***
Kai menatap adiknya yang tidur pulas. Dia belum bisa tidur sepanjang malam karena memikirkan apa yang direncanakan Sarah untuk bundanya. Dia tidak sangka kalau Sarah yang dia sebut sebagai ibu peri merencanakan niat jahat pada bundanya. Kai menggelengkan kepalanya, dia berjanji akan melindungi Dara. Sebagai anak pria, dia ingin melindungi Dara.
Kai hati-hati menutup pintu kamar Suri, dia beranjak ke kamarnya dan langsung mengambil tab, nomor Adam langsung terhubung.
“Halo, Nak. Ada apa?” wajah Adam tersenyum saat melihat wajah kecil Kai.
“Ayah, apakah Ayah dan bunda akan segera kembali ke Jakarta?” tanya Kai tanpa berbasa-basi.
“Iya, Ayah dan bunda pasti akan kembali ke Jakarta secepatnya. Kami sangat merindukan kalian”
“Apa Ayah dan bunda akan pulang bersama?”
“Hmm... sepertinya Ayah akan pulang duluan karena bunda di sini masih ada hal yang harus dikerjakan.&rd
*** Matahari terbenam di ufuk barat saat Dara, Adam, dan Kana tiba di rumah Riky. Suasana tenang, tetapi tegang, seolah-olah mendahului pertemuan yang penuh kenangan dan penyesalan. Riky membuka pintu dengan senyuman kecil. "Selamat datang." Mereka masuk ke rumah yang penuh kenangan, di mana setiap sudutnya menciptakan jejak-jejak waktu. Riky mempersilakan mereka duduk di ruang tamu yang hangat. Dara memandang sekeliling, mengenang momen-momen pahit yang pernah ada di sini. "Bagaimana keadaan Mama Zea?" tanya Adam dengan nada khawatir. Riky menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Dia tidak ingin bertemu siapa-siapa. Menutup diri sepenuhnya. Kepergian Sarah telah menghancurkannya." Kana menaruh tangannya di pundak Dara, memberikan dukungan yang dibutuhkan. Riky melanjutkan, "Aku menyesal, sangat menyesal. Tidak hanya karena Sarah, tapi juga karena semua yang terjadi pada kalian, Dara, dan kamu, Kana. Aku kehilangan begitu banyak, dan aku menyadari betapa bodohnya aku dulu.
***Rumah sakit itu terasa sunyi, langit yang mendung di luar jendela, dan bau antiseptik yang khas mengisi udara. Adam duduk di kursi seberang tempat tidur Dara, tangannya bergetar ketika ia memegang tangan istrinya yang lemah. Kondisi Dara melemah lagi, ia tahu karena penawar itu tidak sepenuhnya menghilangkan racun di tubuh sang istri."Maafkan suamimu ini, Dara," ucap Adam dengan mata berkaca-kaca. "Mas tidak bisa melindungimu dengan baik."Dara tersenyum lemah, mencoba memberikan kekuatan pada suaminya. "Mas Adam tidak salah. Ini bukan salahmu, Mas."Adam menarik napas dalam-dalam. "Tapi Mas harusnya bisa mencegah semua ini. Mas tidak boleh mengizinkan orang-orang itu menyakitimu.""Sudahlah, sayang," jawab Dara. "Aku tahu Mas mencintai aku, dan itu sudah cukup. Kita akan melalui ini bersama."Adam mengangguk, tetapi tatapannya terus melayang ke wajah pucat Dara. "Mas selalu merindukanmu, Sayang. Setiap detik tanpamu adalah siksaan bagi Mas."Dara tersenyum tipis, "Dan aku merind
***Di tengah gemerlap lampu malam, Sarah dan Shinta duduk di sebuah restoran mewah yang penuh dengan aroma harum masakan lezat. Mereka bersulang, gelas anggur mereka saling bersentuhan sebagai tanda keberhasilan mereka. Sarah tersenyum lebar, dan matanya berkilat ketika dia menceritakan rencananya yang licik kepada Shinta."Shinta, kamu tak akan percaya apa yang terjadi hari ini. Akhirnya, aku berhasil membuat Adam tunduk pada keinginanku," kata Sarah sambil tertawa penuh kepuasan.Shinta memandang Sarah dengan kagum. "Benarkah? Ceritakan semuanya