Beranda / Rumah Tangga / Luka yang Disembunyikan Istriku / Istri atau Pembantu Kamu, Mas?!

Share

Istri atau Pembantu Kamu, Mas?!

Penulis: Rahma La
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-03 13:32:19

"Heh, Ani!"

Aku berkaca pinggang, menatapnya marah. Sementara Ani dan Bu Ainun menoleh kaget. Mereka saling berpandangan. 

"Ngapain kamu di sini?" tanyanya pelan. 

"Aku yang tanya, ngapain kamu di sini? Berani banget minjem uang tanpa sepengetahuan aku. Kamu itu istri siapa, hah?!"

Dia terlihat gelisah, menyembunyikan tangannya di belakang. Aku menghela napas kesal. Langsung menarik tangan Ani. 

"Mas, jangan diambil." Dia berusaha menarik tangannya lagi."

"Kasian banget, ya, Bu Ani. Suaminya kayak gitu. Dia gak bisa ngapa-ngapain. Aduh, kalau saya, udah saya tinggalin suami macam Pak Reyhan."

Mendengar itu, aku langsung menoleh. Lagi-lagi warga kampung sini. Sebenarnya. Sudah berapa banyak yang tau masalah rumah tanggaku?

Pasti gara-gara si Ani. 

"Eh, Bu Ani." Mereka melirikku takut-takut. Kemudian buru-buru melangkah pergi. 

"Menyebalkan," gumamku sambil kembali menatap Ani. 

"Haduh, Pak Reyhan kayaknya emang gak punya hati. Saya heran kenapa Bu Ani masih mau bertahan. Awas bisa sakit hati, lho, Bu."

Ani tersenyum, dia hanya menggelengkan kepala. Santai sekali menyikapi semua ini. 

"Kamu lihat saja." Aku buru-buru menarik tangannya. Sepanjang perjalanan, Ani mengaduh. Dia berusaha melepaskan tangannya dariku. 

Kami juga diliatin sama warga kampung sepanjang perjalanan pulang. Aku mengembuskan napas kesal, ini pasti gara-gara Ani. 

Sampai di rumah, aku mengempaskan tangannya kesal.

Ponselku lebih dulu berdering. Keningku mengerut ketika melihat ada pesan dari Abdul. Kenapa dia menelepon sekarang?

"Kenapa?" tanyaku langsung, tanpa basa-basi. 

"Dipanggil sama bos."

"Hah?!" Aku kaget sekali mendengar perkataannya. "Kenapa dipanggil?"

"Gak tau. Langsung ke kantor aja."

Aku langsung mematikan telepon. Kemudian berbalik, kemana lagi si Ani menyebalkan itu. 

"Ani!" Aku meneriakinya. 

"Mana uang yang kamu pinjam, hah?! Berani banget minjam tanpa izin sama aku. Kamu ini anggap aku sebagai suami gak, sih?"

Dia diam saja. Bayi kami menangis. Aku mengusap wajah melihat Ani yang akhirnya melangkah untuk menenangkan bayi kami. 

Buru-buru aku membuka lemari. Mengacak-acak pakaian Ani. Siapa tau dia menyimpan di sana. 

Tidak ada sama sekali. Aku menatapnya tajam, sementara dia berkali-kali memalingkan wajah. Enggan menatapku. 

"Kemana kamu taruh uangnya, hah?! Biar aku yang simpan, kamu juga nanti bayarnya pakai uangku, kan?"

"Selama ini apa yang udah kamu kasih ke aku? Uang bulanan pas-pasan. Kata siapa aku bakalan bayar sama uang yang kamu kasih? Makan aja pakai uang itu gak cukup."

Mendengar itu, aku terdiam. Ani memang menyebalkan sekali. 

"Kamu itu harusnya gak usah minjam-minjam. Buat malu aja. Apalagi orang kampung semuanya tau." Aku melipat kedua tangan di depan dada. Sesekali melirik ponsel. 

