"Rasti, kita perlu bicara,” ucapnya saat Rasti telah bersiap berangkat. Sementara Nadine dan raline telah menunggu di depan rumah.
“Tidak ada yang perlu dibicarakan, Mas. Kita ini suami istri yang yah, seperti biasanya. Jadi, menurut aku, tidak ada masalah penting,”
“Kamu benar-benar berbeda,” desis Danang.
“Setiap orang, akan berada di fase yang berbeda suatu ketika. Entah karena sebuah kejenuhan, keadaan yang menyakitkan, maupun karena disebabkan oleh suatu kebohongan yang ia ketahui. Meskipun suami istri, tapi masing-masing dari kita, tetaplah pribadi yang memiliki ruang untuk privasi,” ujar Rasti datar.
Danang kembali tersentak. Sebuah kata bohong, begitu menampar hatinya.
“Pulanglah cepat! Aku akan mengajak kalian jalan-jalan,” ucap Danang memberi perintah.
“Aku tidak yakin, bila hari ini tidak ada yang memintamu datang.” Usai berkata demikia
Kalau aku adain GA, ada yang mau? Tulis di kolom komentar ya ....
Ponsel Rasti kembali berdering saat ia akan menjalankan kendaraan dari bank menuju sekolah kedua anaknya. Dengan terpaksa menyandarkan motor kembali dan mengangkat telepon yang ternyata dari sang suami.“Pulang cepat, ya? Kita akan jalan-jalan,” ujar Danang tanpa basa-basi.Rasti yang semula berniat menjemput Nadine dan Raline, mengurungkan niat. Karena untuk saat itu, dirinya tidak ingin berdekatan dengan Danang. Karena ia sadar, terlalu lemah bila sudah berdekatan dengan lelaki yang telah mengarungi biduk rumah tangga dengannya bertahun-tahun, terlebib bila sudah mendapatkan sentuhan kasih sayang.“Tidak! Kali ini aku tidak akan mundur,” ujarnya seraya menggelengkan kepala. “Aku sudah teralu lemah, karena merasa dicintai seseorang di saat kehilangan orang tua. Ada hal yang harus aku kerjakan, dan aku tidak akan mampu melakukannya bila Mas Danang sudah mengatakan sesuatu hal yang manis. Ah,
Tak berapa lama, wanita itu kembali dengan sudah memakai daster. Jilbab instan senada dan bibirnya memakai pewarna yang merah menyala. “Mak, gak usah berlebihan, sih,” ucap Maryam sengit. “Biarin aja deh, Mar. Mak juga ‘kan kepengin dandan.” Rasti hanya tertawa melihat pertengkaran kecil kedua ibu dan anak di hadapannya. Ia lalu bangkit dan bersiap pergi. “Eh, Ras!kamu sudah makan belum?” tanya Sumarti membuat rasti berhenti. “Sudah sholat belum?” sambungnya lagi. Rasti menggelengkan kepala. “Kamu ini, Ras. Kamu muslim apa bukan? Kok ya jam segini belum sholat dan mau bertamu. Mau sholat jam berapa? Ayo, sana, sholat dulu! Bagaimana mau berjuang? Kalau kamu tidak minta tolong sama yang punya jagat raya?” omel Sumarti. Bibirnya yang sudah merah merona bergerak lincah. Untuk kali ini, rasti terpukul dengan apa yang Sumarti kat
“Bik, jadi minta aku buatin catetan buat ditanyakan ke mantan RT?” Rasti masih saja menggoda, ketika Sumarti turun dari motornya.“Jangan berlaku tidak sopan sama orang tua!” bisik Sumarti. Takut bila candaan Rasti didengar Maryam.Rasti tertawa terbahak-bahak. “Pulang dulu ya, Bik. Besok-besok, aku antar catatan pertanyaan ke rumah Bibik,” candanya lagi.“Bocah nggak sopan sama orang tua. Eh, ingat! Kalau ke sini lagi, bawa anak-anakmu. Bibik pengin kenalan juga. Keluarga kamu cuma Bibik. Jangan buat mereka tidak kenal.” Sumarti berkata sambil membenahi jilbab instannya.Rasti hanya memberi kode ok, dengan menautkan jari jempol dan telunjuknya. Ia lalu menarik tuas gas meninggalkan rumah wanita yang berbibir merah itu.“Maafkan aku, Bik, aku belum bisa membawa Nadine dan Raline ke rumah Bibik. Itu karena, aku masih mera
