“Heh, Heh! Anak cewek kok minumnya berdiri. Duduk dong, Cinta..”
Cinta tak mengindahkan perkataan bundanya. Gadis bernama lengkap Salsabila Cinta itu terus berdiri, mempercepat laju kerongkongannya agar susu yang bundanya siapkan cepat tandas.
Uhuk-uhuk!
Sialnya, karena terlalu terburu-buru ia justru tersedak oleh susu yang tengah ia minum.
“Nah kan! Ngeyel sih kalau dibilangin Bunda!!” Ucap Nirmala sengit meski putrinya sudah mendapatkan azab karena telah mengabaikan ucapannya.
Sang Ayah— Dimas, hanya menggelengkan kepala. Ia sudah sangat terbiasa menyaksikan perdebatan pagi dua srikandinya. Justru kalau tidak ada ribut-ribut seperti ini, ia malah dilanda kekhawatiran akan istri dan anaknya yang mungkin saja diam-diam terserang penyakit mematikan.
“Cinta nggak sarapan ya, Bun. Udah telat nih..”
“Hadeh! Makanya kalau Bunda suruh bangun tuh bangun, Cinta!”
Cinta menyengir, menampilkan sedikit deretan gigi depannya.
Ia juga maunya begitu, tapi mau bagaimana lagi, setiap malam sampai pagi ia selalu memimpikan atasannya yang terlewat hot. Mau bangun kan jadi mager, takut mimpinya terpending sebelum klimaks.
“Udah telat kan? Ya udah sekalian aja. Diem disini! Nasi gorengnya Bunda pindahin ke kotak makan dulu.”
“Ih, Bunda!! Ntar Cinta dimarahin Mas Adnan.”
Nirmala yang mendengar alasan putrinya pun memutar bola mata.
“Kata Maminya, Adnan udah pasrah sama kamu. Nggak masuk juga nggak apa-apa katanya!” lontar Nirmala membuat mata putrinya membola.
“Guyon ya? Mas Adnan nggak pernah bilang gitu tuh ke Cinta.”
“Yeee, nggak percaya! Adnan kalau nggak ngeliat Bunda, karyawan kayak kamu mah udah dipecat dari ngelamar.”
‘Anying!’ umpat Cinta dalam hati.
Gadis itu tak mampu menyahuti kalimat bundanya. Ia cukup sadar diri. Jikalau memasang perlawanan pun, hati kecilnya pasti akan merasa tertikam saking benarnya kata-kata sang bunda.
“Bun, Bun, makin telat itu si Cinta. Cepet dipindah gih nasgornya. Anak Ayah dipecat juga nggak apa-apa kok. Dia kan bisa bantuin Ayah di showroom.”
“Ngapain? Ngitungin sekrup ban mobil?” sarkas Nirmala membuat Cinta menjerit karena sang bunda meremehkan kemampuannya.
“Yah, kapan sih mau tuker-tambah Bundanya? Nyari istri baru kek, yang speknya sayang banget ke Cinta.”
“Eh, anak durhaka maneh! Bunda coret juga ya kamu dari Kartu Keluarga.”
Cinta menjulurkan lidahnya. Ia berlari tanpa menunggu nasi goreng yang katanya hendak dipindahkan ke kotak bekal.
“Pak Dadaaaaaaang, Pak!! Cinta udah siap nih, berangkat hayuk!!” teriak Cinta, memanggil-manggil supir pribadi yang bundanya sediakan untuknya.
Walau terkesan seperti ibu tiri, bundanya sangatlah perhatian. Beralaskan tidak ingin ganti rugi kalau-kalau dirinya berulah di jalanan, perempuan itu pun merekrut supir untuk mengantar jemput dirinya.
Aih, itu mah pelit kan ya?!
It’s okay, emak-emak emang perhitungan kalau sama anak. Cinta yang solehot ini memahami prinsip yang agung itu kok.
“Pak Dadang in here, Neng Cinta! Siap ngepot-ngepot membelah kemacetan pokoknya mah!” Hormat Pak Dadang, menghadap anak majikannya.
“Cakep!! Yuk kita came on, Pak! yang nggak mau minggir, tabrak aja udah!”
“Ashiaaap!!”
Setidaknya memerlukan waktu tiga puluh menit untuk sampai di kantor tempatnya bekerja. Disaat gadis itu baru tiba, atasan yang tak lain merupakan anak dari sahabat bundanya terlihat berada dibalik meja kerjanya.
“Ya Ampun, Mas Adnan! Mas Adnan ngapain dimeja Cinta? Pasti lagi nyari informasi tentang Cinta ya?”
Sang atasan yang mengetahui sekretarisnya telah tiba pun menegakkan punggung. Ia mengangkat telapak tangannya dari atas mouse. “Mas lagi lihat jadwal hari ini, Cinta. Semalam kamu nggak ada kirim ke emailnya Mas.”
