Share

Syarat permintaan Bagas

MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (5)

''Aku tidak akan pernah pergi dari rumah ini sebelum kamu memenuhi persyaratanku,'' ujarku menatap wanita yang ada di hadapanku dengan tajam.

''Syarat?''

''Aku minta uang talak sebesar satu milyar sebagai tanda bahwa aku sudah resmi bercerai denganmu Amira. Jika kamu memberiku uang talak sesuai permintaanku, maka aku akan pergi dan tidak akan pernah lagi datang menginjakkan kaki di rumah ini,'' ucapku meminta dengan paksa. Mereka terlihat terkejut mendengar nominal yang aku sebutkan.

''Apa? Satu milyar? Kamu mau memeras kami? Uang satu ribu pun tidak akan pernah saya berikan,'' ujar Amira kesal.

 ''Aku sama sekali tidak mau tahu, yang jelas uang talak harus dibayar sekarang juga, jika dibayar saat ini aku janji tidak akan pernah kembali ke rumah ini lagi dan aku rasa uang satu milyar tidak ada apa-apanya, bukankah kalian sangat kaya raya?'' ucapku memaksa. Entah kenapa, dengan sengaja aku mengucap syarat permintaan uang talak yang cukup fantastis.

''Kamu sudah gila Bagas, kamu memintaku membayar uang talak? Segampang itu kamu meminta? Dari pernikahan kita pun kamu sama sekali tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun pun, sekarang kamu meminta uang? Omong kosong apa lagi yang kamu buat hah? Aku tidak akan pernah memberimu uang dengan cuma-cuma,'' ujar Amira bersikeras tak mau membayar.

''Ayolah Amira, masa kamu tidak mau memberiku uang sekecil itu?'' ucapku dengan nada pemaksaan.

''Aku akan melaporkan kamu ke kantor polisi dengan pasal pemerasan dan kamu akan di penjara,'' sahutnya menakut-nakutiku, namun aku sama sekali tidak takut dengan ancamannya.

''Silahkan kamu laporkan ke kantor polisi, aku tidak akan pernah takut dengan ancamanmu. Lagipula aku yakin pasti kamu akan akan kalah.''

''Amar! Bawa pergi laki-laki tidak waras ini dari rumah saya!'' Papa Hartawan berteriak memanggil bodygoarnya-Amar.

''Siap, laksanakan!'' Amar melangkah mendekatiku. Lalu melipatkan kedua tanganku di dadanya.

''Lepaskan saya!'' Aku berteriak kencang tak ingin dibawa pergi oleh Amar. 

''Ayo pergi, jika tidak polisi akan datang dan memaksamu pergi.'' Amar mengancam. Aku pun hanya bisa pasrah dan menuruti ucapan mereka untuk pergi dari rumah mewah ini.

''Tunggu!'' 

Suara itu, ya, pasti Amira tidak jadi menyuruhku pergi. Aku tersenyum penuh kemenangan dan menatap wajah wanita yang pernah kunikahi dengan penuh cinta.

''Apa kamu tidak akan membiarkan aku pergi dari rumah ini? Berarti itu tandanya kamu masih mencintaiku Amira,'' ucapku tersenyum lebar. Hatiku pun ikut berbunga.

''Kata siapa aku masih mencintaimu Bagas, cintaku sudah tenggelam dengan sendirinya setelah mengetahui perselingkuhanmu dengan bernama Dzakira. Ternyata wanita itu  cantik juga ya, di ponselmu pun banyak sekali foto mesramu dengan wanita jalang itu. Selama mengetahui pengkhianatanmu, aku pura-pura bodoh. Sekarang aku hanya ingin memerintahkanmu untuk terakhir kalinya. Lepaskan barang yang tengah kamu pakai, dari atas kepala sampai bawah. Itu semua aku yang beli,'' ucapnya memerintah, tubuhku seketika lemas mendengar ucapannya. Ternyata ia meminta aku untuk melepaskan semua pakaian yang saat ini tengah aku pakai. Bukan memintaku untuk tidak pergi dari rumahnya.

''Tidak akan mungkin aku mau membuka semua pakaianku Amira. Apa kamu tidak merasa kasihan, bagaimana jika orang lain lihat, aku malu!'' Aku menolak tidak mau menuruti permintaannya.

''Cepat lepaskan! Semua yang kamu kenakan yang melekat dari atas hingga bawah adalah barang mahal hasil pemberianku. Jadi, mulai sekarang kamu tidak pantas memakai barang apapun, apalagi untuk bergaya di depan selingkuhanmu,'' sentak Amira. 

Aku terdiam memandang penuh kebencian, wanita yang pernah menjadi istriku sekarang sudah sangat tega dan kejam.

''Tunggu apa lagi, ayo, atau aku suruh Amar untuk membukakan semua pakaianmu,'' ucap Amira lagi sembari membentak.

Dengan perasaan yang berkecamuk, akhirnya aku melepaskan semua pakaian yang terpakai di tubuh dan hanya menyisakan kaus oblong dan juga celana pendek. Tenang saja, walaupun aku melepaskan baju yang tengah kukenakan ini, di dalam koper mungkin masih ada beberapa baju yang tersisa. Setelah semua pakaian telah kubuka, dengan sengaja aku langsung melemparnya ke wajah Amira. Dia terkejut dan menatap penuh kekesalan ke arahku. Kemudian, tak lama berselang Amar langsung membawaku pergi keluar gerbang rumah kediaman keluarga Hartawan.

