Perlahan Dave menarik dagu Shiera hingga wajah manis itu mendongak menatapnya, lalu dengan lembut ia menempelkan bibirnya pada bibir ranum Shiera."Aku mencintaimu, Shiera. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu," bisik Dave di antara lumatan bibirnya yang tak pernah ingin dia lepaskan."Dave ....""Hm."Tidak ada lagi kata yang mereka ucapkan, hanya hati mereka yang saling berbicara. Tanpa Shiera mengatakannya pun, Dave tahu Shiera telah jatuh cinta padanya, sama seperti dirinya."Shiera. Aku akan menikahimu," bisik Dave, melepas pagutan mereka dan menghapus sisa basah pada bibir Shiera."Bagaimana dengan orang tuamu, Dave? Apa mereka setuju?"Dave diam."Dave?"Dave kembali menatap Shiera. Tanpa pria itu mengucapkan kalimatnya, Shiera mengangguk. Tatapan mata Dave sudah cukup berbicara dan membuat Shiera mengerti."Aku tidak tahu, Dave. Apakah baik menikah tanpa persetujuan orang tuamu.""Aku sudah dewasa, Shiera. Di sini, pria
Pagi menjelang acara pernikahan. Sebuah acara pernikahan tertutup dan tersembunyi, hanya dihadiri beberapa tokoh pernikahan dan tiga saksi yang tak lain adalah orang kepercayaan Dave sendiri. Bahkan kakak Shiera tidak bisa hadir karena pekerjaannya tidak dapat ditinggalkan sama sekali. Pria itu hanya menjadi saksi virtual menggunakan ponsel."Selamat atas pernikahan kalian."Shiera dan Dave menoleh kaget, saat keduanya bersiap memasuki mobil dan pulang."Papa?!"Pria tua beruban itu berjalan mendekat, mengangguk lemah."Tuan." Shiera menyapa takut, pria yang juga merupakan mantan bosnya di perusahaan itu."Maaf aku datang terlambat.""Tidak apa. Semuanya sudah selesai," jawab Dave dingin."Aku hanya ingin menyampaikan ini padamu, Dave. Mungkin bisa berguna kalau suatu saat nanti ibumu mengetahui perihal pernikahan kalian." Ayah Dave mengeluarkan amplop coklat lebar dan menyerahkannya pada Dave."Apa ini?" tanya Dave, menerimanya."Jangan di buka sekarang. Nanti saja kalau sudah di ruma
Shiera berjalan memasuki gedung kantor yang sudah satu minggu ia tinggalkan. Rasanya agak asing, datang ke tempat ini sebagai orang lain."Shiera! Kau ke mana saja, hah? Ku pikir kau benar-benar mengundurkan diri."Shiera tersenyum menatap sahabatnya."Bukankah sudah aku katakan aku sakit, waktu mengunjungi kakak ku?""Ya, sih.""Nah, kalau begitu ayo sekarang kembali bekerja sebelum bos galak kita datang.""Kau tahu, Shie, satu minggu ini dia begitu uring-uringan seperti buaya kelaparan.""Oh, ya?" tanya Shiera, menatap ingin tahu."Hm. Karena dia memintaku menggantikanmu sebagai sekretaris, tetapi pak Steve memberinya Vania, dengan alasan aku terlalu vital untuk dikeluarkan dari bagian keuangan.""Jadi Vania menempati ruanganku?""Oh, tidak. Aku juga bertanya-tanya soal itu. Pak Dave memintanya tetap bekerja dari tempatnya. Mungkin karena pak Dave malas berada dekat-dekat dengan Vania," jelas Tasya, sahabat Shiera.Shiera nyengir puas. "Baguslah," katanya.Shiera kembali pada pekerja
"Pak Dave, tolong ijinkan saya mengikuti presentasi itu sekali ini saja. Saya berjanji akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan, dan saya akan membuat Anda memenangkan tender itu." Vania mengiba di depan Dave, saat pria itu berjalan keluar ruangan.Tiba-tiba saja Dave mendadak tuli. Pria itu berjalan menjauh dari Vania, diikuti Shiera."Dave, kau bilang tender itu untuk perusahaan pribadimu, kan?" tanya Shiera, begitu keduanya berada di dalam lift dan bebas dari jangkauan telinga panjang Vania."Hm," jawab Dave singkat."Tetapi kau maju menggunakan nama perusahaan ini?""Tidak. Aku mengatasnamakan perusahaan cabang.""Bodoh!" umpat Shiera.Dave membelalak kaget, menatap Shiera tidak setuju."Kau ini Direktur Tinggi Perusahaan, tetapi begitu bodoh.""Kenapa kau mengatakan itu?""Apa perusahaan itu masih membuka kesempatan untuk tender lain?""Ya. Waktunya masih dua hari lagi.""Kalau begitu biarkan Vania melakukan presentasinya untuk perusahaan ini, atau perusahaan cabang mana pun
