Selama ini, Selena selalu mengalah. Dia berpikir, kedamaian satu keluarga merupakan yang terbaik—sehingga dia membiarkan seluruh perhatian jatuh ke tangan saudara angkatnya, Mersya. Akan tetapi, kebaikannya tidak berbuah baik ketika Mersya memutuskan untuk meminta tunangannya secara terang-terangan dan disetujui oleh kedua orang tuanya. Belum lagi, rupanya Mersya menjebaknya sampai-sampai nyaris merenggut nyawanya. Sebagai penerus dari keluarga Marquees Douglass, Selena memutuskan untuk membalas dendam. Kehidupannya sebagai putri yang patuh telah sirna, berganti menjadi antagonis yang mungkin akan dibenci oleh keluarganya sendiri. Dibantu oleh sosok misterius yang telah menyelamatkannya hari itu, Selena akan membuktikan pada siapa pun bahwa dia tidak akan bisa disingkirkan semudah itu. Lantas, bagaimana dengan perjalanan balas dendam Selena yang dibantu oleh pria bernama Jeffrey itu? ig @au_hannfirda
View More"Maaf, Selena. Tapi, kenyataannya aku tidak mencintaimu sama sekali. Aku mencintai Mersya lebih dari apa pun di dunia ini."
"Selena, aku tidak bisa meneruskan pertunangan kita ini, aku mencintai adik angkatmu—Mersya." "Kita akhiri saja hubungan ini, Selena. Sejak awal, aku memang hanya mengincar nama keluargamu saja, aku malah jatuh cinta kepada adik angkatmu karena dia lebih cantik dan cerdas daripada dirimu." Selama ini, Selena selalu mendapatkan penolakan dari para tunangannya dengan alasan yang sama; mereka semua menyukai adik angkatnya—Mersya. Setiap kali hal semacam itu terjadi, Selena akan mengurung diri di kamar sampai sepekan lamanya, lantas keluar setelah merasa bahwa lebih baik dia berdamai dengan situasi yang ada. Akan tetapi, dia tidak pernah melihat penolakan secara terang-terangan yang terlihat menjijikan di depan matanya ini. Sang adik angkat berciuman dengan tunangan terbarunya di kamarnya sendiri. "Arthur, bagaimana kalau Selena tahu? Aku tidak mau membuatnya sedih lagi, dia adalah saudara terbaik yang aku punya," kata Mersya di sela ciuman panas mereka. Arthur, putra seorang Baron yang dikira Selena merupakan sosok yang tulus, malah terkekeh geli. "Biarkan saja gadis itu tahu. Lagi pula, asalkan aku tetap menikahinya, aku masih bisa bersama denganmu diam-diam setelah menikah nanti." Selena yang bersembunyi di dalam lemari pakaian, mengepalkan tangan erat-erat. Gadis itu menahan diri supaya tidak menangis, tetapi sakit yang mendera hatinya sangat tidak terkendali. Perkataan Arthur yang sudah memiliki niat untuk berselingkuh darinya saat menikah nanti, membuat Selena ingin sekali keluar dari tempat persembunyiannya dan melempar apa pun ke arah mereka. "Omong-omong, kau yakin kalau pada waktu seperti ini, Selena ada di air terjun?" tanya Arthur memastikan. "Iya, dia selalu ada di air terjun dengan dalih untuk menyegarkan pikiran. Tenang saja, selama kita di sini dengan alasan menunggu kedatangan Selena, tidak akan ada yang curiga. Bahkan, orang tua angkatku juga tidak akan memarahiku sama sekali, Arthur." "Benarkah? Kalau begitu, kita bisa melakukannya di sini." Selena sontak membelalak saat mendengar hal tersebut. Tanpa perlu bertanya lebih lanjut, dia tahu apa yang Arthur maksud. Disusul oleh desahan-desahan yang cukup nyaring dari pasangan tersebut, Selena meringkuk di dalam lemari pakaiannya. Tanpa bisa dicegah, dia menangis. Tangisan yang selama ini bersembunyi di balik topeng baik-baik sajanya. Permainan di atas ranjang yang Arthur dan Mersya lakukan terus berlanjut, hingga keram pada kaki Selena sudah tidak dapat dirasakan lagi. Yang terasa hanyalah rasa sakit akan pengkhianatan dari orang yang diyakini tulus menjadi pasangannya, serta seseorang yang dianggap sebagai adik angkat manisnya itu. "Arthur, aku iri dengan Selena yang kemungkinan besar akan menikahimu dan akan merasakan dirinya menghabiskan malam-malam panas denganmu setelahnya ...." Mersya terengah-engah setelah permainan intens mereka, bahkan sengaja meninggalkan beberapa cairan di atas ranjang Selena. Arthur tertawa kecil. "Tenang saja, Manis. Aku masih bisa menidurimu saat tengah malam, mengendap-endap datang ke kamarmu setelah Selena kubuat lelah. Bagaimana? Terdengar mendebarkan, bukan?" Selena refleks menutup mulut dengan kedua tangan. Menjijikkan sekali. Arthur sudah tidak lagi terlihat tampan di matanya, melainkan