Bagai jatuh tertimpa tangga hidup Gamma Pranadipta dilanda masalah bertubi-tubi. Malam selepas menyaksikan pengkhianatan yang dilakukan Rosa, calon istrinya, Gamma berniat melampiaskan amarahnya dengan menyewa seorang dewi malam. Namun, karena terlalu mabuk ia tak menyadari bahwa bukan dewi malamlah yang ia ajak bersenang-senang melainkan seorang pelayan baru di hotel yang ia sewa bernama Serra. Ironisnya kesalahan malam itu menumbuhkan janin tak bersalah di rahim perempuan tak berdaya. Gamma harus menikahi Serra agar tak merusak citra baiknya sebagai seorang ternama. Sementara pelayan hotel itu terpaksa menerima pinangan Gamma karena tak sanggup membiayai hidupnya. Pernikahan mereka hanya sebatas hitam di atas putih. Lantas bisakah keduanya menjalani pernikahan tanpa cinta itu? Dan bagaimana jika Rossa, mantan kekasih Gamma kembali muncul mengusik rumah tangga mereka? Follow instagram author: @sinarrembulann untuk mengetahui perkembangan novel ini yah🤍
View More"Ahh.... Ayo, Sayang. Ya .... Seperti itu masukkan lidahmu."
Langkah kaki Gamma yang terburu-buru mendadak terhenti. Baru saja ingin meraih gagang pintu kamar yang tak terkunci rapat, tangannya hanya berakhir menggantung di udara ketika suara aneh samar-samar terdengar di telinga.Meski frekuensinya lemah, namun berhasil membuat tubuh lelaki itu menegang.Gamma bukan lagi pria polos yang tak tahu bunyi erotis yang membara dan bergairah. Dia dengan jelas menyadari bahwa itu adalah desahan pasangan yang sedang bercinta.Hari ini adalah hari Sabtu, bukan jadwalnya untuk berkunjung. Namun ada pertemuan mendadak yang harus dihadiri dan Gamma harus mengambil berkas pertemuan tersebut di tempat ini.
Sejak awal, sudah dipastikan bahwa dirinya tak salah kamr. Ini adalah kamar yang ia tuju. Ketika ia datang, pintu apartemen memang terbuka, dan seluruh isi ruangan masih sama seperti sebelumnya, tanpa ada yang berubah sedikitpun.
Seharusnya kamar ini kosong karena pemiliknya sedang berada di luar kota untuk pemotretan. Namun setelah mengetahui bahwa pintu apartemen tidak terkunci, Gamma mengira bahwa kekasihnya sudah kembali. Lalu, mengapa ada suara seperti ini? Dalam hati, Gamma sekali lagi merasa ingin tahu dan meminta penjelasan yang tidak bisa ia jawab sendiri.
"Oh … oh ... astaga ...."Sekali lagi Gamma memejamkan mata, memfokuskan pendengarannya, menangkap gelombang suara lemah yang menggema. Kini terdengar jelas suara perempuan yang lebih dominan, sedang melepas kenikmatan.Tidak salah, telinganya masih berfungsi, Ia yakini itu.Gamma tahu benar, itu suara Rossa—kekasihnya. Air muka pria itu langsung berubah drastis. Rahangnya mengetat bersamaan dengan tangan yang mengepal menampakkan otot-otot dalam jari-jari kekarnya.Tangannya kemudian membuka pintu kamar yang telah terbuka sedikit itu dengan hati-hati, adegan yang terpampang nyata memperjelas bahwa apa yang ia terka sungguh terjadi. Sepasang manusia sedang bergelut di atas ranjang dengan kobaran gairah yang menggelora.Doubleshit, Gamma!Sang tokoh perempuan yang bermain di sana adalah kekasihnya sendiri, Rossa. Sementara laki-laki itu yang berani menyentuh kekasihnya adalah Adam, rekan bisnis yang sering bekerjasama dengannya."Kurang ajar!" desis Gamma tanpa bersuara.Tangan lelaki bernetra hitam pekat itu kembali mengepal lebih