Aku sampai di rumah jam 10.00. Ku lihat Stella dan Mama sudah menungguku di ruang tamu. Rasa haru sekaligus malu bercampur menjadi satu; haru karena baju yang kupilih untuk mereka terlihat sangat cantik, dan juga malu karena uang yang kugunakan bukanlah uang dari hasil pekerjaan yang baik.
"Bajunya cantik banget ya, Kak!" puji Stella pada baju yang kubelikan. Aku hanya tersenyum menanggapi pujiannya.
"Kakak ganti baju dulu ya, kalian tunggu bentar disini!" ujarku pamit ke kamar pada mereka. Mereka mengangguk dan kembali menunggu di ruang tamu yang sama.
Setelah beberapa menit berlalu, aku kembali dengan pakaian jumpsuit berwarna rose gold serta sepatu heels dengan warna senada.
"Ayo berangkat, nanti waktu kita terbuang sia-sia. Hari ini kita akan mengunjungi banyak tempat yang sangat indah." Aku memegang tangan mereka berdua dan membawa mereka ke arah mobil.
"Ini mobil siapa, sayang?" tanya Mama padaku.
"Mobil ini punya Bos Oliv, Ma. Besok kan Oliv akan kerja di Pusat Kota, jadi dia pinjamkan mobilnya agar Oliv tidak telat," jelasku pada Mama. Mama dan Stella mengangguk bersamaan.
Kami berangkat dan melaju di jalan kota yang lumayan ramai. Kutatap Mama yang duduk di sampingku, ia terlihat sangat bahagia ketika melihat jalanan kota.
"Mama senang?" tanyaku pada wanita paruh baya yang selalu ada untukku itu.
"Iyaaaa, sayang! Mama senang banget. Indah banget ya jalanan kota ini. Terakhir kali Mama pernah jalan-jalan di jalanan kota ini waktu sama..." Kupegang tangan Mama agar dia tidak melanjutkan ucapannya. Mama tampak mengerti dan tersenyum tipis.
"Maafin Mama, Oliv." Tatapan Mamah yang sendu seakan menusuk dadaku.
"Hi, Mom! What are you doing? Aku ngajak kalian jalan-jalan bukan untuk bersedih, tapi agar Mama dan Stella bahagia," ucapku dengan tersenyum pada Mama agar dia tidak lagi mengkhawatirkanku. Setelah berhasil meyakinkan Mama bahwa aku baik-baik saja, ku lihat Stella yang duduk di belakang dari sebuah cermin di depanku sedang tertidur lelap.
"Sayang sekali dia tidak bisa menikmati jalan raya yang indah ini," ucap ku dalam hati sambil menaikkan kedua sudut bibirku.
Setelah tiga jam perjalanan, kini kami sampai di sebuah mall terbesar di kota kelahiranku. Ku bangunkan Stella yang masih nyenyak dengan tidurnya.
"Stella! Stella bangun!" Ku guncang dengan pelan tubuhnya sampai ia terbangun. "Kita sudah sampai!" ujar ku sambil membuka pintu mobil untuk keluar.
Kami bertiga kini berdiri tak jauh dari pintu masuk Mall. Aku yang sering diajak Om Kevin ke Mall, melihat pemandangan ini adalah hal yang biasa. Tapi berbeda dengan Mama dan Stella, mereka berdua tampak sangat kagum dengan gedung besar yang kini berdiri kokoh di hadapan mereka. Ku peringatkan Mama dan Stella untuk bersikap biasa saja agar tidak mempermalukan diri mereka sendiri.
"Mama! Stella! Bersikaplah seperti biasa," pintaku pada mereka. Tapi Mama menatapku dengan ekspresi sedih.
"Oliv malu bawa kita kesini?" tanya Mama menunduk.
"Tidak, Ma! Oliv tidak malu bawa Mama dan Adik kesini. Tapi Oliv takut kalau kalian berdua akan dipermalukan." jawabku dengan nada sedikit tinggi. Kupegang dan kutarik tangan mereka berdua memasuki pintu Mall.
Kami bertiga berjalan menyusuri toko-toko yang ada di dalam Mall. Tapi tidak ada satu pun benda yang membuat mereka tertarik. Sebelum melanjutkan petualangan, kami mampir di sebuah tempat makan khas Korea.
"Selamat Datang di Kuliner Makanan Korea." Pelayan menyambut kami dengan ramah. "Ini menunya, Nyonya! Tulis nama Nyonya di bagian atas sini, dan klik menu yang akan dipesan beserta jumlahnya." Pelayan memberikan tablet yang berisi aplikasi menu pada Mama dan menjelaskan secara detail cara penggunaannya. Mama menatapku dengan tatapan bingung dan sedikit takut. Daripada mempermalukannya, aku langsung berinisiatif mengambil tablet yang ada di tangan Mama.
"Mama saya kurang tahu tentang makanan Korea, jadi saya yang akan memesan makanannya," ucapku sambil tersenyum pada pelayan itu. Setelah beberapa menit memilih akhirnya aku menemukan makanan yang tepat. Yaitu 1 porsi jumbo Tteokbokki, 3 porsi kecil Jjajangmyeon, dan 3 gelas es jeruk.
Setelah mengisi perut sampai kenyang, kami bertiga melanjutkan petualangan menelusuri setiap toko yang ada di Mall. Hingga pada akhirnya Mama berdiri di sebuah toko yang menjual Make Up dan Skin Care. Kulihat wajah Mama yang sedikit pucat karena tidak tertutup oleh riasan yang tipis. Lalu kulihat wajah Stella yang baru kelas 3 SMP sudah memiliki flek dan terlihat kusam meski ditutupi dengan riasan.
"Ayo ke sana!" teriakku bersemangat dengan menarik kedua tangan mereka.
Para pelayan di sana menyambut kami dengan ramah. Mama dan Stella menunggu di kursi tunggu. Sedangkan aku menghampiri beberapa pelayan untuk minta rekomendasi make up dan skin care yang cocok untuk kedua orang yang sangat kusayangi.
"Ada yang bisa kami bantu, Nona?" tanya salah satu pelayan di toko itu.
"Tolong rekomendasikan make up dan skin care yang cocok untuk Mama dan Adik saya," pintaku pada pelayan tersebut. Dia mengangguk dan segera meminta pelayan lainnya untuk mencari bahan yang cocok.
Beberapa menit kemudian, para pelayan datang membawakan banyak barang yang berhubungan dengan masalah kedua orang yang sedang duduk di sampingku.
"Ini Nona beberapa barang yang anda minta," ujar pelayan tersebut. Aku meneliti barang yang kandungannya cocok untuk adikku. Setelah memilih, aku pun membayar barang yang kupilih.
Ketika ingin beranjak pergi dari toko itu, aku melihat wajah Mama yang masih terlihat pucat. Aku pun meminta pelayan di sana untuk membantu memakaikan make up ke wajah Mamaku.
"Hmm... permisi, boleh saya meminta bantuan kalian?" tanyaku pada salah satu pelayan di sana.
"Tentu saja, dengan senang hati." jawabnya.
"Tolong riaskan wajah adik dan Mama saya," pintaku pada pelayan dengan berbisik. Pelayan mengangguk lalu tersenyum padaku.
Aku menunggu Mama dan Adikku di ruang tunggu. Hampir 2 jam aku menunggu mereka selesai dirias, hingga akhirnya mereka keluar dari ruang rias. Aku kaget melihat perubahan pada Mama dan Stella. Mereka berdua menatapku dengan pancaran senyum yang indah.
"Mama dan Stella sangat cantik ya!" ucapku sambil terkekeh kecil sehingga membuat mereka tersipu malu. Kami bertiga melangkah keluar dari toko itu. Ketika kami keluar dari Mall, hari sudah hampir gelap. Padahal rencanaku setelah mengajak mereka berbelanja, aku ingin mengajak mereka ke pantai.