menyedihkan. "Astaga, pasti menyenangkan sekali, baiklah! Pintu kamarku akan selalu terbuka untukmu, Arthur. Mau itu di pagi atau malam hari," balas Mersya dengan nada yang digenit-genitkan. "Jangan menggodaku begitu, Mersya. Kau tahu aku tidak bisa menahan diriku yang selalu ingin memasukimu ini." "Sudah-sudah, nanti tidak seru kalau tiba-tiba saja Selena datang dan memergoki kita begini, Arthur. Cepat pakai pakaianmu!" "Baiklah, princess." Tidak lama kemudian, langkah kaki keduanya terdengar menjauh, keluar dari kamar Selena tanpa mengetahui bahwa sang pemilik masih bersembunyi di dalam lemari pakaian. Selepas memastikan keduanya benar-benar menjauh, Selena keluar dibarengi langkah goyahnya. Gadis itu tak bisa membendung air matanya lagi. Segera saja, dia menangis sepuasnya. Tidak peduli apakah ada yang mendengar atau tidak. Selena selalu mengalah. Hidupnya didedikasikan sebagai perwujudan damai keluarganya yang merupakan keluarga bangsawan cukup lama pula. Sebagai putri kandung Marquees Douglass yang dikenal elegan, Selena tidak pernah menolak apa yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya. Bahkan, saat keduanya membawa Mersya untuk dijadikan sebagai adik angkat, Selena merasa bahagia lantaran tidak akan kesepian lagi. Selena selalu mengedepankan kebahagiaan Mersya, sebab gadis malang itu hampir dijual pada karavan yang sedang lewat di perbatasan untuk dijadikan budak kecil. Maka dari itu, dia ingin memberikan yang terbaik bagi Mersya. Akan tetapi, rupanya semua kebaikannya membuat Selena sebagai orang yang mudah diakali—termasuk, Mersya sendiri. Adik angkat yang disayangi dengan sepenuh hati malah menusuknya dari belakang. Dia pikir, Mersya selalu tidak tahu tentang perasaan para pemuda yang nyaris menikah dengannya. Namun, dia baru saja menjadi saksi bahwa Mersya tidak sepolos yang dikira. Selena menangis tanpa henti di kamarnya, lalu terhenti saat mendengar perkataan pelayan pribadinya yang memberi tahu tentang seluruh keluarga yang telah menanti di ruang makan untuk melangsungkan makan siang bersama. "Astaga, Lady! Apa yang terjadi? Kenapa Lady menangis seperti ini?" tanya Asha—pelayan pribadinya, khawatir bukan main. Selena menarik napas perlahan, berusaha menenangkan diri. Orang-orang rumah berpikir jika dia baru saja datang dari air terjun dan tidak mengetahui apa yang baru saja terjadi kamarnya. "Asha," "Iya, Lady?" "Bisa tolong kemas semua barang-barangku ini dan pindahkan ke kamar mendiang Kak Edward?" Asha agak terkejut. Pasalnya, selama ini Selena merupakan orang yang paling anti untuk membuat kamar saudara laki-lakinya yang sudah meninggal itu untuk ditempati. Namun, melihat betapa frustrasinya Selena saat itu, Asha hanya mampu mengangguk dan menurut. "Sebentar, seprainya harus dibuang, lalu bakar saja ranjangnya!" "Dibakar, Lady?" bingung Asha. "Iya, ranjang ini sudah menjadi sarang penyakit bagi siapa pun yang menempatinya." Selena berdiri, meraih ujung seprai untuk menariknya kuat-kuat. Detik itu, dia tidak sengaja melihat bekas cairan yang tertinggal pada seprainya. Tidak salah lagi, cairan itu merupakan hasil dari pergulatan panas Arthur dan Mersya tadi. Begitu seprai tersebut telah berada dalam genggaman, Selena memantapkan diri untuk menemui semua orang yang berada di ruang makan. "Lho, Lady mau membawa seprainya ke mana? Biar saya yang membuangnya, Lady." "Tidak, biar aku saja." Selena mengepalkan tangan, menghapus jejak air mata yang sempat terpeta pada wajah cantiknya. "Aku tahu 'tempat sampah' yang pantas untuk menampung seprai ini." •••••"Selena menghilang?"Asha mengangguk dengan berurai air mata. "Lady Douglass tidak ada di kamarnya saat saya memeriksa pagi ini, Tuan Marquees."Erick Douglass memiringkan kepala, lantas menatap sang istri yang tampaknya tidak terganggu sama sekali. "Belakangan, Selena memang sedikit terganggu kejiwaannya, Asha. Saya paham kalau kau adalah pelayan pribadi Selena yang sudah membersamai selama tujuh tahun ini, tetapi sepertinya Selena hanya sekadar melarikan diri untuk sementara saja."Asha hendak menimpali perkataan dari tuan besarnya itu, tetapi didahului oleh Marlinda yang berkata, "semalam Selena sudah kelewatan. Mungkin saja, dia hanya mencari udara segar untuk sementara waktu, Asha. Kau tidak perlu khawatir. Memangnya dia mau pergi ke mana? Dia tidak punya tujuan lain selain menetap di manor ini, Asha.""Teruskan saja pekerjaanmu, Asha! Terima kasih karena sudah memberi tahu, tapi saya yakin kalau Selena tidak apa-apa," sambung Erick tanpa beban sedikit pun.Asha menganga, tidak p