kuat. Berani-beraninya mereka mengkhianatinya! Bahkan detik ini, pria itu masih tak percaya jika Kekasih yang ia cintai — memegang komitmennya — telah menyerahkan diri dengan cara menjijikan kepada laki-laki lain.Semurah itu kau, Gamma? Semurah itu kau dipermainkan dibelakang?Decih hinaan telah lolos dari bibir Gamma. Ia tak akan tinggal diam begitu saja. Namun juga tak mau gegabah. Ia akan sedikit bermain dengan sandiwara.Sekarang siapa yang bodoh?Bercinta tapi tak mengunci pintu?Tak tinggal diam, Gamma mengeluarkan ponselnya, membuka sebuah aplikasi kamera lalu merekam kegiatan panas itu selama beberapa saat. Setelah dirasa cukup, ia meninggalkan apartemen itu dengan kemarahan yang membuncah.Lihat saja, ia akan membalasnya nanti!Sembari berjalan menyusuri lorong menuju lift, Gamma menekan-nekan layar ponselnya kemudian mendekatkan benda pipih itu di dekat telinganya."Batalkan meeting malam ini!"***Pelarian yang paling baik adalah minuman yang membuatmu melayang. Begitulah paham yang dianut seorang Gamma Dirgantara Pranadipta. Ia memang tidak sering melakukannya, kecuali sedang suntuk dan banyak pikiran. Begitu keluar dari apartemen Rosa, ia tak berniat membawa mobilnya pulang ke rumah, pria itu justru menginjak pedal gas, membelah jalanan menuju sebuah hotel sekaligus tempat hiburan malam.Tempat bermalam dan pelampiasan.Sebuah botol vodka sudah berada di tangan kanannya. Kemeja yang tadinya rapi telah kusut dengan kancingnya sudah terbuka dibagian atas, rambut yang acak-acakan, dan mata yang sembab akibat air mata yang keluar terlalu banyak. Hatinya patah, batinnya dikecewakan."BAJINGAN KALIAN!" teriak Gamma frustasi setelah meneguk vodka beberapa kali Entah sudah berapa botol, pria itu seakan tak peduli dengan kesehatannya sendiri.Sungguh, malam ini pria itu sangat kacau.Hey! Bagaimana tidak?Beberapa minggu lagi, seharusnya ia sudah mengikatkan janji suci sehidup semati itu dengan wanita pujaannya di depan altar. Namun sebelum hari pernikahannya, ia justru melihat perbuatan menjijikkan calon istrinya sendiri.Per-ni-ka-han.Kata itu bukanlah hal yang main-main baginya. Selama ini, Gamma dan keluarganya sudah mempersiapkan hari bahagia itu dengan sebaik mungkin. Semua rekan kerjanya, kolega bisnisnya sudah ia undang.Namun naas, kini upacara sakral yang telah ia rencanakan dengan indah itu hanya tinggal sebuah angan.Gamma kehilangan kepercayaannya. Perempuan itu menjatuhkan harga dirinya bagai barang bekas pakai di pasar loakan. Namanya Rossa, tapi tak mengartikan kecantikan mawar sedikitpun. Yang bisa Gamma lihat sekarang hanyalah durinya yang setiap detik menusuk siapapun yang mengaguminya.Gamma mengambil napas. Jika itu permainan Rossa. Sekarang ia juga akan membalasnya! Dengan uang yang dimiliki, ia juga bisa bermain di belakang! Mau berapa perempuan? Sepuluh pun ia sanggup membayar semua perempuan itu!Dengan terhuyung-huyung, Gamma berjalan menuju meja di sudut kamar. Kemudan ia meraih benda pipih berwarna hitam itu lalu menghubungi nomor seseorang.[“Ya, Gamma? Kau perlu bantuan?”] tanya seorang wanita di seberang sana. Itu adalah Madam Lily—pemilik Nine Night Club yang cukup besar di kota ini, juga club yang sering Gamma datangi ketika meeting dengan rekan bisnisnya."Aku pesan satu untuk malam ini," ujar pria itu pada intinya.Satu? Satu apa?