Kara setengah berlari saat melihat tiga Ibu-ibu Winter Garden melambaikan tangan ke arahnya. Ia memang membuat janji dengan Trio itu untuk bertemu setelah makan siang di taman yang ada di samping Apartemen.
“Gimana? Udah dipasang?” tembak Kara langsung begitu sampai di depan mereka.
“Udah dong Bu Dean, nih Bu Dean liat sendiri.” sahut Bu Bambang lalu menyuruh Bu Rudi untuk menunjukan laptopnya.
“Nih Bu Dean, CCTV-nya sudah di taro di depan pintunya, di selipin di pot tanaman.” jelas Bu Rudi yang menunjukan tampilan situasi depan rumah Jojo dengan laptop Suaminya.
“Hm… bagus, berarti sekarang kita tinggal tunggu aja, tetap awasi, kalau ada yang mencurigakan kabari saya ya Ibu-ibu.” ucap Kara mantap.
“Beres Bu, eh tapi Bu Dean mau kemana? Rapi banget?” tanya Bu Haikal.
“Saya mau pergi sebentar, ada urusan, nanti malam kita ketemu lagi ya Ibu-ibu, pokoknya kita harus dapet
“Ayo pergi dari sini Rumi!” bentak Hadi sambil menyeka darah di sudut bibirnya.Andrea mendengus kasar, “Lo masih gak ngerti, dia itu gak mau pergi sama lo!”“Diam kamu! Anak kecil jangan ikut campur!”“Kalo anda merasa dewasa, harusnya jangan main kasar sama perempuan!” Andrea langsung menarik tangan Rumi yang tengah mabuk berat ke belakang tubuhnya.Hadi meringis sambil bertolak pinggang, “Saya pacarnya, kamu siapa? Kamu cuma karyawannya kan?” sinisnya.“Ini bukan Aprodite, di luar saya teman Mbak Rumi, udah kewajiban saya melindungi dia dari orang Berengsek macam anda!” sengit Andrea yang tak takut menatap langsung ke mata Hadi.Rumi berusaha sekuat mungkin mengumpulkan kesadarannya, ia tak mau dua pria ini saling memukul lagi. Namun sepertinya Hadi tak mau menggubris kata-kata Andrea. Ia terus berusaha menarik tangan Rumi hingga Andrea terpaksa melayangkan kembali se
Bunyi alarm membangunkan Dean tepat pada pukul 6 pagi. Dengan malas ia mematikan alarm di layar ponselnya lalu mengangkat punggungnya untuk mengambil posisi duduk. Ia memijat pelan keningnya yang terasa pusing karena ia baru tidur selama 2 jam. Kejadian semalam membuatnya tak bisa tidur. Berciuman dengan Kara adalah hal yang tak pernah ia bayangkan. Namun anehnya kenyataan bahwa ia juga menikmatinya juga tak pernah ia bayangkan.Bagaimana bisa ia dan Kara melakukan hal yang justru harus mereka hindari. Mereka berdua sama-sama tak percaya dengan yang namanya cinta. Lantas apa arti ciuman mereka semalam? Apakah itu hanya dorongan hawa nafsu seksual mereka? ini tentu tak baik, apalagi dalam hubungan palsu seperti ini."Hhh... Apa dia udah bangun sekarang?" gumam Dean.Dean pun memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Meski ia tak siap bertemu Kara, namun ia harus melihat keadaan wanita itu, bagaimanapun semalam ia dalam pengaruh alkohol. Namun saat ia baru sa
Sekotak Donat berisi selai Bluberry ada di atas pangkuan Karin yang sedang duduk santai menikmati angin sore di taman Rumah Sakit. Ia memakan Donat itu dengan lahap hingga selainya tertinggal disudut bibirnya.“Jangan buru-buru makannya Bu Karin.” ucap Dean sambil menyeka selai itu dengan tisu.Karin pun tersenyum malu lalu merebut tisu dari tangan Dean dan mengelap mulutnya sendiri.“Hari ini Donatnya terasa lebih enak.” sahutnya sambil tersenyum.“Itu karena Bu Karin lapar aja kali.” ledek Dean.Karin pun terkekeh, “Ah iya, bukanya Pak Pengacara mau bawa Istrinya ke sini? Katanya mau dikenalin ke saya.”Dean tersenyum getir, Ibunya benar-benar tak mengingat kejadian waktu itu?“Hm… Bu Karin mau ketemu Istri saya?”Karin mengangguk, “Mau, ayo ajak dia ke sini.”Dean lagi-lagi tersenyum, namun kali ini senyumnya tampak tulus, “Oh iya say
Jantung Dean langsung berdebar begitu melihat Kara muncul di depannya. Ia tak tau apa sebabnya, ditambah mendengar suara Kara yang memanggil namanya barusan membuat rasa menggelitik muncul di perutnya. Apakah karena sudah lama ia tak mendengarnya?“Ngapain lo di sini?” tanya Kara yang membuat Dean kembali fokus.“Em….” Dean jadi gugup di tempat.Kara yang tak kunjung mendapat jawaban dari Dean pun melangkah masuk ke ruang tengah, ia memang baru kembali dari minimarket di dekat rumahnya. Namun ia melewati Dean begitu saja dan menghampiri teman-teman Gilang yang masih asik sendiri menyaksikan pertandingan sepak bola.“Nih titipan kalian, abis makan di rapihin lagi ya, jangan berantakan.” pesan Kara sambil memberikan sekantung plastik berisi snack dan minuman kaleng.“Makasih Kak Kara.” sahut dua orang yang membantu Kara mengeluarkan semua jajanan itu.Setelah itu Kara kembali melihat Dean
Kara melewatkan dering teleponnya yang ketiga karena ia baru saja selesai mandi. Ia melihat nama Bu Bambang di layar ponselnya. Ada apa Bu Bambang meneleponnya hingga berkali-kali seperti ini? Ia pun memutuskan untuk menghubungi Bu Bambang kembali.“Haduh Bu Dean kemana aja!” semprotnya yang membuat Kara menjauhkan ponselnya dari telinga.“Iya Bu, maaf tadi dari kamar mandi, kenapa ya?”“Cepet ke taman, saya sama ibu-ibu yang lain udah nunggu di sini nih, ada yang mau kami tunjukin di CCTV rumahnya Jojo.”Kara langsung menepuk dahinya, bisa-bisanya ia lupa soal Jojo.“Iya Bu, saya langsung turun, tunggu di situ, jangan kemana-mana ya!” tutup Kara cepat lalu keluar dari Apartemennya untuk menemui Trio Winter Garder di Taman.Sesampainya di taman, Kara celingukan mencari tiga Ibu-ibu itu, untungnya suara Ibu Haikal yang memanggil namanya bisa ia dengar. Sehingga Kara bisa bergab
Lampu neon box Aprodite Café sudah padam sejak 30 menit yang lalu. Namun Rumi masih berkutat di depan mesin kasirnya untuk menghitung pendapatan yang masuk hari ini. Andrea yang baru selesai memasukkan bangku di teras Café pun masuk kembali karena di luar mulai turun hujan lebat.“Mbak, papan menu di luar dimasukin aja kali ya, takut basah, ujannya gede.” tanya Andrea setengah berteriak karena suara hujan yang kencang.Rumi mengangguk sambil mengacungkan Ibu jarinya. Andrea pun keluar lagi untuk mengambil papan menu dan meletakkannya di dalam.“Kamu mau langsung pulang Ndre? Masih hujan.” tanya Rumi begitu selesai dengan hitung-hitungannya.“Iya Mbak, saya ada kuliah pagi besok.”“Oh gitu, yaudah hati-hati ya, bawa jas hujan kan?”“Ada kok Mbak di motor.”“Oke, sampai ketemu besok.”Andrea mengangguk, lalu mengambil tasnya dan berjalan ke luar
“Pak Pengacara!” seru Karin sambil melambaikan tangannya begitu melihat Dean masuk ke kamarnya.“Wah, kenapa? Bu Karin keliatannya senang banget.” wajah Dean jadi makin ceria saat melihat Ibunya tersenyum lebar seperti ini.“Saya sudah baca semua buku-buku Istrinya Pak Pengacara.” sahutnya antusias.Dean pun duduk di pinggir tempat tidur Karin sambil mengambil salah satu buku yang berserakan di atas kasur itu.“Semuanya?”“Iya, semuanya, kisahnya baguuuuus banget!” puji Karin.“Wah, saya baru tau kalau Bu Karin bisa baca secepat ini, kalau Bu Karin Pengacara, pasti Bu Karin bisa menghapal pasal dengan mudah.”Karin menepuk pelan lengan Dean, “Itu beda, saya pasti pusing bacanya hahaha!”“Hm… kalau gitu yang mana buku yang paling Bu Karin suka?”Karin pun mengambil sebuah buku yang memiliki ketebalan sedang, “Larch
Suara ketikan keyboard komputer terdengar dari dalam ruang kerja Dean. Selesai makan malam, Dean memang kembali melanjutkan pekerjaan kantornya yang sengaja ia bawa ke rumah karena file kasus yang sedang ia kerjakan tertinggal di rumah.Masih fokus meneliti kertas-kertas di depannya, Kara masuk dengan hebohnya ke dalam ruangan itu tanpa mengetuk pintu.“Heh, tadi gue ketemu Ibunya Jojo di lift!” seloroh Kara langsung sambil menarik kursi ke samping Dean.Dean meletakkan pulpennya lalu menatap sejenak ke arah Kara dengan wajah datar.“Terus kenapa?” tanyanya malas.“Dia punya luka yang sama kaya Jojo, gue yakin pasti ada apa-apa sama dia.”Dean mengurut keningnya, “Apa lagi sekarang? kemarin anaknya, sekarang Ibunya. Kalo lo penasaran sama keluarga itu, mending lo pindah sana ke rumahnya.”“Gue serius Dean! Gue yakin pasti ada yang gak beres sama keluarga itu.” ucap Kara yakin