Share

Kejutan

Degh. 

Dzakira meminta uang empat puluh juta yang aku janjikan. Bagaimana ini? Aku sama sekali tidak bisa membayarnya. Untuk makan saja pastinya aku sangat tak mampu karena sekarang aku bukan lagi suami Amira. Untuk membayar hutang kepadanya, rasanya aku tidak mampu.

''Nanti ya, Sayang, aku janji akan membayarnya, kamu tenang saja,'' ungkapku sembari tersenyum.

 

''Kapan mau membayarnya? Aku tidak mau sampai kamu berlama-lama menunggu tak membayarnya. Apa jangan-jangan kamu diusir lagi oleh Amira?'' sangka Dzakira membuat dadaku berdebar. 

 

''Aku sama sekali tidak diusir oleh Amira, kebetulan tadi sesaat aku pulang ke rumah Amira meminta aku untuk menjaga rumah karena ia dan kedua orang tuanya akan berangkat ke luar negeri menjalankan bisnis. Daripada aku hanya berdiam diri di rumah lebih baik aku tinggal bersama kamu saja di apartemen, boleh 'kan? Dan untuk uang empat puluh juta, kamu tenang saja Dzakira aku pasti akan segera menggantinya. Kamu tidak usah khawatir, kapan juga aku berbohong kepadamu,'' jelasku berkata, untuk kali ini aku terpaksa berbohong kepadanya. Jika tidak, Dzakira tidak akan percaya dengan ucapanku.

 

''Oke, aku percaya kamu. Tapi awas saja jika kamu berbohong, aku tidak mau lagi bersama kamu,'' ucapnya mengancam. 

 

''Iya, Sayang.'' Aku tersenyum, lalu memegang pergelangan tangannya.

 

Dzakira kembali fokus menyetir, nampaknya ia percaya dengan ucapanku. Walaupun pastinya dari hati kecil ia terpaksa mempercayai tapi aku yakin, Dzakira masih memiliki hati tak mau melihatku sengsera. Namun, entah kenapa aku merasa kesal dengan ucapannya barusan, Dzakira mengungkapan perjanjian yang sebelumnya sudah kami sepakati, hatiku merasa tak tenang, jika ia mengetahui bahwa aku sudah tak lagi memiliki harta berlimpah, ia pasti akan mengusir dan tak mau lagi berhubungan denganku.

 

Aku menghela nafas dan melupakan fikiran yang sedang terlintas di benak. Aku tak mau kekhawatiranku malah menjadi nyata. 

 

Tanpa terasa, pada akhirnya mobil yang dikendarai oleh Dzakira telah tiba dan sudah mendarat di halaman apartemen. Dengan perlahan, wanita yang tengah duduk di sampingku memarkirkan mobilnya, setelah itu ia keluar begitu pun denganku.

 

Kami berdua langsung melangkah, Dzakira memeluk lenganku seakan-akan kami adalah pasangan halal yang barusaja menikah. Dia melempar senyum kepada siapapun yang lewat dihadapan kami. Perlahan, kami menaiki lift dan menekan nomer di angka 50. Betul saja, ternyata apartemen Dzakira ada di paling atas. Ini untuk pertama kalinya aku datang ke tempat tinggalnya saat ini.

 

Sesaat sampai, Dzakira langsung mendekatkan kartu ke arah pintu. Lalu tak lama kemudian, pintu pun terbuka. Benar-benar canggih, hanya dengan kartu, pintu bisa terbuka secara otomatis. Kami berdua pun langsung masuk. Suasana kamar terlihat mewah, udara dingin menyerap ke setiap penjuru ruangan. Dengan cepat, aku duduk di ranjang tempat tidurnya dan merebahkan tubuhku di sana. 

 

''Sayang, sekarang kita lakukan lagi yuk, tadi 'kan kita belum sampai tuntas, apakah kamu mau?'' tanya Dzakira menggoda. Dia duduk bersebelahan denganku.

 

[Ini perempuan kok gatel ya, gampang sekali gairah. Padahal kedatanganku ke sini hanya untuk beristirahat dan tinggal bersamanya. Belum juga beristirahat sudah diganggu.] Aku menggerutu kesal di dalam hati melihat aksi ganas Dzakira.

 

''Nanti malam saja ya, aku capek sekarang. Pengen istirahat.'' Aku menolak secara halus. Dzakira terlihat memendam kekesalan.

 

''Ah, kamu aneh. Ya sudah, jika mau beristirahat boleh saja. Kalau begitu, aku mau shopping untuk membeli perlengkapan aksesorisku dan pengen beli pakaian baru. Sekarang aku minta dua puluh juta,'' ucapnya tersenyum sembari meminta mengulurkan tangan. Aku heran sekali dengannya, Dzakira sangat matrealistis sekali. Bisa-bisanya aku memiliki wanita seperti dirinya.