["Tunggu dulu. Kau mabuk?"]"Aku sadar! Beri aku satu wanita yang terbaik!" Kalimat Gamma barusan bukan terdengar meminta, lebih tepatnya menyuruh.["Apa kau sedang bertengkar dengan Rossa?"] tanya Madam Lily memastikan bahwa Gamma memang dalam keadaan kurang baik. Wanita itu telah mengenalnya bertahun-tahun. Tidak pernah sekalipun Gamma menyewa wanita penghibur."Jangan banyak bertanya, Madam! Aku minta malam ini juga, kirim ke kamar nomor 405!"Helaan napas kasar terdengar dari Madam Lily. ["Baiklah, baiklah, aku akan mengirimnya ke kamarmu dan akan kuhadirkan yang terbaik untukmu malam ini, namanya Laura, tunggulah beberapa saat lagi ia akan sampai."]Sambungan diputus sepihak, Gamma lantas melemparkan ponsel itu ke sembarang arah. Ia meneguk minumannya kembali. Persetan dengan semua agenda yang telah ia siapkan besok! Salah siapa gadis itu—ralat wanita itu— mengkhianatinya mendekati hari pernikahan? Cinta tulusnya dibalas dengan pengkhianatan.Gamma harus bersenang-senang dahulu, sebelum melakukan pembalasan kepada wanita yang sempat menjadi pujaan hatinya itu.Suara pintu diketuk membuat Gamma yang sudah kalap dengan minuman alkoholnya menoleh. Setengah sadar ia membuka pintu dan menyuruh orang itu masuk. Seorang perempuan cantik, berpakaian seragam hotel nampak takut dengan sikap Gamma yang seakan lupa dunia."Permisi, Tuan, saya—" napas wanita itu seakan tersangkut ditenggorokan, bersamaan dengan Gamma yang malah menariknya masuk ke dalam kamarnya. Hampir saja, botol yang dipegangnya lolos dari genggaman tangan."Tak perlu memperkenalkan diri, Sayang, aku sudah tahu namamu," katanya berbisik parau. Dalam pandangannya perempuan yang berdiri itu tidak terlihat sebagai pelayan hotel, melainkan seorang perempuan berpakaian seksi. Karena nyatanya baju yang digunakan perempuan itu tak ada bedanya dengan baju para wanita penghibur.Gamma sudah membara, sementara perempuan itu mendadak pucat pasi."Saya— saya hanya mengantarkan pesananmu, Tuan." Perempuan itu meletakkan sebotol vodka di atas nakas. Berniat mencari celah, perempuan berbadan ramping itu berusaha meloloskan diri, akan tetapi tangan Gamma lebih cepat dari gerakannya.Sejurus kemudian Tangan Gamma bergerak membuka kancing kemejanya sendiri. Sementara perempuan itu berjalan mundur."Lauraa," racaunya lagi seraya mencekal tangan perempuan itu. "Aku sudah menunggumu begitu lama, ayo kita mulai saja." Gamma kini meloloskan kemejanya sendiri. Memperlihatkan otot-otot perutnya yang tiak bisa membuat kaum wanita berpaling."Maaf, Tuan, Anda salah orang, saya Serra bukan Laura!" Perempuan bernama Serra itu meronta dengan seluruh tenaganya, namun tak menghasilkan apa-apa, tenaga Gamma terlalu kuat untuk ia tandingi.Gamma mendecakkan bibirnya. "Persetan dengan namamu, yang aku mau kita bersenang-senang malam ini, Sayang. Dia mengkhianati aku dan aku akan membalaskan sakitku hari ini!""Lepaskan aku!" teriak perempuan itu lagi. Namun cekalan Gamma begitu kuat, pria itu menariknya dan mendorong tubuhnya jatuh di atas ranjang, lalu mengungkung tubuh mungilnya, mengunci pergerakannya. Lelaki itu segera mendaratkan bibirnya dengan rakus, menjamah setiap inci tubuh Serra tanpa permisi tak peduli perempuan di bawahnya sedang meronta ketakutan."Jaga sikapmu, Tuan!" Serra