''Amira, awas kamu. Tunggu pembalasanku!'' Aku berteriak mengancam Amira.

Amira dan keluarganya hanya tersenyum kecut melihatku yang sudah keluar dari gerbang rumah mewah mereka. Tanpa ada ucapan apapun, mereka masuk ke dalam rumah.

''Tunggu saja, permainan akan segera dimulai, aku akan membalas perbuatan kalian yang sudah dengan tega mengusirku.'' Aku bertekad di dalam hati ingin membalaskan dendam kepada Amira dan keluarganya. Suatu saat mereka pasti akan menyesal dan mengakui kesalahan yang sudah mereka lakukan.

***

 

Saat ini, aku merasa bingung. Sudah sejauh melangkah menyusuri jalan raya yang sangat padat, namun sama sekali tidak menemukan satu rumah pun yang mau menerima kedatanganku. Aku merasa patah arah, apalagi di sini tidak ada keluarga sama sekali. Jika aku pulang ke desa, aku sama sekali tidak mau tinggal di rumah gubuk Ibu yang sangat sederhana. Karena bagiku, seorang Bagas tidak pantas tinggal di rumah miskin. Walaupun itu rumah Ibu kandung sendiri.

 

Tiba-tiba aku kepikiran dengan Dzakira, wanita yang sudah lama ini menjadi selingkuhanku. Lebih baik aku meminta untuk tinggal bersamanya sekarang daripada harus luntang lantung di jalanan. Dengan cepat, aku meraih ponsel dan hendak meneleponnya. Untung saja ponsel ini tidak Amira ketahui, jadi ia tidak meminta balik ponsel mahal keluaran terbaru milikku.

 

''Hallo, Dzakira. Aku ingin bertemu denganmu sekarang, apakah kamu bisa menjemputmu?'' tanyaku ketika panggilan telepon telah terhubung.

 

''Jemput? Aku tidak mau.'' Nampaknya ia marah sebab tadi aku dengan sengaja meninggalkannya sendirian di hotel.

 

''Ayolah Dzakira, aku mohon.'' Aku memohon padanya. Terdengar hembusan nafas dari balik telepon.

 

''Ya sudah, kirim saja lokasi tempat kamu berani. Aku akan menjemputmu sekarang juga.'' Akhirnya Dzakira mau menuruti permintaan untuk menjemputku. Aku tersenyum bahagia.

 

''Terima kasih, Sayang. Sekarang juga aku kirim lokasi tempat aku berada saat ini.''

 

Panggilan pun langsung terputus. Aku lantas mengirimkan lokasi tempat saat ini tengah berdiri dan mengirimkan ke nomernya yang tertera di kontak aplikasi berwarna hijau.

 

Dua puluh menit kemudian, sebuah mobil Avanza mendekat dan terparkir tepat dihadapanku. Kuyakini pemilik mobil di dalamnya adalah Dzakira dan benar, ia keluar dari mobil lalu menghampiriku.

 

''Bagas? Kamu kenapa bisa ada di sini? Pakaianmu ... kok kamu tidak memakai pakaian, lalu kenapa kamu membawa koper? Apa jangan-jangan kamu ....'' Dzakira terkejut ketika melihatku dalam kondisi seperti ini.

 

''Tenang saja Dzakira ini sama sekali tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku akan menceritakan semua nanti, sekarang aku mau ke tempat apartemen kamu,'' ujarku padanya. Dzakira semakin keheranan.

 

''Ke apartemenku?" Dzakira mengerutkan kening.

 

"Iya, Sayang.'' Aku mengangguk. Kemudian tak berselang lama Dzakira langsung mempersilahkan aku masuk ke dalam mobilnya. 

 

Di perjalanan, kami berdua hanya berdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun suara. Dzakira fokus menyetir, sementara aku fokus dengan fikiranku. 

 

Aku bimbang jika nanti Dzakira menanyakan kebenaran bahwa aku telah diusir dari keluarga Hartawan, apakah ia masih mau bersamaku, sementara perjanjian dahulu aku harus selalu memberikan uang bulanan untuk membeli kebutuhannya yang sangat banyak. Dzakira tidak boleh tahu, aku harus pandai bersandiwara agar Dzakira masih mau bersamaku. Apalagi keadaanku sekarang sudah tidak punya apa-apa dan aku harus segera menikah dengannya, karena jika tidak aku tak tahu hidupku ke depannya akan menjadi apa.

 

''Sayang, aku mau nanya, uang yang kamu janjikan tadi sesaat di hotel, apakah sekarang kamu akan membayarnya? Soalnya aku ingin membeli berlian keluaran terbaru,'' ujarnya memandang sekilas ke arahku.

 

Degh. 

 

Dzakira meminta uang empat puluh juta yang aku janjikan. Bagaimana ini? Aku sama sekali tidak bisa membayarnya. Untuk makan saja pastinya aku sangat tak mampu karena sekarang aku bukan lagi suami Amira. Untuk membayar hutang kepadanya, rasanya aku tidak mampu.

Bersambung

 

Komentar gemesnya ditunggu ya, biar Author semangat ngetik lagi💖

 

Untuk Bab 8--Tamat, ceritanya akan lebih panjang..

Ini masih PoV Bagas ya. 

 semangat!!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status