betapa bejatnya prilaku ketiga iblis berwujud manusia. Detik ini dia berharap Tuhan segera mencabut nyawanya agar dia tak lagi merasakan penderitaan.

*

"Salsa ... Salsa!"

Nadia yang tidur di samping Arkan terbangun karena jeritan pria itu. Dia melihat Arkan berusaha menggapai sesuatu sambil terus meneriakkan nama Salsa.

"Mas! Mas, bangun." Nadia mengguncang tubuh Arkan yang masih menggigau.

"Mas!" hardik Nadia sambil memukul wajah Arkan.

Arkan terbangun, matanya menangkap raut kesal Nadia di atasnya. Dia mengulurkan tangan hendak menyentuh pipi wanita itu, tapi ditepis kasar oleh sang wanita. Pria bangun dan bersandar di kepala ranjang. Dia menghela napas perlahan untuk menenangkan jantungnya yang berdetak sangat kencang.

"Mas! Ngapain, sih, kamu nyebut nama Salsa?!" tanya Nadia ketus. Rautnya jelas memperlihatkan tidak suka.

Arkan mendongak, matanya menatap langit-langit kamar nanar. "Aku mimpi Salsa dalam kesulitan. Dia berteriak meminta tolong, tapi aku sama sekali tidak bisa menolongnya. Padahal aku ada di dekatnya," jelas Arkan lirih.

Nadia mencibir. "Huh! Buat apa Mas mikirin dia. Wanita itu bukan tanggung jawab kamu sekarang," dengkus Nadia.

Arkan diam. Tangannya mengusap wajahnya yang berkeringat. Arkan gelisah. Mimpi itu seolah nyata. Ada secuil rasa ingin tahu keadaan Salsa. Tapi melihat ekspresi Nadia, tidak mungkin baginya menelpon wanita itu.

"Mas, kok diam, sih? Jangan bilang kamu masih mikirin gembel itu?!" tanya Nadia sinis.

"Nad, jaga bicaramu?!" tukas Arkan. Entah mengapa dia tidak suka mendengar Salsa dihina apalagi oleh Nadia.

Nadia terkejut mendengar peringatan Arkan. Tidak biasanya pria itu menggunakan nada tinggi padanya. "Mas! Kamu kenapa, sih? Salah jika aku benci sama wanita itu? Dia merebut kamu dari aku dan dia menghina aku di hadapan semua orang, dan dia juga nyumpahin anak kita," ujarnya sengit.

Arkan meremas rambutnya. Pikirannya kacau malam ini. Tapi, isak Nadia membuat hatinya luluh.

"Kamu jahat, Mas. Padahal aku lagi hamil anak kamu, tapi kamu bentak aku karna gembel itu," ucap Nadia berusaha menarik perhatian Arkan.

Pria itu luluh. Dia meraup tubuh istri keduanya, membawa tubuh Nadia masuk ke dalam pelukannya. "Maaf, aku tadi emosi karna mimpi buruk. Aku tidak bermaksud menyakitimu," jelas Arkan lembut. Dia mengecup pucuk kepala wanita itu lembut dan lama.

Nadia tersenyum. "Iya, aku maafin. Lain kali jangan gitu lagi, ya. Sekarang hanya aku satu-satunya istri kamu. Hanya aku yang akan memberimu pewaris Nanyendra," ucapnya dengan percaya diri.

Sekali lagi Nadia tersenyum penuh kemenangan ketika merasakan pelukan Arkan mengerat. Seperti biasa, dia selalu bisa menundukan sang pria. Arkan terlalu mencintainya hingga tak sadar jika Nadia tengah menancapkan kuku di tubuhnya. Wanita itu bertekad sedikit demi sedikit akan membuat sang suami tergantung padanya hingga nanti pria itu berada di bawah kendali seorang Nadia Pramudya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mampuslah kau salsa. udah tau miskin tolol lg. matilah kau diperkosa preman. sok2an kabur. mestinya kau cari penginapan anjing!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status