padaku!"Sarah menceritakan dengan penuh detail bagaimana dia meracuni Dara dan membuat Adam tunduk pada permintaannya. Shinta tak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap kecerdasan sahabatnya."Dia tak akan pernah menyangka bahwa penawar itu hanya aku berikan seperempat. Dan dalam tiga hari, Dara akan lemas lagi," ujar Sarah sambil tersenyum misterius.Shinta terkejut namun tak bisa menahan tawanya. "Kamu benar-benar genius, Sarah! Aku t
***Pengumuman Adam tentang perceraiannya dengan Adam telah mengejutkan banyak pihak. Kabar ini membahana di media, membuatnya menjadi sorotan utama. Namun, tidak semua orang bisa memahami kedalaman perasaan dan keputusan sulit yang harus diambil oleh Adam.Ketika Adam tiba di rumahnya, dia disambut dengan tatapan tajam dan hening yang mengancam dari Tiara dan Wijaya, orang tua yang mencintainya. Kedua orang tua itu segera mendatangi Adam dengan langkah yang penuh kekecewaan.“Adam, apa yang kamu lakukan? Bagaimana bisa kamu mengumumkan perceraianmu seperti itu?” tanya Tiara dengan tatapan penuh kecewa.Wijaya Menggeleng. “Kami tidak mendidikmu menjadi orang seperti ini, Adam. Apa yang kamu pikirkan”Adam menarik nafas dalam-dalam. “Maafkan aku, Ma, Pa. Aku tahu ini sulit dipahami, tetapi aku tidak punya pilihan lain.”“Tidak punya pilihan? Apa yang membuatmu sampai pada keputusan ini?” tanya Tiara dengan suara meninggi.“Ini semua untuk Dara, Ma. Sarah, dia... dia memiliki penawar ra
***Di dalam kamar rumah sakit yang hening, Dara terbaring tanpa gerakan, tubuhnya terhubung dengan berbagai alat medis. Suasana kritis yang menyelimuti ruangan membuat Adam merasa semakin tenggelam dalam keputusasaan. Dara tampak semakin rapuh, dan perlahan kehidupannya menggeliat tipis.Adam duduk di samping tempat tidur istrinya, tatapannya kosong, dan napasnya tersengal. Dia tak tega melihat Dara menderita, dan perasaan frustrasinya semakin memuncak. Dokter keluar dari ruangan perawatan dengan wajah sedih, mencoba memberi penjelasan kepada Adam."Bu Dara memerlukan penawar yang sangat langka, Pak Adam. Kita berusaha semaksimal mungkin, tapi sampai saat ini, belum ada perkembangan yang signifikan," ucap dokter dengan suara pelan.Adam menundukkan kepalanya, memejamkan mata sejenak untuk menahan emosinya. "Istriku harus sembuh, dok. Aku tidak bisa kehilangannya."Di tengah keputusasaan, pikiran Adam tertuju pada Sarah, orang yang diketahuinya sebagai dalang di balik segala penderita
***Hari itu, keheningan di rumah sakit dipecah oleh telepon yang tak terduga. Adam mengangkat teleponnya dan mendengarkan berita yang membuat hatinya berdegup kencang. Informasi itu mengguncangnya seperti gempa bumi, menghancurkan kedamaian yang selama ini dia bangun bersama istrinya, Dara."Dara diracun oleh Sarah? Bagaimana ini bisa terjadi?" gumam Adam dengan nada gemuruh, penuh amarah. Apalagi saat tadi a dokter rumah sakit memberitahu keadaan Dara yang masih koma karena keracunan.Adam merasa darahnya mendidih ketika dia menyadari bahwa Dara menjadi korban ulah dua orang yang tidak punya hati dan tega melakukan hal yang keji seperti itu. Dia segera mengambil ponselnya dan memanggil asistennya, David."David, ini Adam. Segera blokir bandara. Ada seseorang yang harus kita tangkap. Namanya Nichole Choi. Lakukan ini secepat mungkin," perintah Adam dengan suara yang penuh urgensi.David yang merasakan seriusnya situasi ini, langsung menjawab, "Baik, Pak Adam. Saya akan segera melakuk