Share

Hana bodoh!

last update Last Updated: 2022-09-05 18:33:35

 

 

 

FLASHBACK ON ...

***

 

"Ar ... ada masalah penting. Bisa kita ngobrol berdua?" 

 

Mbak Risa datang saat aku dan Mas Ari berseteru. Suamiku menghentikan amarahnya begitu melihat istri kakaknya itu mendekat dengan raut wajah yang tak bisa kujelaskan. Semacam takut ... cemas ... berkali-kali dia mengecek ponsel di genggaman.

 

"Kita ngobrol di depan," pinta Mas Ari. 

 

Mbak Risa mengangguk. Dia berjalan lebih dulu menuju teras sementara Mas Ari mewanti-wanti agar aku tidak menguping pembicaraan mereka.

 

"Pergi ke dapur, buatkan Mbak Risa minum. Awas kalau kamu nguping! Kupotong telingamu!" ancam Mas Ari.

 

Aku bangkit. Tanpa banyak bicara lagi berpura-pura melengang menuju dapur. Dengan cekatan aku membuat minuman untuk mereka berdua. 

 

Bodoh?

 

Memang! Aku memang bodoh karena tidak bisa berbuat apa-apa melihat Mas Ari dan Mbak Risa terlibat obrolan serius. Mulut mereka sama-sama terkunci saat aku datang menyuguhkan minuman dingin di atas meja.

 

"Tunggu apa lagi, sana pergi!" Mbak Risa berbisik dan mengibaskan tangannya di udara seolah aku adalah pembantu di rumah ini.

 

Kutatap tajam matanya yang nampak sedikit berair. Tapi sayang, Mas Ari gegas menarik tanganku kasar dan mendorong tubuhku untuk masuk ke dalam rumah.

 

"Pergi ke kamar! Jangan ikut campur urusan orang lain!"

 

"Mas! Aku ini istrimu. Aku juga berhak tau apa yang sedang kalian bicarakan."

 

"Aku tidak ingin berdebat, Hana! Pergi!" teriaknya lantang.

 

Aku melangkah dan bersembunyi di balik tembok penyekat antara ruang tamu dan ruang keluarga. Kuintip dari balik gorden, Mas Ari sudah tidak terlihat. Mungkin dia kembali ke teras menemui Mbak Risa. Aku mengendap-endap mendekati pintu dan bersembunyi di baliknya.

 

"Mas Adrian mau pulang, Ar, hari Minggu besok," lirih Mbak Risa.

 

"Terus masalahnya dimana, Mbak? Ya wajar dong dia pulang kan istri dan ibunya di rumah."

 

"Kok kamu ngomongnya gitu sih! Emang nggak cemburu sama kakakmu kalau dia pulang?"

 

Deg!

 

Hatiku nyeri. Tapi yang kubisa hanya menahan tangis.

 

"Mau gimana lagi, Mbak? Kamu mau aku dan Mas Adrian gelut gitu?"

 

"Bukannya gitu, Ar. Tapi kalau dia minta jatah ...."

 

Suara Mbak Risa mengambang di udara. Kuintip dari balik gorden, Mar Ari menarik tangan Mbak Risa dan hendak membawanya masuk ke dalam rumah. Aku berlari dan bersembunyi di balik tembok dapur. 

 

Hatiku hancur ... remuk, saat kulihat dengan kedua mataku sendiri kebejatan mereka. Mas Ari mendesak tubuh Mbak Risa ke tembok dan dia mulai menciumnya dengan beringas.

 

Kuremas baju yang melekat di dada. Hari ini ... rasa cintaku pada Mas Ari benar-benar hilang. Ternyata apa yang dia katakan tadi tidak sepenuhnya bohong. Mas Ari menikahiku hanya karena ingin menutupi hubungannya dengan Mbak Risa.

 

"Jangan bicara jatah di depanku. Aku tidak yakin bisa mengendalikan diri. Mengerti?!"

 

Mbak Risa mengangguk dan menenggelamkan wajahnya di dada suamiku. Kakiku seketika lemas. Aku ambruk di lantai dapur dengan menahan nyeri di hati sementara air mata tidak henti-hentinya mengalir deras.

 

Kuabaikan rasa takut. Aku berjalan menghampiri mereka dan menampar pipi Mbak Risa saat itu juga.

 

"Wanita murahan!" desisku marah. Bisa-bisanya dia bermain api dengan suamiku, adik suaminya sendiri.

 

"Apa-apaan kamu, Han?" bentak Mas Ari.

 

"Apa-apaan kamu bilang, Mas? Kalian berciuman ganas di rumahku dan kamu bilang apa-apaan, hah?!"

 

Plak ...!!!