Selena tidak bisa memejamkan mata barang sedetik. Hari ini merupakan hari kehancuran yang tidak pernah akan dia terima. Tidak dipercaya oleh kedua orang tuanya sendiri, bahkan mendapatkan tamparan dari sang ibu yang selama ini sangat disayanginya. Di tengah lamunan yang membuat lupa waktu itu, Selena mendengar sesuatu yang berasal dari beranda kamarnya. Waspada, gadis itu berdiri sembari membawa salah satu cawan lilin terdekat. "Si-siapa di sana ...?" tanyanya yang hanya dibalas oleh embusan angin. Selena hendak memanggil pengawal yang berjaga di bagian lain manor, tetapi sadar bahwa mungkin pada saat ini tidak ada yang ditempatkan di dekat kamarnya. Kenyataannya, Selena tidak pernah benar-benar mendapatkan pengawalan ketat. Berbeda halnya dengan Mersya yang selalu mendapatkan apa pun yang terbaik dari kedua orang tuanya. Gadis itu tersenyum getir, menyadari jika hidupnya tidak lebih dari pajangan yang disetujui oleh keluarganya saja. Padahal, dia adalah anak kandung yang tersis
Malam itu, Selena merebahkan diri di ranjang lama mendiang saudara laki-lakinya. Sekarang, dia memutuskan untuk menempati kamar tersebut mulai dari sekarang. Dia tidak tahu, kenapa kedua orang tuanya bisa sangat membela Mersya melebihi dirinya sendiri yang merupakan putri kandung mereka.Selama ini, dia telah berusaha menjadikan nama keluarganya senantiasa eksis. Mendatangi beberapa pertemuan penting di istana sebagai perwakilan keluarga Marquees Douglass, bahkan menghadiri pesta-pesta perjamuan yang sebenarnya sangat menguras tenaga.Selena mendudukkan diri, memikirkan apa yang harus dilakukan supaya pertunangannya dengan Arthur batal. "Aku tidak mungkin menikah dengan seseorang yang bahkan sudah memiliki niat untuk menduakanku sebelum resmi menikah," gumamnya, mulai memutar otak.Setelah berpikir selama beberapa saat, gadis itu mengembuskan napas lelah. "Tidak ada yang percaya padaku ...."Selena ingin kembali menjatuhkan tangis, tetapi dia sudah terlalu lelah akan apa saja yang t
Seluruh anggota keluarga Marquees Douglass telah berada di ruang makan. Mereka menyantap makan siang dengan raut senang yang penuh kedamaian. Tidak lupa dengan kedatangan Arthur yang malah duduk di samping Mersya.Padahal, jelas-jelas kursi kosong yang belum Selena tempati itu seharusnya berada di samping Arthur. Namun, pria muda itu malah duduk dan bercakap bersama Mersya seakan-akan tidak punya dosa.Selena menarik napas, mempersiapkan diri sebelum menggerakkan tungkainya menuju ruang makan. Begitu derap heels-nya terdengar, beberapa pasang mata tertuju padanya dengan penuh keheranan."Selena? Kau terlambat makan siang, tidak biasanya. Lelah sehabis dari air terjun, ya?" tanya sang ibu yang terpaksa harus Selena abaikan untuk saat ini.Selena melangkah penuh kepastian, dengan satu tangan menyeret seprai yang didiami oleh bekas pergulatan panas Arthur dan Mersya tadi. Melihat apa yang dibawa oleh Selena, semua orang kebingungan."Kak Selena? Apa yang kau—""Kau lupa tidak menyeka cai
"Maaf, Selena. Tapi, kenyataannya aku tidak mencintaimu sama sekali. Aku mencintai Mersya lebih dari apa pun di dunia ini.""Selena, aku tidak bisa meneruskan pertunangan kita ini, aku mencintai adik angkatmu—Mersya.""Kita akhiri saja hubungan ini, Selena. Sejak awal, aku memang hanya mengincar nama keluargamu saja, aku malah jatuh cinta kepada adik angkatmu karena dia lebih cantik dan cerdas daripada dirimu."Selama ini, Selena selalu mendapatkan penolakan dari para tunangannya dengan alasan yang sama; mereka semua menyukai adik angkatnya—Mersya.Setiap kali hal semacam itu terjadi, Selena akan mengurung diri di kamar sampai sepekan lamanya, lantas keluar setelah merasa bahwa lebih baik dia berdamai dengan situasi yang ada.Akan tetapi, dia tidak pernah melihat penolakan secara terang-terangan yang terlihat menjijikan di depan matanya ini.Sang adik angkat berciuman dengan tunangan terbarunya di kamarnya sendiri."Arthur, bagaimana kalau Selena tahu? Aku tidak mau membuatnya sedih l
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments