Share

Memori Lalu

Sepulang kerja, Fery memutuskan membeli makanan favorit Ara di restoran kesukaan istrinya sebagai tanda permintaan maaf karena sempat membuat hatinya sedikit terluka.

“Mudah-mudahan dia belum tidur,” gumamnya seraya tersenyum, membayangkan wajah Ara. Ia memang sangat mencintai istrinya dengan sepenuh hati. Meskipun pernikahan sudah berjalan 2 tahun lamanya, tetapi perasaan cinta masih sangat menggebu bagai pengantin baru.

“Fery?” sapa seseorang memanggilnya.

Ia pun menoleh dan mendapati Ria tengah duduk di antara para tamu yang singgah untuk makan malam di sana. Fery pun menghampiri setelah Ria melambaikan tangannya seolah memberi kode untuk ikut duduk.

“Disini juga? Ngapain?”

“Ini, lagi beli makanan buat di bawa kerumah, inget Ara.” sengaja Fery katakan untuk menekankan bahwa sekarang dirinya sudah menikah.

“Emh, jadi inget waktu dulu, kamu juga perhatian ke aku.”

Ya, sesungguhnya Fery dan Ria pernah menjadi sepasang kekasih. Terjadi empat tahun yang lalu dan hanya bertahan satu setengah tahun saja, sebab Ria meninggalkannya untuk menikahi laki-laki lain waktu itu.

Fery mengeryitkan dahi. Sebenarnya ia tak suka masa lalunya dengan Ria di ungkit, mengingat dirinya kini sudah menikah.

“Sekarang aku sudah punya istri, tolong jaga bicara kamu!” Fery terlihat risi dengan Ria.

Bagaimana tidak? Ria malah membicarakan hal yang tidak ingin ia dengar lagi.

“Kenapa? Jangan-jangan, istri kamu enggak tahu, ya kalau kita pernah pacaran?” Pertanyaannya berhasil membuat Fery terpancing emosi.

Lelaki itu menatap tajam tidak suka.

“Dia memang enggak tahu dan enggak perlu tahu!” jawan Fery.

Lelaki itu kini terlihat jengkel, bagaimana pun, sekarang mereka sudah memiliki kehidupan pribadi masing-masing dan Fery sungguh tidak ingin kehidupan rumah tangganya terganggu.

Kalau bukan karena kejadian kemarin, Fery tidak akan mau mempedulikan Ria. Fery berdiri berniat untuk pergi, tetapi Ria malah memegangi tangan Fery erat.

“Fery, tunggu! Sebenarnya, aku menyesal sudah meninggalkan kamu cuma buat menikah dengan Erik, plis! Aku menyadari kesalahan yang aku perbuat dan enggak bisa lupain kamu. Sekarang, aku sudah cerai, aku harap kamu, mau memaafkan meski sulit, tolong maafkan aku,” paparnya tidak tahu malu.

Fery memandang geli setelah mendengarkan pernyataan Ria yang blak-blakan kepdanya. Ia sempat berpikir bahwa ternyata perkataan Ara kemarin ada benarnya bahwa insiden waktu itu adalah memang kesengajaan yang direncanakan Ria agar dapat mendekatinya lagi. Ia menggeleng pergi. Lupa, sudah, dengan makanan yang akan dipesannya untuk Ara.

Ketika Fery berlalu dan masuk ke dalam kendaraannya, Ria tanpa permisi ikut masuk ke dalam. Fery heran juga tambah kesal dibuatnya.

“Ria! Keluar!” perintah Fery penuh penekanan.

Namun, Ria malah melakukan hal di luar dugaan. Ia malah mencuri kesempatan untuk mencium Fery di sana. Sontak Fery mendorong secara kasar.

“Apa-apaan kamu?!”

“Aku tahu, aku salah. Aku sengaja datang untuk minta maaf. Bahkan, aku sengaja pindah ke lingkungan tempat kamu tinggal!”

‘Ternyata perkataan Ara kemarin benar. Ah, aku tidak percaya ini,’ batin Fery.

“Di antara kita sudah selesai. Aku sudah punya Ara dan sangat mencintai dia! Jangan cari gara-gara, apalagi sampai melakukan ini lagi, paham?!” jelas Fery penuh ancaman

“Cinta? Kamu yakin itu disebut cinta? Kamu menikahi perempuan itu tanpa dasar cinta, kan? Aku tahu, dia cuma pelampiasan saja kan?”