“Ehehehe, salah toh.. Maaf Mas, Cinta lupa. Keseruan nonton drakor sih abisnya..” cengir Cinta, tak berdosa.
“Udah Mas duga. Tolong ya, Cin. Tadi Mas liat ada meeting di luar sama pihak Joyo Diguna.”
“Sip, Sip! Tapi Cinta belom sarapan, Mas. Boleh nggak dipesenin apa gitu buat sarapan?”
Mulut Adnan sempat terbuka beberapa detik, tapi pria itu segera menutupnya kembali setelah beristigfar didalam hati.
“Oke, Mas pesenin bubur ayam ya..”
“Uluh, baik banget bosnya Cinta. Jadi betah deh kerja disini..”
Baru saja Adnan meninggalkan meja kerja sekretarisnya, si sekretaris berteriak kencang sekali sampai menembus ruang kerjanya yang terhalang oleh pintu.
“Kenapa, Kenapa?” tanya Adnan panik.
“Mas, pagi ini kita harus ketemu sama pihak Jayapura. Aaaakkk, gimana nih? Mereka pasti udah nunggu lama!”
“God!” hela Adnan, mengelus dadanya.
Salahnya juga yang tak menghubungi Cinta untuk memastikan jadwalnya. Semalam setelah sekian lama tak dapat berquality time dengan kekasihnya, ia akhirnya dapat bertemu dan menghabiskan waktu disela-sela break shooting sang kekasih.
“Tenang, Cin. Nggak apa-apa. Mereka pasti maklum.”— kan nggak sekali dua kali— lanjut Adnan membatin.
Jayapura sendiri tidak mungkin membatalkan kerjasama mereka. Meski kerap membuat menunggu, perusahaan itu masih membutuhkan dukungan mereka untuk menstabilkan perusahaannya.
“Ya ayo, Mas! Kok malah diem aja! Time is money loh, Mas!”
Salsabila Cinta, sebenarnya yang bos disini itu siapa?
Sabar Adnan.. Kalau marahin Cinta, Mami yang bakalan marah-marah..
“O-iya loh. Mirip.” Samuel tak hentinya memandangi album foto berisikan potret bayi mungil yang tak lain adalah menantu perempuannya. Ia lalu menggeser pandangan, memindai kembali rupa cucu hasil pernikahan putranya dengan wanita itu. “Nggak ada bedanya sama sekali. Plek-ketiplek kayak yang Cinta bilang.” Plak! Gemas dengan keheranan suaminya, Diah pun melayangkan pukulan pada pundak pria paruh baya itu. “Apa sih, Pi? Masa baru percaya sekarang. Kita loh punya fotonya Cinta dari segala usia.” Tutur ibu kandung Adnan itu, memarahi Samuel yang baru bisa mempercayai penuturan mereka. Sudah dibilang Amora itu cetakannya Cinta. Tidak ada satupun bagian dari Cinta yang terlewat dalam proses terbentuknya rupa cucunya. “ini kali ya, yang dibilang kita punya 7 kembaran.” Diah melengos sedangkan Dimas, besannya— pria itu mengedikkan bahu. ‘Suka-Suka lo aja-lah, Sam.’ lontar Dimas, membatin. “Ckckckck! Niar banget loh sampe bawain foto bayi aku. Orang tuh nengok lahiran bawa makanan
Amora Anindya Wiyoko— nama itu Adnan ciptakan dengan mengingat sang istri dalam setiap pertimbangannya. Amora, suku pertama ini Adnan ambil dari kata amor yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, akan merujuk pada nama wanita yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan putrinya. Sedangkan untuk Anindya, Adnan mengambilnya dari bahasa Sansekerta yang berartikan cantik. Paras ayu Cinta pasti akan menurun pada sang putri. Adnan berharap putrinya kelak dapat tumbuh rupawan seperti halnya istri yang ia kasihi. “Astaga.. Cinta banget mukanya. Padahal anak cewek loh.” Dan, yah! Harapan Adnan terkabul. Gen istrinya bekerja lebih banyak, membuat Adnan kini mempunyai miniatur wanita yang sangat dirinya cintai. “Bangun-bangun pingsan ini anaknya.” Mendengar celotehan ibu mertuanya, Adnan pun tak dapat menahan kekehannya. Semoga saja istrinya tidak berulah setelah sadar. “Aneh banget ya? Anak cewek loh. Kok malah lebih mirip mamanya daripada papanya.” Ucap Dimas, ikut heran sama se