“Kenapa kamu hanya bisa bersikap tegas sama aku, Mas? Tidak pada ibu kamu. Sekarang jawab pertanyaan aku! Apa kamu sudah menceraikan Firna? Mengucapkan talak pada dia yang sudah kamu nikahi secara agama itu?” Bola mata Rasti menatap tajam wajah Danang yang hanya berjarak dua puluh senti darinya.“Rasti, ini berbeda. Aku adalah pemimpin kamu. Jangan mengaitkan dengan hal itu,” ujar Danang membela diri.“Jawab pertanyaan aku! Apa kamu jadi menceraikan Firna? Atau justru, kamu menikmati peran seorang suami saat berdua dengannya di rumah sakit?” tegas Rasti.“Rasti, aku tidak mungkin melakukan hal itu di saat Firna sakit.”“Ok, jadi, aku juga tidak bisa berhenti bekerja di saat kondisiku dan anak-anak berada di ujung tanduk. Dan kami terancam harus angkat kaki dari rumah ini.”“Itu tidak akan terjadi, rasti. Kamu harus
“Sampai kapan kamu akan diam seperti ini, Rasti?” tanya Danang suatu malam saat anak-anak sudah tertidur.Rasti masih berkutat dengan laptop dan laporan pembelian bahan baku.“Rasti!” panggil Danang keras.“Kenapa, Mas? Tidak bisakah kamu memberikan aku sebuah waktu, untuk aku bisa hidup dengan alam pikiranku sendiri? Toh, selama bertahun-tahun, aku sudah menjadi istri yang menuruti semua aturan kamu? Aku juga pribadi yang ingin memiliki senggang waktu untuk hidupku sendiri,” jawab Rasti datar. Tatapannya masih tertuju pada layar di hadapannya. Namun, jemari telah berhenti mengetik.“Apa kamu punya rahasia?” tanya Danang lagi. Ia mendekatkan wajah pada wajah Rasti yang duduk di lantai.“Apa kamu menyembunyikan rahasia dari aku, Mas?” Rasti melempar pertanyaan yang sama.“Rahasia apa? Bahkan, pe
“Mah, nanti acaranya jam dua siang, ya? Kamu kalau bisa jangan kerja. Aku jemput ke rumah pas Zuhur,” ucap Danang saat akan pergi bekerja.“Iya,” jawab Rasti singkat.“Tas yang ada di kamar, itu buat kado. Nanti kamu bungkus, ya?”“Maaf, Mas, aku sibuk sekali. Kan harus pulang cepat. Kamu aja yang mbungkus, ya? Sekalian berangkat kerja. Mampir aja di toko aksesori,” tolak rasti halus.“Hemh, baiklah.” Danang tersenyum dan membelai pipi sang istri, kemudian pergi.“Sudah siap?” tanya Rasti saat melihat dua anaknya ke teras dalam keadaan berseragam dan memakai tas.“Sudah,” jawab mereka kompak.Sebelum pergi, tidak lupa, Rasti mengunci pintu terlebih dahlu.“Mah …,” panggil Nadine ketika sang ibu baru selesai mengunci
Part 35“Iya, Pak, saya ingat diajak ke sini. Itu sebabnya, saya datang untuk meminta bantuan.”“Hal yang dapat kamu lakukan hanya memblokir sertifikat itu. Dan menggantinya dengan yang baru. Karena memang, pergantian sertifikat tanah bagi orang yang sudah meninggal, itu harus dilakukan oleh ahli waris. Apabila kasusnya seperti kamu, sertifikat ada pada mereka, maka, yang dapat kamu lakukan ya itu, memblokir semua sertifikat dan menggantinya yang baru. Masalahnya, apa kamu tahu, berapa asset yang dimiliki orang tuamu?”Rasti menggeleng.“Rasti, kamu ini terlalu lugu atau bodoh?” ujar Aris setengah kesal. “Baiklah, nanti, saya coba cari file yang bertahun-tahun lalu. Semoga masih ada ya? Tapi, saya memang menyimpan berkas satu tahun itu dalam sebuah flashdisk. Dan untuk data yang tahun-tahun sebelum ada benda itu, juga ada file-nya
“Papah, nanti Eyang pasti senang lihat kita datang, ya?” celoteh Raline girang.“Iya, dong, ‘kan ini hari bahagia Eyang. Jadi, kalau semua cucunya datang pasti bahagia,” jawab danang seraya melirik wanita di sampingnya.“Aku nanti mau foto berdua sama Eyang, di depan kue dan tumpeng. Ada kue dan tumpengnya ‘kan, Pah? Aku juga nanti mau minta disuapi Eyang. Nanti, fotonya dipajang ya, Yah? Yang berdua aku sama Eyang. Nanti, aku mau tersenyum, Eyang juga tersenyum. Kakak nanti mau foto juga sama Eyang?” Raline, anak yang masih duduk di bangku kelas satu SD itu terus berceloteh.“Kakak, nanti yang fotoin kamu aja, Dek,” jawab Nadine dingin. Dalam hatinya sudah penuh rasa takut, bila neneknya akan memperlakukan mereka dengan tidak baik.“Ah, Kakak gitu deh. Gak asik!” Raline cemberut.Mobil mereka memasuki halama