melayangkan sebuah tamparan keras di pipi Gamma. Tapi percuma menampar orang mabuk. Tamparan itu malah terasa seperti belaian.Gamma justru menyeringai, menampilkan senyum smirknya sekilas. Ia terlihat mengerikan di mata perempuan yang mengaku bernama Sera itu. "Sentuh aku, ayo sentuh aku!""Kumohon berhenti! kau salah orang!" Serra terus meminta dengan air yang tak dapat terbendung lagi di wajahnya. Seiring dengan Gamma yang berusaha melebarkan kedua pahanya dengan paksa."Aku sudah membayarmu dengan harga mahal! Puaskan aku!"“Apa yang membuat istriku ini melamun, hm?”Suara bariton itu membuyarkan lamunan Alisha. Bersamaan dengan kedua lengan kekar yang kini membelit tubuh rampignya dari arah belakang. Siapa lagi kalau bukan suaminya? Tentu hanya William, satu-satunya lelaki yang berada di rumah ini. Wanita itu hanya pasrah ketika pria itu menekan tubuhnya dan meletakkan kepala di ceruk leher jenjang miliknya. Bahkan Alisha tidak menolak sama sekali saat William mendekapnya begitu intim. Aroma susu yang menusuk indera penciuman sudah cukup memberikan informasi bahwa suaminya ini baru saja membersihkan diri. Ya, beberapa saat yang lalu mereka baru saja tiba di rumah setelah mengunjungi sang ibu mertua. Lexa masih belum bangun dari tidur siangnya. Membuat sepasang suami istri itu bebas melakukan apapun.“Coba katakan, apa yang sedang kau pikirkan hingga melamun begini? Ada sesuatu yang terjadi padamu?” tanya William lagi sebelum mengecup tengkuk istrinya dengan lembut.“Tidak, Will. Tidak ada yang terjadi
“Setelah sekian lama. Aku pikir, tidak akan pernah betemu lagi denganmu, Alisha.”Serra menolehkan kepala ke arah Alisha yang duduk di sebelahnya. Istri Gamma itu lebih dulu memulai pembicaraan setelah sekian lama saling bertukar geming dengan adik iparnya. Sejak mereka bertemu tadi hanya sebuah senyum yang mereka lemparkan satu sama lain. Lama tak bertemu, membuat mereka bingung apa yang harus diobrolkan selain bertukar sapa dan kabar, mungkin saja demikian.Dua menantu itu sedang menunggu di depan kamar Romana, membiarkan para putra Pranadipta menyelesaikan masalah yang terjadi. Tidak ingin ikut campur terlalu jauh dan memilih menunggu sembari mengamati buah hati mereka bermain kejar-kejaran. Padahal, baru beberapa detik yang lalu Sagara dan Lexa berkenalan, tak sampai hitungan menit mereka sudah dekat bagai tanpa sekat. Bahkan layaknya teman lama yang tak lama berjumpa. “Aku juga sempat berpikir begitu, Serra,” jawab Alisha setelah membuang napas panjang. Selanjutnya menguntai sen
“Siapa juga yang mau menyia-nyiakan wanita secantik istriku ini?”Sahutan dari William membuat tautan tubuh dua kaum hawa itu terlepas. Alisha langsung menyurut air matanya dan menyembunyikan wajahnya. Baru setelah semuanya terasa baik, wanita itu menoleh ke arah sumber suara. William sudah berdiri di ambang pintu bersama dengan Lexa yang sedang memegang sebuah cupcake di tangan kanannya. Entah sejak kapan mereka kembali dari dapur, Alisha hanya berharap William tidak mendengar semua kalimat yang dia ucapkan tadi. Tentu ia akan malu setengah mati.Pria itu lantas melanjutkan langkah kakinya, diikuti dengan Lexa yang sadar sang ayah lebih dulu pergi. Selanjutnya menggeser sebuah kursi yang terletak di samping nakas dan mendaratkan tubuhnya di sana.“Aku tidak akan bertindak bodoh seperti dulu,” sambungnya kemudian.“Kalau dia kembali seperti dulu lagi, laporkan padaku, Lisha! Aku yang akan maju memberinya pelajaran!” sahut Romana yang kini menoleh ke arah sang cucu. “Ah, rupanya dia be