“Simon gimana, Mas? Ada bales?” Adnan menggenggam erat telapak tangan Cinta. “Sayang.. Nggak usah mikirin Simon dulu ya.” Ia lalu meminta agar sang istri fokus pada persalinannya saja. Bagaimanapun juga, ketidakhadiran istrinya dalam pernikahan pria itu berada diluar kendali manusia. Absennya Cinta disebabkan oleh perihal yang tidak dapat diganggu gugat oleh seorang makhluk. Sungguh, ini benar-benar diluar kuasa mereka. “Iya, Cin. Bunda juga udah minta maaf ke maminya Simon. Kamu tenang aja. Simon pasti ngerti.” Ucap Nirmala, membelai kepala putrinya. Dini hari menjelang subuh, sahabatnya menelepon, mengabarkan jika Cinta mengalami kontraksi hebat. Setelah dilarikan ke rumah sakit ibu dan anak di daerah Kemang, dalam perjalanannya menyusul sang putri, ia mendapatkan kabar bila Cinta sudah mengalami pecah ketuban. Saat itulah, ditengah kepanikannya, ia menghubungi mami Simon. “Sakit, Mas.” “Sabar ya, Sayang. Kamu.. Kamu mau operasi aja?” tanya Adnan, semakin tak tega melihat sang i
“Bun, shopping yuk.” Ajak Cinta, tiba-tiba.Mendengar itu, Nirmala pun menghentikan aktivitas menyulam yang sedang ia kerjakan. Ia menatap sang putri, lalu bertanya, “mau belanja apa?” Saat putri dan menantunya berkunjung bersama suaminya, ibunda Cinta itu tengah mengisi waktu luangnya dengan menciptakan sebuah karya yang nantinya akan ia jadikan sebagai hadiah kelahiran cucu pertamanya.“Emang kalau shopping harus udah ada yang mau dibeli dulu ya?”“Ya, iya dong. Kocak ini anak. Kalau nggak ada yang mau dibeli, ngapain kamu ngajakin Bunda belanja?”“Astaga, Bun. Konsep dari mana itu? Nggak mesti ya! yang penting pergi aja dulu. Ntar juga pasti ada yang pengen dibeli.”Nirmala pun berdecak dan decakkannya itu membuat Cinta kembali berkata-kata.“Please, Bun. Jangan pelit-pelit banget sama diri sendiri. Suami Bunda loh banyak duit. Matanya dimanjain. Kalau nemu barang bagus, bungkus. Shopping diluar kebutuhan nggak akan bikin Bunda miskin kok.”Nirmala menggelengkan kepala, tak habis p
Keributan yang disebabkan oleh Cinta di dalam showroom milik sang ayah dapat teratasi dengan cepat setelah Dimas mendatangkan relasinya bersama datangnya satu unit motor bebek keluaran terbaru ke hadapan si ibu hamil. “Kalau ini dijamin Ibunya bisa naikin.” Seloroh Dimas, menepuk bagian kepala motor yang didatangkannya.Tahu bahwa ayahnya kesal, Cinta pun meringis. “Hehe..” Ia menunjukkan deretan gigi putihnya. Memasang ekspresi bersalah yang dibalut dengan cengiran manisnya. Ia kan hanya ingin berbuat baik. Berhubung ayahnya mempunyai bisnis jual-beli kendaraan, situasi itu hendak ia manfaatkan agar dirinya tak perlu keluar uang.“Moge yang tadi keren loh padahal. Ibu beneran nggak mau?” tanya Cinta untuk memastikan apakah si ibu benar-benar tidak berminat dengan motor yang ia pilihkan.Sedikit ngeyel nggak ngaruh kan? Toh keluarga ayahnya tidak akan jatuh miskin hanya karena menghibahkan sebuah motor.“Nggak, Non. Bahaya. Selain saya nggak bisa naikinnya, di lingkungan saya pasti r
Kata siapa menjadi istri pria kaya akan menghindarkan kita dari berbagai masalah? Siapa yang bilang, hah?!Sebagai istri pria keyong-reyong yang nantinya akan mewarisi kerajaan bisnis papi mertuanya, Cinta dengan sungguh menolak keras statement menyesatkan kaum materialistis itu.Para wanita yang memiliki pemikiran sesempit itu, Cinta yakin mereka hanya hidup di dalam angan-angan indah belaka. Mereka jelas merupakan kaum-kaum pengkhayal yang tak melibatkan unsur kelogisan ke dalam cara berpikirnya.Mana ada kaya sama dengan bebas masalah. Tidak seperti itu, Suketi! Karena yang namanya masalah pasti tidak memandang kasta. Akan tiba masanya dia datang tanpa membawa surat undangan. Seperti sekarang contohnya.“Hiks, itu orangnya mati nggak, Pak?” Cinta bertanya dengan tangis sesenggukannya.Secara tidak sengaja ia terlibat dengan kecelakaan ketika hendak menyusul Adnan. Sejak meninggalkan kediaman orang tua suaminya, ia tidak pernah menyusun planning untuk menabrak pengendara lain di jal