 

Mas Ari balik menamparku hingga ujung bibir kurasakan sedikit asin. Kuusap dengan ibu jari dan benar saja, ada darah yang menjejak di sana.

 

Kutatap dua manusia laknat itu bergantian. Aku berlari menuju rumah Ibu. Dia harus tau kelakuan anak dan menantu kesayangannya.

 

Tatapan para tetangga padaku tidak lagi kupedulikan. Bahkan air mata yang sejak tadi mengalir juga kuabaikan.

 

Jdor ...!!!

Jdor ...!!!

Jdor ...!!!

 

"Bu, buka pintunya!" Aku berteriak seperti orang kesetanan. 

 

Kulihat Mas Ari dan Mbak Risa berlari mengejarku hingga di depan rumah Ibu. Mata tetangga mengawasi membuat Mas Ari tidak leluasa memarahiku. 

 

Bagus, dengan begini aku bisa mengadukan mereka pada ibu.

 

"Bisa lebih sopan kalau datang? Wanita kampung sepertimu memang tidak tau malu! Datang ke rumah mertua nggak punya sopan santun," cibir Ibu membuat seringai tipis di bibir Mbak Risa.

 

Kukesampingkan sakitnya hinaan Ibu. Yang terpenting, wanita tua ini harus tau kelakuan mereka.

 

"Jangan menghinaku jika ternyata anak dan menantu kesayangan Ibu lebih tidak tau malu lagi, bisa-bisanya mereka berciuman di rumahku, apa mereka berdua sudah gila?!" ujarku lantang.

 

Ketiga orang di depanku membulatkan matanya.

 

Plak ....!!!

Plak ....!!!

 

 

Bersambung

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Budiarti -
astagfirullah alazim
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   TAMAT

    ***"Assalamualaikum, Ma?""Waalaikumsalam, Sayang. Apa kabar?" tanya Bu Wira ramah. "Emak sama Bapak sehat, Hana?""Alhamdulillah. Kami semua sehat, Ma, kabar Mama sendiri bagaimana?""Sehat, Nak. Selalu sehat. Tumben telepon Mama, mau kasih kejutan ya?"Hana menggigit bibirnya gusar. "Ma ....""Ya, katakan, Nak!""Dua minggu lagi aku menikah ... dengan Pak Bima," ucap Hana hati-hati. "Mohon doa restunya.""Alhamdulillah ... serius secepat ini, Hana? Masya Allah, Mama bahagia, Nak! Semoga acara kalian berjalan lancar, kabari Mama dimana acara kalian berlangsung nanti.""Mama okey?""Tentu, Hana. Mama okey, apa yang kamu pikirkan, hah?"Hana menghela napas panjang. Beban yang berada di pundaknya hilang sudah. Rasa bersalah dan tidak tau diri yang dia rasakan selama ini menguap begitu saja saat semua keluarga Kenan memberikan restunya."Terima kasih, Ma. Terima kasih banyak." Hana menangis. Terbayang bagaimana wajah sedih Bu Wira di seberang sana. "Jangan pernah lagi merasa bersalah y

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Menikah?

    ***"Pa ....""Sudah kubilang jangan panggil aku, Pa! Menjijikkan!" hardik Pak Agung. "Mang, bawa mereka berdua keluar, dan jangan pernah biarkan dua wanita mengerikan ini masuk ke dalam rumahku!"Mamang menyeret tangan Melinda dan Nasya secara kasar dan mendorongnya keduanya agar keluar dari dalam rumah dengan sedikit menghempas."Bikin kerjaan aja! Sana pulang!" hardik Mamang. "Gak tau diri banget!"Nasya berkacak pinggang, dadanya membusung dan berteriak lantang. "Kurang aja sekali kamu, hah? Dasar satpam miskin!"Mamang tertawa sumbang. Semakin bersyukur karena Bima tidak jadi menikah dengan wanita seperti Nasya. "Benar kata Pak Agung. Menjijikkan!"Nasya dan Melinda di usir secara tidak hormat. Mang Dadang segera menutup pintu pagar dan meludah tepat di depan Mel dan Nasya untuk melampiaskan rasa kesalnya."Sana pergi! Gak punya malu!"Mel menghentak-hentakkan kakinya sementara Nasya menatap rumah Bima dengan bergumam. "Semua gara-gara Satria, Brengsek! Harusnya aku jadi Nyonya B

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Siapa Nasya?