Sebenarnya, aku harusnya sudah ke kantor lagi.  Hanya istirahat sebentar soalnya. 

"Kemarikan uang yang kamu pinjam!"

Dia menggelengkan kepala. 

Aku heran. Untuk apa uang itu? Ah, mungkin aku akan mengikuti Ani kapan-kapan. 

"Jangan-jangan kamu kasih tau ke orang kampung sini tentang masalah rumah tangga kita, ya? Kamu sebarin semuanya?" tanyaku dengan nada kesal. 

"Kamu teriak saja, sudah terdengar keluar."

Mendengar itu, aku menoleh keluar jendela. Memang banyak tetangga yang menoleh ke kami, penasaran dengan apa yang terjadi. 

Ah, akhirnya aku tau semuanya, tapi aku masih ragu dengan Ani. 

"Reyhan!"

Buru-buru aku keluar kamar. Ibu kenapa teriak-teriak, sih?

"Tadi Ibu ketemu teman di supermarket. Dia pamerin perhiasan baru. Ibu mau juga."

Astaga. Aku kira apa. Bagaimana ini? Aku saja tidak memegang uang banyak sekarang. Hanya cukup untuk bensin sampai gajian dan beli makanan sedikit. 

Ibu boros sekali. Aku mengusap wajah, kemudian menoleh ke Ani. 

"Kamu tadi kan minjam uang. Kasih ke Ibu sana."

Sudah kuduga. Dia akan menggelengkan kepala. Ani benar-benar menambah masalahku sekarang. 

"Reyhan." 

"Bang Reyhan jangan pelit-pelit sama Ibu. Yang buat Mas Reyhan sampai di sini, kan Ibu."

Aku tersenyum, kemudian menganggukkan kepala mendengar perkataan Nisa. 

"Nanti aku cariin dulu uangnya, Bu. Nanti malam pasti ada."

"Janji?"

"Iya." Aku menganggukkan kepala pada Ibu. Menyuruh Ibu masuk ke kamar untuk istirahat. 

Setelah Ibu dan Nisa masuk ke kamar, buru-buru aku menarik tangan Ani. Dia memang menyebalkan, keras kepala. Tidak ada gunanya perasaan di sini. 

"Kenapa lagi?" tanyanya datar. 

"Kasih uang pinjaman tadi ke aku."

"Buat perhiasan itu? Kamu itu polos atau apa?" tanyanya pelan. 

Plak! 

Ani memegangi pipinya yang memerah. Dadaku naik turun kesal dengan perkataannya. Apakah dia tidak memahami kondisiku sekarang?

"Kamu itu harusnya nurut sama aku! Jangan bantah!" 

Dia diam saja. Beberapa detik setelahnya, terdengar isak dari mulut Ani. Aku mendengkus. 

"Setelah ini apalagi, Mas? Apalagi? Kamu mau apakan aku setelah ini?" tanyanya dengan teriakan dan isakan tangis. 

"Kamu itu harusnya nurut sama suami sendiri. Jangan jadi istri yang gak ngikutin aturan suami!"

Dia terduduk di lantai. Aku menatapnya yang menangis sambil menggendong bayi kami. Tangannya terlihat gemetar. Terlihat sekali Ani berusaha untuk menahan amarahnya. 

"Selama ini aku berusaha bertahan sama kamu, Mas. Aku selalu simpan semuanya sendirian. Segala sakit hati aku simpan."

Halah. Aku memalingkan wajah, malas dengan seluruh aktingnya. 

"Bayi ini, aku urus semuanya sendiri. Baru lahir, aku udah ngerjain pekerjaan rumah. Gak ada yang bantuin, gak ada yang perhatiin." Isak tangisnya semakin kencang. Ani menatapku, dia berdiri dan mengusap pipinya. 

Mata Ani memerah. Dia masih terisak. Air matanya bahkan terjatuh ke pipi bayi kami. 

"Bukan sakit fisik lagi aku di sini, Mas. Udah tambah jadi sakit batin."

"Lebay banget kamu itu." Aku melotot. 

"Sebenarnya, aku ini istri atau pembantu kamu, Mas?!"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kau lebih rendah dari pembantu krn kau sendiri tidak menghargai dirimu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 36

    "Boleh aku masuk, Mas?!" tanya Ani membuatku menelan ludah. Buru-buru aku menggelengkan kepala. Aku tidak mau kalau Ani sampai ketemu dengan Mama dan Mama malah meminta uang pada nya. Tau sendiri kan Mama itu bagaimana watak nya. Aku sudah lelah menghadapi Mama. Apa lagi Ani. Pasti Mama juga akan melakukan hal itu pada Ani. Meskipun saat ini, Mama sudah tau kalau Ani bukan lah istriku lagi, tetapi tetap saja. Pasti dia akan melakukan hal yang aneh-aneh pada Ani dan aku tidak mau kalau hal tersebut sampai terjadi. "Eh?! Aku tidak boleh masuk ke rumah kamu, Mas?!" tanya Ani dengan tatapan terkejut. Tatapanku terhenti ke Ani. Kemudian menggelengkan kepala kembali. Ya, Ani tidak boleh sampai masuk ke dalam rumahku. Ani tampak sekali kalau kebingungan. Akhir nya, aku keluar dari rumah, kemudian menutup pintu rumah. Kami mengobrol di luar. Sebenarnya tujuan Aku adalah agar Mama tidak mendengar percakapan aku dan juga Ani saat ini. "Apa yang terjadi, Mas?" tanya nya pelan. "Aku tidak

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 35

    "Kamu bisa kan bicara dengan aku besok, Rey? Ini penting banget. Aku butuh banget buat bicara sama kamu."Huft, baik lah, aku akhir nya menganggukkan kepala, bisa saja sih aku menuruti kemauan nya Abdul untuk bertemu besok. Meskipun sejujur nya aku tidak tau apa yang ingin dibicarakan oleh Abdul padaku, apa lagi ini kata nya tentang si Ani. Memang nya dia mau membahas apa soal Ani? Apa kah ada yang mendesak sekali ya?"Rey? Kok kamu malah diam sih? Aku benar-benar butuh jawaban kamu, Rey.""Iya, aku bisa. Kamu kabarin aja besok gimana nya.""Bagus deh kalau kayak gitu, soal nya ini penting banget dan jujur aja aku takut kalau kamu nanti malah jadi gak dapat informasi tentang ini."Sepenting apa berita yang ingin dibicarakan oleh Abdul? Hmm, jujur saja aku penasaran sekali, tetapi ya sudah lah. Memang sudah seharus nya kami bertemu dulu. "Boleh deh, kita langsung ketemuan saja besok ya. Aku bakalan usahain buat langsung ketemu sama kamu."Ya semoga saja besok tidak terlalu banyak ke

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 34

    "Abang sakit keras? Dan gak bilang ke Nisa? Kenapa, Bang?""Nis, kamu—""Apa, Bang? Abang mau nyembunyiin semuanya dari aku?" Ah, aku tidak sanggup menatap Nisa. Dia menggelengkan kepala, tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Aku menggigit bibir, apa lagi yang harus aku jelaskan pada Nisa?Surat hasil pemeriksaan itu ada di tangan Nisa. Aku mengembuskan napas pelan, tidak ada gunanya lagi membela diri sendiri. Nisa sudah tahu semuanya sekarang. Bahkan, sebelum aku memberitahukannya sendiri. Semuanya sudah terungkap, secepat ini."Apa?! Abang mau bela diri kayak mana lagi? Surat ini udah ada di tangan aku, Bang. Hasil pemeriksaan yang betul-betul menerangkan kalau Abang sakit keras!""Ssttt ..." Aku langsung menoleh ke pintu, takut Mama mendengar teriakan Nisa. Semoga saja Mama tidak mendengarnya. "Kenapa sih, Bang? Abang kenapa? Kenapa nyembunyiin ini semua dari Nisa? Dari Mama?"Kenapa? Aku menggelengkan kepala. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku seka