"Setelah ini kita mau kemana, kak?" tanya Stella.
"Tunggu ya, kakak cari-cari dulu," ujarku sambil mengotak-atik ponselku untuk mencari tempat tujuan selanjutnya. Aku menemukan ada acara Festival Malam Sonata yang tempatnya lumayan jauh dari Mall ini.
"Mau kesini?" tanyaku pada Mama dan Stella dengan memperlihatkan tempat yang ada di tab milikku. Mereka mengangguk semangat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju Festival Malam Sonata. Dilihat dari rating acaranya, sepertinya lumayan menyenangkan.
Jika ada kesalah dalam penulisan, Author minta maaf yah ;) Have Fun ketika membaca :D IG : rdhrmy_027
Aku berjalan gelisah di dalam apartemen. Pagi itu terasa sangat berat setelah malam yang penuh ketegangan. Panggilan misterius, ancaman yang belum jelas, dan kenyataan bahwa seseorang mengawasi setiap gerakanku membuat dadaku sesak.Julius masih duduk di sofa dengan ekspresi serius, sedangkan Angel sedang menyeduh kopi di dapur. Aku tahu mereka berusaha tetap tenang, tetapi aku bisa merasakan ketegangan yang menggantung di antara kami."Julius, apakah kamu yakin bahwa ini ada hubungannya dengan Om Kevin? " tanyaku pelan, duduk di seberang Julius, suaraku penuh kegelisahan.Ia menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku tidak tahu dengan pasti, Oliv. Tetapi yang jelas, seseorang ingin membuatmu takut. Mereka ingin kamu menyadari bahwa kamu sedang diawasi," katanya dengan nada yang waspada.Aku meremas jemariku sendiri, mencoba menenangkan diri. "Jadi, apa langkah kita selanjutnya? " tanyaku dengan nada penuh harap.Angel meletakkan tiga cangkir kopi di meja dan duduk di sampingku. "Ji
Di sebuah malam yang gelap di kota New York, Aku sedang duduk sendiri di kamar yang tenangnya sesak oleh kesunyian. Om Kevin, yang biasanya selalu ada di sampingku, tiba-tiba pergi lima hari yang lalu. Aku merasa rindu dan cemas, tetapi ada hal lain yang juga mengganjal hatinya.Setelah terror kotak makanan tadi siang, Aku dan kedua sahabatku saling menguatkan satu sama lain. Julius yang menyadari kejanggalan ini menyimpan banyak pertanyaan di kepalanya. Tentang apa yang terjadi padaku dan ada urusan apa yang dilakukan Om kevin sampai mengabaikan pesan darikuKetika malam semakin larut, Aku mendengar suara lonceng ponselku berdering. Ketegangan menaungi ruangan saat Aku melihat layar ponselku menunjukkan panggilan masuk tanpa nomor pengenal. Perasaan waspada memenuhi pikirannya, tapi penasaran dengan kemungkinan pesan dari Om Kevin membuatku menekan tombol untuk mengangkat panggilan tersebut."Hello," sapaku dengan suara ragu.Namun, jawaban yang diterima hanya suara bising yang tak je
Hari ini tepat lima hari Om Kevin meninggalkan aku bersama dua orang yang semakin hari semakin menyebalkan. Udara pagi New York yang sangat dingin membuatku enggan untuk keluar kamar dan menemui kedua sahabatku. Tapi entah kenapa satu malam ini perasaanku benar-benar tak karuan. Penyebabnya bukan hanya aku rindu Om Kevin, tapi ada hal lain juga yang mengganjal hatiku.*Ting Tong* bell berbunyi, aku yang mendengar bell di tekan hanya diam dan tidak peduli tentang siapa yang menekan tombol tersebut. Aku ingat pesan Om Kevin, tentang jangan membukakan pintu untuk siapapun kecuali untuk dirinya."Oliv! apa kamu memesan makanan Online?" tanya Angel dari balik pintu kamar."Aku tidak memesan makanan apapun, Angel! Stok makanan kita saja masih banyak di dalam kulkas, mana mungkin aku begitu boros untuk memesan makanan Online," jawabku yang berjalan ke arah pintu kamar dan membukakannya untuk Angel.Aku dan angel yang sibuk bertanya-tanya siapa yang memesan makanan Online sama-sama melirik ke
*POV Kevin Pranata Agraha*Empat hari setelah pergi meninggalkan Oliv. Pagi itu bertepatan di kediaman Kevin, sebuah keributan besar terjadi di rumah itu."Tak akan kubiarkan hak asuh Jessi jatuh ke tanganmu!" teriak seorang Pria yang terkenal dengan sifat dinginnya. Ia memeluk erat anak perempuan semata wayangnya itu."Aku mohon, Kevin! Tolong berikan hak asuk Jessi padaku. Aku berjanji padamu akan merawat Jessi dengan sebaik mungkin," ucap wanita yang sudah tidak punya urat malu itu."Plak." Satu pukulan melayang ke pipi yang sudah mengkhianati laki-laki itu."Sadar dengan ucapan mu Grace! Atas dengan alasan apa aku harus memberikan hak asuh Jessi kepadamu? Selama lima tahun aku merawat Jessi sendirian tanpa ada sedikitpun kontribusi dari Ibunya! Sekarang, kamu datang dengan muka busukmu itu untuk meminta hak asuk Jessi? Dimana rasa malumu Grace?" cercah Kevin habis-habisan menghantam Grace dengan kata-kata tajamnya."Aku mohon padamu Kevin, berikan aku satu kali kesempatan untuk mer
"Prankkk!" sebuah barang jatuh dari dapur. "Juliuss!" teriak Angelina bersamaan dengan barang jatuh itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dua orang tamu yang baru datang tadi malam sedang membuat keributan di dapur. Aku yang masih menikmati waktu tidurku ikut terganggu mendengar keributan itu. "Mereka kenapa sih?" tanyaku sambil berusaha membuka mata yang kini terasa berat. Setelah mengumpulkan nyawa, aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku terutama di area mata. "Benar-benar sembab, apa mereka melihatnya?" gumamku dengan perasaan takut. Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan merelaksasikan tubuhku yang mulai kelelahan. Selesai mandi aku memakai beberapa rangkaian perawatan kulit untuk menutrisi kulit dan juga mengurangi sembab yang ada di mataku. Kamar hotel yang aku tempati lumayan luas, aku tinggal di lantai 20 yang bertema VVIP yang hanya berisi enam kamar. Satu kamar sudah memiliki fasilitas lengkap, seperti ruang tamu dengan kursi yang bisa
Setelah di tinggal oleh Om Kevin, aku menghabiskan kesendirianku hanya dengan main game, menonton film, makan-makan dan masih banyak lagi. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Bertanya pada diriku sendiri. Aku kembali duduk di balkon sambil menikmati angin dan matahari sore. Pemandangan yang indah jika dinikmati bersama orang yang menyayangimu. "Sekarang aku benar-benar kesepian," ucapku dengan kembali membuka game buatan Stella. Sebelum login game, seseorang tanpa nama mengirim pesan private kepadaku. "Aku akan balas dendam padamu!" "Tak akan kubiarkan kamu hidup tenang!" "Kamu akan mati di tanganku!" Tulisnya dalam pesan terkunci itu. Aku yang lebih mementingkan kesepianku hanya tersenyum tipis melihat pesan itu. "Mau aku mati di tanganmu atau di tangan orang lain, siapa yang akan peduli tentang kematianku!" gumamku dalam hati sambil meneruskan permainan yang sejak tadi menunggu dimainkan. ***Dua hari kemudian*** *Ting, ting, ting* bel pintu terus berbunyi. Aku yang s