Dave terbahak melihat wajah kesal Shiera. Baru pertama kalinya dia berhasil membuat Shiera begitu kesal."Aku senang sekali melihatmu begitu kesal. Wajahmu yang cemberut itu sangat manis sekali."Plak! Shiera memukul tangan Dave yang berusaha mencubit dagunya yang lancip."Nah, begitu lebih manis, Sayang. Semakin kau sulit ditaklukkan, kau semakin menarik."Shiera menatap marah pada Dave sebelum kembali menatap keluar jendela.Dave mengemudi dengan senyum lebar, beberapa kali matanya melirik ke arah Shiera yang masih cemberut kesal.Lima puluh menit, mobil keluar dari pintu tol."Di mana ini?""Kota Milea.""Kau membawaku keluar kota hanya untuk makan siang?""Kau tidak mau seseorang menemukan kita, kan?"Shiera kembali cemberut."Ada kedai mie yang sangat aku sukai di rest area.""Rest area? Tapi ini sudah keluar tol.""Hmm. Kita akan berputar dan masuk kembali, karena rest area yang akan kita tuju berada di sisi perjalanan pulang.""Astaga ...!" Shiera menepuk dahinya.Dave tertawa
“Sekarang kemarilah, Nona Manis.” Seseorang yang sejak tadi merangsek di dekat Shiera menarik tubuh Shiera semakin rapat padanya dan langsung melumat paksa bibir Shiera. Tangan kekarnya menahan tengkuk Shiera agar tidak menjauh.“L-lepas!” teriak Shiera saat ia berhasil menjauhkan wajahnya, sekaligus menarik paksa dirinya. Sementara itu, pria di depannya menyeringai buas.“Memberontak lah terus, dan kau semakin membuatku bergairah, Sayang!”Shiera mengertakkan gigi dengan marah. Dalam hati ia menyesal telah tertipu muslihat Ron, yang membawanya ke tempat laknat itu dengan dalih menghadiri pesta pribadi kawannya.Siapa sangka kalau kekasihnya tersebut justru mengumpankan Shiera pada buaya.“Tidak! Lepaskan aku. Tolong!” Sheira berteriak kencang, kembali memberontak. Ia berusaha meloloskan diri dari cengkraman pria kekar yang mengapitnya.“Nikmati saja, Shiera, jangan banyak berteriak.”Shiera menoleh kaget mendengar suara Ron. Kekasihnya itu duduk di bangku sudut, menatap Shiera semb
“Ah, dia–”Namun, Shiera tidak melanjutkan gumamannya dan buru-buru menunduk, membungkuk hormat.“Tidak mungkin. Pria semalam rambutnya lebih gondrong,” batin Shiera. “Tidak mungkin dia. Aku pasti hanya terkejut karena tatapan dinginnya yang sama.”Kemudian, Shiera memasuki ruang pertemuan bersama Tuan Hale dan Tuan Hale Junior, Dave Hale."Saya, David Rolex Hale. Terima kasih Bapak Ibu telah memberi saya kesempatan untuk bergabung dan memimpin perusahaan yang telah kami rintis secara turun temurun ini. Ayah, sudah saatnya beristirahat dan menikmati masa tuanya, maka saya lah di sini yang akan menggantikannya untuk memutar roda ekonomi perusahaan ini."Dalam hati, Shiera mencibir. Memberi kesempatan? Siapa yang dia maksud memberi kesempatan. Bukankah karyawan-karyawan di sini di paksa untuk mematuhi dan menerima siapa pun pimpinan yang akan menggantikan generasi sebelumnya, batin Shiera malas.Melihat cara berbicara Dave, sepertinya pria ini akan terlalu rumit untuk di layani. Usai p
Shiera cemberut sembari tangannya mengaduk-aduk gelas berisi lemon tea di depannya."Rasanya aku ingin resign saja dari sana. Semoga dia segera menggantikanku dengan Vania!" gerutu Shiera."Eeh ... jangan lah, Shie. Tahan lah sebentar lagi saja, siapa tahu dia berlagak hanya di awal-awal saja," Tasya mencoba menenangkan."Tidak mungkin, Tasya. Dia itu sudah menjengkelkan sejak dari orok rasanya. Kau tahu, meminta kopi saja harus di takar berapa kopi, gula dan creamernya. Belum lagi suhu airnya harus tepat 100°C. Gelasnya harus gelas keramik.""Ya suhu 100°C kan mungkin artinya airnya harus mendidih dengan sempurna, Shiera. Dia mungkin kembung kalau minum kopi dengan air yang kurang matang. Dan soal gelas, itu karena gelas keramik menahan panas lebih lama. Jadi kopinya tidak cepat dingin, kau tahu?""Dan takaran campurannya? Harus gitu di takar dengan sempurna?" tanya Shiera, memelotot galak."Yah, siapa tahu dia memiliki sakit tertentu yang mengharuskannya menjalani diet ketat, kan. K