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 33

    "Hah? Menikah?!"Tubuhku seketika kaku mendengar perkataan Bang Ariel. Dia serius atau sedang bercanda? Pandanganku teralih ke Ani yang terdiam. Dia serius akan menikah dengan orang lain? Kenapa dia tega sekali padaku? Padahal awalnya dia sudha berjanji akan memikirkan tentang aku yang menawarkan untuk rujuk. "Kamu—""Iya. Aku akan segera menikah, Mas. Itu undangannya, kamu bisa lihat sendiri." Ani langsung memotong ucapanku. Sungguh aku tidak menyangka dengan ucapan Ani. Aku menatapnya, kemudian pandanganku teralih ke undangan yang diletakkan di atas meja, mengambilnya. "Ini, ambil undangannya, Mas."Ani tersenyum padaku. Dia seperti tidak punya beban memberikan undangan itu padaku. Aku menghela napas pelan, kemudian perlahan mengambil undangan yang diberikan oleh Ani. "Sudah dari kemarin aku hendak mengantarkannya ke kamu, Mas. Hanya belum ada waktu, tadi niatnya mau ke rumah kamu, ternyata kita malah ketemu di sini."Aku menatap undangan yang diberikan Ani. Gino nama calon sua

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 32

    Karma? Aku mengembuskan napas pelan, apakah benar karma itu ada? Kalau benar karma itu ada, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku menatap datar ke depan, ini benar-benar di luar dugaan. "Pak?""Eh iya." Aku langsung terkejut mendengar panggilan dokter. Kemudian tersenyum tipis. "Jadi saya harus bagaimana ya, Dok?" tanyaku pelan, aku sendiri tidak yakin apa yang harus aku lakukan sekarang. Dokter menjelaskan apa yang harus aku lakukan. Dapat uang dari mana untuk semua pengobatan ini? Aku menghela napas pelan, ini benar-benar buruk. "Terima kasih, Dok." Aku tersenyum tipis, beranjak dari kursi. Langkahku lunglai sekali sekaranf, sungguh ini benar-benar di luar dugaan. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Biaya rumah sakit kalau aku melakukan pengobatan akan mahal sekali. Kalau tidak diobati, kasian Mama dan Nisa. Bagaimana mereka akan hidup tanpaku nanti? Ah, aku mengusap wajah kasar, kesal dengan keadaan sekarang. Kenapa pula penyakit ini muncul di saat yang tidak tepat?Bru

  • Luka yang Disembunyikan Istriku   Bab 31

    "Aku ingin rujuk kembali denganmu, Ani.""Hah?!" Ani tampak terkejut sekali mendmegar perkataanku barusan. Dia sepertinya tidak menyangka aku akan mengatakan hal itu. "Apa jaminan kamu mengatakan itu, Mas? Sementara ada kehidupan yang lebih baik dari pada bersama kamu?" tanya Ani pelan, dia menundukkan kepalanya. Aku mengembuskan napas pelan, mau bagaimanapun juga aku tidak akan bisa memaks Ani untuk kembali lagi padaku. Namun, aku masih mencintainya dan aku ingin dia kembali padaku. "Ani?" Aku menggenggam tangannya, ada sentakan halus yang terjadi saat tanganku menyentuh tngannya. "Kamu kaget?" tanyaku pelan. "Sedikit." Dia mengembuskan napas pelan. Jantungku berdetak kencamg, aku ingin berubah dengan memperbaiki hubungan ini. Memperbaiki rumah tangga kami. "Aku butuh jawaban kamu, Ni."Perlahan, Ani mengangkat pandangannya, menatapku. Ada raut sendu di wajahnya. "Apa jaminan kalau aku kembali padamu, Mas?" tanyanya pelan. Jaminannya? Aduh, aku tidak memikirkan hal itu seb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status