“Hai, Grandma!”Lengkingan suara itu berasal dari Lexa. Gadis itu kegirangan saat mengetahui dirinya akan menjenguk Romana. Sejak dari rumah tak henti-hentinya mengoceh tidak sabar bertemu Grandma-nya Uncle Painter—yang notabene adalah nenek kandungnya sendiri. Saking senangnya, anak itu pula yang memilihkan bingkisan untuk Romana. Dengan langkah kecilnya, Lexa berjalan menuju ranjang Romana, tempat dimana wanita paruh baya itu beristirahat, meninggalkan kedua orang tuanya yang mengekor di belakang. Tak lupa sebuah senyum tulus dari bibir mungilnya terbit lebih dulu. Tidak ada perasaan takut, meski baru pertama kali bertemu. “Hai, Manis!” sapa Romana usai mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Sedikit terkejut dengan kedatangan seorang anak perempuan yang begitu cantik. Namun, begitu menyadari William juga Alisha muncul di ambang pintu, wanita itu tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Sebab pada akhirnya ia diijinkan untuk bertemu dengan cucu yang selama ini tak
Begitu pintu terbuka, pemandangan yang pertama kali dilihat oleh William adalah Romana yang sedang terbaring di atas ranjang. Dengan infuse cairan berwarna kuning yang terpasang di tangan kirinya. Dua matanya terpejam. Kantungnya begitu besar dan tampak menghitam. Entah sudah seberapa sering wanita paruh baya itu tidak mengistirahatkan diri. William hanya mendengar cerita dari Bi Sumi yang mengatakan bahwa Romana sulit tidur hingga harus diberikan obat agar mendapatkan waktu rehat yang cukup selama beberapa hari terakhir. Dokter telah mendiagnosa bahwa hipertensi Romana muncul karena kelelahan dan banyak pikiran. Seolah menyadari seseorang telah datang di kamar pribadinya, Romana perlahan membuka mata. Wanita itu hampir melompat karena terkejut mendapati putra bungsunya sudah berada di hadapan mata. Bahkan sampai terduduk dan hendak menyingkap selimut guna berjalan menyambut William.Sebesar itu rindunya terhadap putranya.“Jangan bangun dulu, Ibu belum sehat, kan,” tegur William ke
Alisha mengamati setiap detail rumah besar yang baru saja ia pijak ini. Setelah mendarat di tanah air, ia dengan keluarga kecilnya itu segera menuju bangunan mewah yang sempat ia tinggali selama beberapa bulan. Rumah pribadi milik William. Rumah yang menyimpan banyak cerita dan kenangan akan mereka. Mulai dari masa-masa perjodohan hingga mereka menikah. Rumah itu pula yang menjadi saksi bisu kisah cinta mereka.Baru berpijak di halaman rumah saja semua peristiwa yang terjadi bertahun-tahun silam langsung terputar. Peristiwa dimana William tidak mau membantunya menurunkan dan membawa koper. Juga peristiwa William membuang bekal makanan yang dibuat Alisha dengan susah payah. Ah, semua itu masih bisa mencubit hatinya.Alisha memang seperti ini. Terlalu melankolis hingga sulit melupakan hal-hal yang pernah terjadi padanya terutama kejadian buruk.“Biarkan saja kopernya, nanti biar aku dan Pak Man yang membawanya ke dalam.” William berkata demikian seraya membopong tubuh mungil putrinya ya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments