Acara pertunangan selesai, para tamu sudah pulang dan pelayan mulai membereskan meja-meja makanan yang sebagian besar tersisa.Di kamar hotel di gedung yang sama, Nila sedang membuka satu persatu hadiah sambil terus mencibir, seolah tak memiliki rasa syukur.“Lihat nih, Mas. Parfum mahal. Tapi gimana, ya, hadiah dari Tante Yuni ini kok cuma beginian? Padahal dia tahu siapa aku,”“Tadi juga, kamu lihat Bu Ratna, kan? Aku tahu banget dia itu nyindir aku pas dia bilang, ‘Semoga rumah tangganya awet, ya, Nila…’ basa basi banget!”
Musik perlahan mereda saat panitia acara tampak memberi isyarat pada MC untuk membiarkan sang CEO melanjutkan kalimatnya lagi. Suasana jadi hening. Bertanya-tanya kenapa Ali masih belum turun dari panggung setelah mengucapkan selamatnya pada Juan dan Nila. “Mohon maaf, sebelum acara ini berlanjut, izinkan saya ingin menyampaikan sesuatu, terutama untuk Pak Juanda, boleh saya minta panggungnya sebentar?” Suara bariton Ali terdengar tenang tapi tegas, cukup memikat perhatian seluruh ruangan. Dari tempatnya berdiri, Ali melihat Juan memberi isyarat untuknya melakukan apa yang sangat CEO mau katakan di sana. “Terima kasih, Pak Juanda,” ucapnya singkat lalu mengedarkan pandangan ke para hadirin. “Saya Al-Ayubi Hasan, CEO dari PT Star Snack—tempat di mana Pak Juanda dan mungkin sebagian besar tamu undangan di sini bekerja. Sekali lagi saya merasa terhormat menjadi tamu di hari bahagia ini.”
Hari pertunangan Juan dan Nila tiba. Setiap tamu undangan sudah pasti ingin berpenampilan cantik untuk menghadiri acara bahagia Juanda Putra, Manajer Pemasaran PT Star Snack Cabang Bandung. Begitu juga Ali yang merasa harus memoles keindahan calon istrinya yang memang sudah indah, untuk nantinya dikenalkan sebagai wanita pilihannya. Tidak tanggung-tanggung, Ali membawa Dahlia ke sebuah salon mewah, tak kurang dari Salon dan butik tempat Nila merias tubuh. Salon kecantikan sekaligus butik itu ada di pusat kota Bandung dengan 3 lantai bangunan. Setelah melewati butik dan perawatan tubuh seperti spa di lantai satu dan dua. Kini Ali dan Dahlia berada di lantai tiga untuk berhias. Ali di ruangan yang sama, nampak tidak tenang saat matanya ingin terus melihat sang wanita pujaan berdandan, tapi Dahlia melarangnya. Jadi ia harus bersabar dengan menikmati kopi dan camilan yang menemaninya menikmati pemandangan kota Bandung di malam hari. Sedangkan Dahlia kini ada di depan cermin besar. D
Dahlia mulai beraktivitas di kantor. Di sana Rudi di dekatnya standby karena ditugaskan Ali membantu apa-apa yang Dahlia butuhkan. Sementara Ali harus berpindah-pindah melakukan sidak di beberapa kantor cabang yang bermasalah, untuk dievaluasi ulang, dan dicari solusi penyelesaian masalahnya.Sedikit info, Akung masih belum tahu kalau cucunya sudah bertemu dan melamar Dahlia secara pribadi. Maksud Ali, nanti saja setelah kondisi Bu Juli lebih membaik dan urusan kantor mulai stabil. Karena, mempersiapkan acara pertunangan bukanlah hal yang sepele.Ali ingin memberikan yang terbaik untuk calon bidadari surganya.Pagi ini, dari balik meja kerja, ada Dahlia yang sedang tersenyum simpul membaca surat elektronik (e-mail) dari kantor pusat.Berisi tentang tugasnya yang bertambah dan juga terlampir beberapa keluhan yang menegurnya. Keluhannya menyebutkan agar Dahlia lebih profesional bekerja hingga tidak menimbulkan opini negatif yang mungkin akan mempengaruhi perusahan.Ia tahu apa maksudnya
Sesuai dengan rencana, Om Endang tiba di Bandung dan kini beliau sudah bertemu dengan istrinya di rumah sakit. Ali segera ke rumah sakit untuk menemui satu-satunya laki-laki yang dianggap Dahlia adalah keluarganya.“Saya tidak tahu Tante Juli sudah menceritakan ini pada Om atau belum. Saya di sini tidak ingin menunda hal baik yang mungkin saja akan terdengar tiba-tiba oleh Om,”“Saya Al Ayyubi Hasan. Saya laki-laki yang ingin melamar Dahlia Sagala, keponakan Om dan Tante untuk menjadi istri saya,”“Tepatnya di sini saya sedang melamar Dahlia untuk saya pinang, Om. Saya mohon restu dari Om juga, karena sebelumnya Tante Juli sudah memberikan restunya untuk saya,”Seperti dirinya yang memang tegas dan tidak ingin berbasa-basi, Ali dengan berani melamar Dahlia pada Pak Endang yang bahkan baru saja sampai di rumah sakit. Setelah perkenalan singkat, Ali segera menyampaikan maksudnya dengan mantap.Setelah mencoba mengatur nafasnya untuk tenang sejenak Pak Endang menoleh pada istrinya yang
Dua malam sudah berlalu dan ini malam ketiga Dahlia masih dengan tulus menemani sang bibi di rumah sakit. Pak Endang baru hari ini dijadwalkan tiba setelah mengurus panti dan keperluannya agar bisa ditinggalkannya dengan tenang untuk bberapa hari selama beliau di Bandung.Terlihat Dahlia berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan perlahan sambil memeluk hangat termos kecil berisi air hangat untuk Bu Juli. Langkahnya terus bertambah tapi pikirannya entah ke mana.Sejak Ali menyatakan perasaannya dengan jelas malam itu, fokus Dahlia kacau dan hatinya tidak tenang.Dahlia urung menerima bahwa ungkapan perasaan tulus Ali membuat hatinya tersentuh. Tapi satu hal yang Dahlia bisa lihat, Ali tidak seperti Juanda, setidaknya dari segi adab.Namun, entah mengapa setiap kali Ali menunjukkan perhatiannya, wajah Juan yang dulu bersumpah akan mencintai dan menjadi penopang hidupnya dalam suka duka, malah muncul menjadi momok. ‘Semua laki-laki sama aja, kan…’ pikirnya. Namun jauh di dalam hati k