Share

Happy Family #2 (end)

Dalam perjalanan, kami bertiga menghabiskan dua jam lebih untuk sampai ke Festival Malam Sonata. Di Festival ini terdapat banyak permainan dan kuliner dari berbagai macam Negara. 

"Mau kulineran dulu atau permainan dulu?" tanyaku pada Mama dan Stella.

"Mama terserah kalian bedua saja," ujar Mama dengan nada lembutnya yang mampu membuat siapapun luluh. 

"Stella mau main dulu kak," rengek Stella padaku. 

"Oke, Stella mau main apa?" tanyaku lagi. Stella menunjuk beberapa permainan. Ada Disco Pang Pang, Rumah Hantu, Biang Lala, dan Kora Kora. Nyaliku sedikit ciut ketika Adikku menunjuk kerumah hantu. Meski aku seorang pencuri handal, aku tetap sedikit takut terhadap hantu. 

"Kakak gaberani ya masuk rumah hantu?" ujar Stella dengan Nada meledek

"Ee-enggak kok, kk-kata siapa kakak t-takut!" jawabku yang tiba-tiba menjadi gagap.

Aku dan Stella bermain Disco Pang Pang. Sedangkan Mamah hanya menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan khusus untuk orang tua. Disaat bermain Disco Pang-Pang, tubuhku terombang-ambing, tulangku rasanya seperti diremuk. Entahlah, semua emosi bercampur menjadi satu. Image yang kujaga selama ini tiba-tiba hilang entah kemana.

Setelah 4 kali putaran, kami semua turun dari pemainan. Kepalaku pusing, perutku mual, dan seluruh tubuhku sakit. Sedangkan Stella, dia tertawa terbahak-bahak melihat keadaanku. Selesai istirahat kami melanjutkan permainan Kora-kora, Biang Lala dan terakhir adalah Rumah Hantu. 

"Kakak beli tiket dulu ya, kamu tunggu di sini!" pintaku pada Stella. Aku segera pergi membeli tiket. 

Beberapa menit berlalu, aku kembali dengan membawa dua tiket Rumah Hantu. Kami berdua bergegas masuk ke tempat yang gelap itu. Ku pegang tangan Adikku yang tubuhnya lebih kecil dariku. Stella tertawa puas melihat keadaanku yang lumayan mengenaskan. 

"Oh God! Tolong ampuni dosa-dosaku," ucapku dalam hati. Aku sempat mengumpat beberapa kali ketika hantunya muncul dihadapanku. Jujur saja, aku lebih suka dikejar para Bodyguard-bodyguard bodoh itu dari pada dikejar hantu-hantuan ini. 

Sampai di level ke dua. Tiba-tiba sebuah kapak asli melesat dihadapanku, untung saja aku berjalan lebih dulu dari Adikku . Andai aku melangkah satu langkah lagi, sepertinya aku akan mati konyol di sini. Stella yang melihat kejadian barusan terlihat kaget dan langsung memelukku. Aku menggeleng dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Di kapak tersebut, terlihat sebuah tulisan dengan tinta merah (BAWA KAPAK INI UNTUK MELINDUNGI DIRIMU SENDIRI). Seperti perintah, kubawa kapak itu selama perjalanan.

Kami bedua melanjutkan permainan ke ruangan level 3. Didepan pintu ruangan tersebut tercetak tulisan bahwa ruangan ini sangat gelap. Beberapa langkah setelah kami memasuki ruangan tersebut, pintu yang kami masuki tadi sudah tidak terlihat. Aku merasa ada banyak keganjilan yang terjadi di rumah hantu ini. Dari hantu-hantu yang aneh dilevel 1, kapak asli yang melesat di level 2, dan ruangan yang gelap di level 3, entah ada apa di 2 level terakhir, pikiran ku kali ini sudah benar-benar buntu. 

Di depan ku dan Stella, keluar sebuah lampu berbentuk tulisan RUN. Kami berdua menuruti perintah tersebut dan segera berlari, tapi ada kendala dengan larinya Stella. Adikku memiliki kelainan di kaki kirinya yang membuatnya sulit berlari. Tiba-tiba dari belakang terdengan suara langkah kaki cepat sambil berteriak. Stella yang sudah tidak sanggup ingin menyerah begitu saja. Tapi aku tidak akan membiarkan sesuatupun melukai dirinya. 

"AYO CEPAT NAIK SINI!" perintahku pada Stella untuk meniki punggungku. Setalah naik aku segera berlari secepat mungkin, tapi langkah kaki yang mengejar kami semakin terdengar cepat. Badanku sudah sangat lemas untuk berlari. Tapi untuk keamanan kami berdua, aku tetap mengusahakan lari sebisaku. 

Aku yang terus berlari karena dikejar-kejar langkah kaki yang cepat tidak menyadari ada sesuatu yang menungguku didepan. "Brukk" tanpa sengaja tubuku tertabrak orang yang kini berdiri didepanku. Tubuh ku gemetar ketakutan, yang bisa kulakukan saat ini adalah memeluk Adikku seerat mungkin.

"T-tuan! Tolong jangan sakiti kami!" pintaku pada orang yang berdiri dengan tegap dihadapanku. Dia memegang pundakku, aku ingin menjauhkan tangannya, tapi geteran ditubuh ini seakan membuat seluruh tubuhku beku. Tidak terasa air mataku mengalir dengan deras. Yang ku ingat kapan terakhir kali aku menangis adalah ketika ayah memilih pergi dengan istri barunya, setelah itu air mataku tak pernah lagi keluar. Lalu kenapa sekarang aku bisa kembali menangis ? Aku bukannya tidak ingin menangis, hanya saja aku sudah terlalu lama memendam, sehingga hal sepele seperti ini bisa dengan mudah membuatku menangis.

Seperti yang ku katakan tadi, tempat itu begitu gelap hingga aku sendiri pu tidak bisa melihat wajah Om Kevin. Oh iya, jika kalian bertanya bagaimana dengan orang yang mengejar kami tadi, Ia sudah dihabisi oleh Om Kevin dengan beberapa pukulan.

"Ayo bangun! Tidak akan ada yang bisa menyakitimu selama aku ada disini. Bukan nya kamu pernah bilang, kalau aku adalah pelindungmu ketika kamu tidak lagi bisa melindungi dirimu sendiri." ujar seseorang yang dari tadi terus memegang pundakku. Suara berat itu?, kalimat itu?, Semuanya terasa familiar. Rasa takut ku yang menggebu kini mulai hilang secara perlahan. 

"OM KEVINNN!" teriakku kaget, dia langsung memeluk diriku dan Stella. 

"Berhentilah menangis! Masa iya seorang pen...." Aku langsung menutup mulut om Kevin serapat-rapatnya. Om Kevin hampir saja membuka rahasia terbesar yang ku punya dihadapan Adikku. 

Aku dan Stella kini bisa berdiri kembali, tapi kendala yang sama masih di alami oleh adikku bahkan kini lebih parah. 

"Om! Boleh aku minta bantuan?" tanyaku pada Om Kevin. 

"Hmm" jawabnya singkat.

"Om Kevin bisa tolong bantuin gendong Adikku nggak Om?" tanyaku lagi pada pria bertubuh tinggi itu. 

Tanpa menjawab om Kevin langsung jongkok dihadapan Adikku. Kami melanjutkan perjalanan ke ruangan level 4 dan level terakhir dengan beberapa kendala yang mudah dilewati dengan trik pencuri. Hingga akhirnya kami bertiga bisa keluar dengan selamat, meski Om Kevin dan aku memiliki luka di beberapa bagian tubuh karena terkena benda-benda tajam.

Kami bertiga menemui Mama di ruang tunggu, Mama menghampiri kami yang berdiri didepan pintu. 

"Kenapa mata mu dan adikmu terlihat sembab?" tanya Mama sambil menapa tajam ke arah Om Kevin. 

"Tidak Ma! Dia tidak salah. Rumah hantunya yang bermasalah," ucapku sambil meyakinkan Mama. Setelah Mama yakin, Om Kevin, Mama dan Stella saling berkenalan satu sama lain. 

"Ma! Oliv jalan dulu ya sama Om Kevin, sekaligus mau ngomongin kerjaan. Ini uang Oliv, pakai aja kalau Mamah dan Stella mau belanja." Aku minta izin sama Mamah. Dia mengangguk dan kami segera pergi.

Sebenarnya banyak pertanyaan tersirat di kepalaku. Tentang bagaimana Om Kevin bisa ada di sini? tentang bagaimana Om Kevin tahu bahwa aku tengah dalam bahaya? Tapi daripada aku mati penasaran, pertanyaan itu langsung aku tanyakan ke Om Kevin.

"Om Kevin!" panggilku yang sudah siap dengan banyak pertanyaan.

"Hhmm kenapa?" tanya Om Kevin dengan suara datar sambil terus berjalan menggandeng tanganku. "Pasti kamu ingin bertanya kenapa aku bisa disini kan?" tanya dia lagi sambil menghentikan langkah kakinya, matanya yang indah menatapku dengan tajam tapi juga terlihat teduh. Kamu tau apa yang kulihat dari matanya tersebut? matnya menyatakan seakan-akan dia takut kehilanganku.

"Iya, Om Kevin," jawabku sambil membalas tatapan matanya.

"Untung saja aku sempat melacak keberadaan mobilmu, kamu nggak sadar? di lokasi Festival yang ada di aplikasi itu hampir semua komen tentang acara ini terlihat sama. Yang berarti memilii kemungkinan bahwa komentar itu di tulis oleh orang dalam, meski ratingnya terlihat tinggi seharusnya juga harus tetap waspada, Oliv!" jawab Om kevin habis-habisan memarahiku. Tapi apa yang dikatakannya ada benarnya juga. Setelah aku mendapatkan jawabanku, kami berdua melanjutkan menelusuri festival tesebut.

Om Kevin berjalan di sampingku dengan memegang tanganku. Beberapa kali dia mengusap kepalaku dengan lembut ditengah pembicaraan bisnis kami. Kami mampir ke beberapa tempat kuliner. Makanan-makanan yang disediakan disini lumayan enak. Sebelum kami kembali ke tempat awal, Om Kevin mengajakku kesebuah toko yang menjual berbagai macam aksesoris. Dari gelang, kalung, cincin dan lain-lain. 

"Ayok dipilih, ambil semua yang Oliv suka," ujar om kevin sambil lagi-lagi dia mengusap lembut kepalaku. 

"Boleh Om?" tanyaku pada seorang duda yang kini berdiri dihadapanku. Om Kevin mengangguk sambil tersenyum. Kali ini senyum nya sangat berbeda, dia tidak lagi mendekatkan wajahnya ke wajahku hanya untuk menutupi senyum yang manis itu. Tapi perubahan sekecil itu tidak terlalu ku hiraukan. Aku melihat-lihat barang yang ada di toko itu, tapi tidak ada 1 pun barang yang membuatku tertarik.

Aku terus berjalan menyusuri toko itu, tiba-tiba ada satu benda yang membuatku langsung tertarik melihatnya. Benda itu adalah sebuah gelang dari batu kecil berwana hijau toska dan ditengahnya terdapat 3 permata yang tersusun rapi. 

"Om aku mau yang itu!" teriak ku sambil menarik tangan Om Kevin untuk mendekat kebenda itu.

"Berapa harganya? Aku mau dua, apakah ada?" tanya om Kevin dengan ekspresi datarnya. 

"Pas sekali Tuan, barang ini limited edition dan hanya ada 2 disini." jawab penjaga toko itu bersemangat. Om kevin tersenyum tipis, baru kali ini aku melihat Om Kevin mau tersenyum pada orang lain. " Harganya 10 juta Tuan!" ucap penjaga toko tersebut. Aku yang mendengarnya langsung kaget, tapi berbeda dengan om Kevin, dia langsung memberikan Black Card nya tanpa bertanya apapun lagi. 

Om Kevin mengambil gelang yang sudah diberikan penjaga toko. Lalu memakaikan satu gelang ketanganku dan satu gelang lainnya ketangannya sendiri. 

"Om ini kemahalan!" Aku ingin mengembalikan gelang itu, tapi langsung dicegah oleh om Kevin

"Gausah! Lagian kamu suka kan gelangnya?" tanya Om Kevin, aku mengangguk mengiyakan. Setelah membeli gelang, kami berdua kembali ketempat Mamahl berada dan segera pulang ke rumah. Om Kevin ikut dengan kami karena ia tidak membawa mobil.

"Besok Oliv Om jemput ya! Mobilnya Om bawa pulang dulu," ucap Om Kevin lembut. Aku mengangguk, dan kami segera pulang sambil menelusuri jalanan kota yang lumayan indah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status