    ***"Ternyata benar kata Melinda kalau sekretaris baru kamu itu memang gatel!"Bima berdiri. Napasnya memburu melihat Nasya tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi. "Satpam!" teriak Bima lantang. Mang Dadang berlari tergesa-gesa dan memasuki ruang tamu dengan tatapan bingung. "Loh, Mbak Nasya kok bisa masuk?" "Mamang bagaimana sih, daritadi kemana saja?""Ada Mbak Melinda di depan, dia ngajakin ngobrol, Mas. Saya gak tau kalau ada penyusup ....""Bim, tenang! Duduk!" Pak Agung bangkit. Dia berjalan mendekati Bima dan Nasya yang nampak bersitegang."Silahkan duduk, Nasya," kata Pak Agung formal. Hana dan kedua orang tuanya canggung. Wanita cantik itu merasa jika Nasya adalah orang penting di hidup Bima sebelumnya. Suasana sedang tidak baik-baik saja apalagi wanita di depannya itu sempat menyebut nama Melinda. Tentu saja sekretaris gatal yang dimaksud adalah dirinya. Hana."Kenapa datang-datang marah-marah di rumah kami, Nasya? Ada keperluan apa?""Pa ....""Maaf, saya bukan P

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Kedatangan Masa Lalu

    ***"Sudah siap?"Hana dan Emak mengangguk berbarengan. "Sudah, Bapak masih di dalam, ganti baju sebentar," sahut Hana malu-malu. Pasalnya Bima sejak tadi tidak membuang pandangan darinya. Bahkan sesekali pria itu tersenyum sambil menatap Hana yang tersipu."Make up-nya terlalu menor ya?"Bima menggeleng. "Sudah pas. Malah makin cantik," puji Bima tulus. "Meskipun tanpa make up juga cantik, tapi kalau begini semakin cantik," imbuhnya.Emak tersenyum simpul. Dia mengusap lengan Hana dan berkata. "Jangan gugup! Kalau mau makan malam sama keluarga pacar memang begini.""Emak apa-apaan sih, pacar ... pacar ... udah tua ini kita," gerutu Hana malu. "Emak lupa kalau aku ini janda, sudah pernah gagal menikah pula.""Itu tidak penting, Hana," sahut Bima menimpali. "Janda, perawan, singel, itu tidak penting. Yang semua orang cari dalam sebuah hubungan adalah kenyamanan dan keterbukaan pada pasangan.""Jangan merasa rendah karena status janda, tidak semua status itu menyandang hal buruk." Emak

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Salting

    ***"Kenapa buru-buru ngajakin balik, Han?" tanya Emak ketika mobil mereka mulai keluar dari pelataran rumah sakit. "Emak sama Bapak sudah bersiap bawa baju ganti. Eh, gak jadi menginap. Kenapa?""Canggung, Mak," jawab Hana lirih. "Lagian gak enak sama Pak Bima. Sudah diantarkan gratis, masa dia balik sendiri. Kasihan.""Perhatian sekali," puji Bima sambil tersenyum manis. "Terima kasih sudah memikirkan aku."Hana melengos. Bima selalu saja bisa membuat jantungnya berdebar hebat. "Saya hanya merasa tidak tau diri kalau membiarkan Pak Bima pulang sendirian. Setidaknya kalau pulang sama-sama kan saya jadi gak sungkan-sungkan amat."Emak dan Bapak manggut-manggut paham. "Ya sudah, setidaknya tadi sudah menjenguk. Bagaimana baiknya menurut kamu saja, Emak dan Bapak ngikut."Suasana di dalam mobil mulai hening. Emak dan Bapak tertidur sementara Hana bermain-main dengan ponselnya. "Besok makan malam bersama Papa, kamu siap, Han?"Hana meletakkan ponsel ke dalam tas. Dia menoleh sejenak la

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Titik terang

    ***"Mama habis nangis?" Hana duduk di samping Bu Wira dan bergelayut manja di lengan wanita yang dulu adalah pemilik pemasok sayuran terbesar. Siapa sangka, pertolongan Bu Wira kala itu adalah jalan bertemunya Hana dan Kenan. "Kenapa?"Bu Wira menggeleng. Dia membalas pelukan Hana dari samping dan berbisik. "Dia suka sama kamu ya?"Pipi Hana bersemu. Air muka wanita itu sudah menjelaskan bagaimana perasaannya di depan Bu Wira. Ada sedikit nyeri, namun Bu Wira lagi-lagi berusaha menguasai diri. Kenan dan Hana memang bukan jodoh. Hana berhak melanjutkan hidupnya sementara Kenan berhak melihat kebahagiaan Hana di alam sana. "Kalau Mama lihat, sepertinya lebih dari suka. Sikapnya seperti Kenan."Hana menoleh dengan cepat. "Mama juga merasakan itu?"Bu Wira mengangguk membenarkan. "Caranya mencuri hati kamu persis seperti cara Kenan waktu itu. Iya kan?"Hana bergeming. Lagi-lagi kesedihan merajai hatinya. "Tapi perasaan ini belum tumbuh, Ma. Aku ....""Tidak perlu terburu-buru, Hana. Mam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status