Fery mendengus kesal, lelaki itu terpaksa keluar dari kendaraannya, lalu menarik keluar Ria dengan paksa. Setelahnya, ia langsung melajukan kendaraan tanpa melirik sedikit pun.

Ria mengepalkan tangan, mengumpulkan amarah yang memuncak di hati dan di otak.

“Awas aja! Pasti akan kudapatkan kamu lagi, Fer!“

***

“Mas, kok baru pulang,” tanya Ara menyambut kepulangan Fery.

“Iya, Sayang. Jalanan macet,” jawabnya yerpaksa berbohong sembari menyunggingkan senyum.

“Aku siapkan air hangat buat mandi, ya?”

Fery hanya mengangguk pelan. Ia sangat merasa bersalah kepada Ara. Dalam keadaan sadar dirinya telah bermesraan dengan mantan kekasihnya, Ria. Ya, meskipun itu hanya ketidaksengajaan, tetap saja rasa bersalah menggelayut di relung hati.

Ria, ya, sosok yang pernah mengisi hatinya selama satu tahun setengah lalu berpisah sebab Ria memutuskan untuk menikah dengan Laki-laki lain. Kala itu, Ria memberikan rasa sakit di hatinya yang amat dalam. Bagaimana tidak? Ria yang sangat Fery cintai lebih memilih Erik—pria setengah bule, dibandingkan dirinya waktu itu.

Namun, rasa sakit itu tidak berlangsung lama. Perlahan terobati berkat hadirnya sosok Ara yang datang tiba-tiba.

Fery jadi teringat akan masa lalu ketika pertama kali bertemu dengan Ara.

Saat itu Ara berlarian dengan CV lamaran kerja ditangannya. Saking Terburu-buru, dirinya sampai menabrak Fery waktu itu.

CV yang dibawa Ara berserakan di lantai.

“Tolong lebih hati-hati kalau jalan!” tegur Fery. Lelaki itu sibuk merapikan jas-nya.

“Maaf, saya tidak sengaja,” ucap Ara tanpa menoleh. Dirinya sibuk membereskan CV yang berserakan.

“Minta maaf, kok, terdengar memaksakan diri,” ujar Fery, sontak membuat Ara melihat ke arahnya.

“Maaf, saya sedang buru-buru. Hari ini ada wawancara kerja takut telat, Maaf! Lain kali saya akan meminta maaf dengan pantas,” paparnya seraya berlari meninggalkan Fery. Fery dibuat bingung dengan wanita satu itu.

“Wawancara, ya?” gumamnya sembari tersenyum.

Ara yang tengah sibuk merapikan diri tidak menyadari bahwa orang yang akan mewawancarainya sudah tiba dan masuk ke ruangan.

“Zahra Mulan, silakan masuk,” perintah karyawati berstatus sekretaris itu.

Ara pun masuk dengan percaya diri. Meski belum ada pengalaman bekerja karena memang baru lulus kuliah, Ara tetap semangat dan yakin akan performanya.

“Selamat pagi, Pak,” sapanya.

Bola matanya mendadak terbelalak kala melihat Fery ada di ruangan itu.

“Ka-kamu, ngapain di situ?!”

Fery tersenyum simpul, “Lah, ini memang kantor saya, kenapa saya enggak boleh ada di sini?”

“Hah?” Ara celingukan, kemudian menarik tangannya dengan cepat. “Jangan main-main, kamu! Nanti ketahuan sama bos-nya!”

“Eh, Apa, sih? Saya bos-nya di sini!”

Ara mendelik tidak percaya, lalu memindai dari ujung kepala hingga kaki.

“Ah, kamu pasti model, di sini! Tau lah dari penampilannya!”

“Hahaha, dasar ini perempuan! Enggak percaya banget!” Fery mencoba menarik tangan Ara.

Namun, yang terjadi malah tangan Fery dipelintir olehnya sehingga Fery meringis sambil menepis kuat. Alhasil, mereka terjatuh bersama di lantai dengan posisi Ara tertindih.

Sekretaris Fery bernama Mirna itu tiba-tiba masuk ke ruangan. Melihat kejadian itu, ia malu dan malah salah paham.

“Maaf, Pak. Saya dengar ada keributan, jadi saya masuk,” ucapnya merasa tidak enak karena salah paham.

Sontak Ara mendorong Fery. Sebaliknya, Fery pun langsung berdiri tegak, lalu merapikan pakaiannya.

“Jngan salah sangka! Semua enggak seperti yang kamu pikiran!” sanggah Fery setengah teriak.

“Saya enggak bilang apa-apa, Pak,” ucap sekretarisnya tersenyum.

“Pokoknya! Enggak terjadi apa-apa. Ingat! Jangan sampai ada gosip tentang ini, mengerti?” sambung Fery mempertegas dan di balas dengan anggukan.

Ara akhirnya menyadari bahwa memang Fery adalah Bos dari perusahaan tersebut, dengan wajah memerah sebab malu, ditambah rasa bersalah perihal pelintiran yang dilakukan tadi, Ara meminta maaf hingga membungkuk. Bukannya marah, Fery hanya tertawa menyahuti.

“Aduh, cocok deh kalau kamu kerja buat jadi bodyguard saya,” ujarnya sambil tertawa lepas.

Tampaknya Ara agak kesal.

“Pak, saya melamar untuk bagian sekretaris pribadi, bukan untuk yang lain.”

Fery menghentikan tawanya ketika menyadari ekspresi Ara yang tegang.

“Ehem! Oke, sorry. Ya sudah, mulai besok kamu sudah mulai bisa kerja sama saya.”

Pernyataan Fery membuat Ara terdiam sejenak.

“Saya, diterima?” Ara tampak bingung.

“Iya, diterima.“

“Wawancara aja belum. Ini, CV-nya juga masih ....” Ara menggantung ucapannya.

“Saya suka sifat kamu, saya mau kamu kerja buat saya.”

“Saya belum ada pengalaman dan ....”

“Pokoknya, saya terima!“ tegas Fery meyakinkan.

Spontan Ara memeluk Fery saking senangnya. Semenjak itu, Fery tanpa sadar sudah menaruh hati pada Ara. Perlahan, Fery juga mulai bisa melupakan Ria. Selama hampir setengah tahun bekerja dengan Ara, dirinya semakin menyadari ada perasaan lain yang dirasa, bukan perasaan antara atasan dan bawahan, tapi perasaan lelaki pada perempuan.

Hatinya yang kosong perlahan terisi kembali oleh sosok Ara, hingga ketika sudah yakin dengan perasaannya, Fery akhirnya menyatakan cinta pada Ara. Wanita itu sempat ragu. Namun, Fery terus meyakinkan dan membuat Ara pun jatuh hati kepadanya.

Hubungan mereka akhirnya berlanjut hingga pernikahan, tidak butuh waktu lama, hanya setengah bulan berpacaran, mereka melangsungkan ijab kobul di kampung halaman Ara, wanita itu akhirnya resign dari pekerjaannya dan menjalani kehidupan baru sebagai istri Fery.

***

Ya, semua kenangan itu masih tergambar jelas dalam pikiran Fery. Kini, ia sangat takut akan kehadiran Ria yang mungkin bisa saja menghancurkan kebahagiaannya bersama Ara.

“Mas, airnya udah siap, tuh,” ucap Ara berhasil membuyarkan lamunan suaminya.

“Eh, iya. Bentar lagi, deh. Pengen disayang-sayang dulu sama kamu,” ujarnya seraya menarik Ara kepelukannya.

Perlahan, Fery mengecup mesra istriya itu dengan lembut.

“Mas ....” Ara melepaskan kecupan Fery.

“Kenapa, Sayang? Kamu enggak mau, ya, gara-gara mas belum mandi?" tanya Fery.

Lelaki itu tampak heran dengan penolakan sang istri. Biasanya, Ara tidak pernah menolak kapan pun Fery mengajaknya bermesraan.

“Bukan nggak mau Mas,” jawab Ara.

Wanita itupun membisik ke telinga Fery.

“Aku sekarang lagi ada tamu bulanan,”

Seketika Fery menghempaskan tubuhnya ke ranjang.

“Ah, gagal. Mana nanggung, lagi,” keluh Fery membuat Ara gemas saja.

Lelaki itu berguling-guling di atas ranjang manja, Ara hanya tertawa melihat tingkah Fery yang seperti anak kecil itu. Bahkan, dirinya malah menyuruh Fery untuk bersabar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status