 

''Kamu ini kenapa sih hobi shopping terus padahal pakaian sama tasmu itu sangat banyak dan mahal-mahal apa belum puas membeli barang-barang yang tak berguna seperti itu?'' sentakku padanya.

 

''Aku sudah bosen memakai barang-barang itu, Sayang. Mengerti dong aku ingin membeli barang baru. Kamu kenapa jadi pelit seperti ini, aku tidak suka ah,'' rengek Dzakira kembali. Rasanya aku ingin sekali menyumpil mulutnya supaya tidak terus-terusan meminta barang branded. Lebih baik, nanti aku jual satu persatu barang yang Dzakira miliki untuk menghidupiku.

 

''Iya, nanti ya, aku mau istirahat dulu. Setelah bangun tidur aku janji akan langsung memberikan uangnya padamu. Jadi sekarang kamu jangan ganggu dan biarkan aku beristirahat sejenak,'' ucapku berjanji. Padahal aku hanya berbohong, lagipula aku tidak akan memberinya.

 

''Ah, kamu kebangetan. Malas aku, lebih baik jangan beristirahat di sini. Kamu berbohong.'' Dzakira mengusirku dan menyangka aku berbohong. 

 

''Sayang, aku hanya minta kamu bersabar. Aku ingin istirahat terlebih dahulu. Setelah itu, kamu boleh sepuasnya berbelanja. Jangan mengusir aku.'' Aku berucap dengan nada marah, kecewa atas sikaf yang dilakukan olehnya. Sama sekali tidak menyangka, sejak dahulu Dzakira selalu seperti itu.

 

Dzakira menarik nafas kasar, ia mengerutkan dahi dan menatapku dengan tatapan tajam seakan-akan hendak menerkamku hidup-hidup. Tak lama kemudian, Dzakira berlalu pergi keluar dari kamar. Dia pergi menahan penuh amarah karena permintaannya sama sekali tak aku turuti.  Biarlah, biar ia tahu kalau uang sebetulnya bukan segalanya. Dzakira harus merasakan apa yang aku rasakan. Dia sama sekali wanita pelacur yang lemah, hanya bisa meminta tanpa perduli apa yang saat ini aku rasakan.

 

Tiba-tiba, tanpa terduga, perutku berbunyi menandakan bahwa sangat ini lambungku butuh asupan nutrisi. Aku sangat lapar sekali dan haus. Sejak tadi pagi, aku sama sekali belum makan apapun yang masuk ke mulut. Kemudian, aku bangkit bermaksud pergi ke dapur untuk mencari makanan yang tersimpan di lemari kulkas. Namun, ketika lemari es terbuka rasa kesal terasa hingga ke ubun. Dzakira sangat keterlaluan, ia sama sekali tidak meletakan beberapa makanan di dalamnya. Padahal setiap bulan tak pernah sekalipun aku tak memberi uang jatah untuknya. Tapi kenapa makanan pun tidak ada di dalam lemari es miliknya?

 

[Dia benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya di kulkas tidak ada makanan apapun.] Lagi-lagi aku menggerutu kesal di dalam hati.

 

Aku menutup pintu lemari es dengan kasar. Rasa lapar terus terasa seakan-akan aku tak mampu menahannya. Kemudian, aku membuka magic-com, semoga saja masih ada nasi yang tersisa, aku akan membuat nasi goreng. Namun, rasa kecewa kembali terasa. Di dalam magic-com sama sekali tidak ada nasi sedikit pun dan hanya beberapa plastik bekas yang berserakan di mana-mana. Sepertinya Dzakira sama sekali tidak pernah membersihkan sampah bekas makannya sendiri.

 

Lebih baik aku pergi dan mencari makanan sendiri. Aku tak mau tinggal di apartemen miliknya, karena Dzakira pemalas. Bisa-bisa aku kelaparan dibuatnya karena disetiap sudut pun sama sekali tidak ada makanan apapun yang bisa dimakan. Sekarang, aku harus memakai pakaian karena tidak akan mungkin pergi dalam kondisi memakai kaos oblong dan celana pendek. Aku pun langsung meraih dan mengangkat koper yang tersimpan di samping pintu utama. Perlahan, aku membuka resleting. Seketika, raut wajahku berubah 180° ketika memandang isi dalam koper. Ternyata isinya bukan semua pakaianmu, melainkan ....

 

"Aaaahhhhhhh ....!'' 

 

 

Bersambung

 

 

Teman-teman ada yang tahu isi yang di dalam koper Bagas? Kira-kira isinya apa ya? Dari pada penasaran, lebih baik langsung meluncur ke bab berikutnya karena sudah terupdate dengan banyak kata yang pastinya akan membuat jantung jadi berdebar.

 

Komentarnya ditunggu ya, biar aku tahu kalian ada. 💖

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ci Ba Wel
lanjuuuuut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status