Setelah berjalan kaki sejauh seratus meter, Alexander pun masuk ke dalam Rolls Royce Phantom di sana. “Sudah lama, Farrell?” “Belum terlalu lama juga, Jenderal.” Mobil pun melaju. Seperti biasanya, Alexander lalu mengganti pakaiannya dengan seragam militer plus topeng naga emas. “Bagaimana, apa yang sudah kau ketahui tentang kedua anak Warren Rockefeller?” tanya Alexander yang sudah rapi dan wangi. Sembari menyetir, Farrell pun menjawab, “Tony Rockefeller sang kakak berbeda jauh dari sang adik, Bryan Rockefeller. Mereka mirip dan mempunyai fisik yang sama, tapi watak dan kelakuan mereka sangat berbeda, Jenderal.” Lalu Farrell pun menjelaskan bahwa Tony sang kakak punya karakter buruk dan bahkan bodoh. Tony kerap tidak becus dalam mengurus bisnis Keluarga Rockefeller sehingga sampai saat ini WR-Oil masih saja belum bisa bangkit dan bersaing dengan para kompetitor. Sebaliknya, Bryan sang adik punya karakter baik dan cerdas. Jika saja Bryan tidak mengimbangi kejelekan kakaknya, b
Alexander menarik napas cukup dalam sebelum melanjutkan, “Meski nilai pasar perusahaan sedang anjlok, bukan berarti kalian bisa seenaknya melepas saham perusahaan kepada orang lain. Tony, ingatlah pesan ayah mu, Tuan Warren Rockefeller, beliau tidak akan pernah bersedia menyerahkan saham mayoritas kepada siapa pun, terlebih kepada orang di luar Rockefeller.” Dan kenapa pula Jenderal Naga Emas malah membawa nama ayahnya segala? Seperti yang sudah disebutkan bahwa Alexander mendapatkan tugas dari gurunya, Warren Rockefeller, untuk mengawasi apa pun yang ada di perusahaan. Jadi tujuan Alexander adalah memastikan bahwa di dalam tubuh perusahaan tidak ada problem besar. Warren sudah mewanti-wanti, jika dia tidak ada, bisa jadi perusahaan bakal goyang, dan prediksinya terbukti. Ketika dia mesti terbuang di Pulau Lambora dan entah sampai kapan di sana, kedua anaknya sama seperti dua matahari. Tidak akan pernah bisa bersanding secara bersamaan. Itu artinya akan ada satu saja dari mereka
Niat Tony adalah untuk menjadi matahari tunggal dalam Keluarga Warren Rockefeller. Dengan kata lain dia tidak bersedia menganggap keberadaan Bryan. Saat itulah Alexander berkata dengan dingin, “Adik mu tidak setuju dengan ide mu. Tapi kenapa kau masih bersekukuh tetap menunaikan apa yang kau inginkan?” Tony malah terkekeh saat dilempar pertanyaan seperti itu sebelum menjawab geli, “Jenderal, sesungguhnya adikku tidak mengerti apa-apa soal uang. Dia hanya guru SMA. Tidak paham urusan orang dewasa sepertiku.” “Dia jago matematika. Ilmunya tidak perlu diragukan. Keluarga dan kerabat mu tahu kapasitas Bryan seperti apa. Saran apa pun yang keluar dari seorang ahli hitung tentu mesti jangan dikesampingkan. Apa kau lupa bahwa Bryan sering menjuarai olimpiade?” “Hahaha. Jenderal sepertinya sedang bercanda ya? Kalau begitu cara berpikiranya, seharusnya semua guru matematika di dunia ini sudah kaya raya dengan mengurus bisnis besar. Tapi mayoritas mereka justru miskin walaupun mereka pandai
Alexander langsung mengatur pertemuan dengan Bryan. Meskipun hari itu Bryan ada waktu mengajar di sekolah, karena yang mengajaknya bertemu adalah Jenderal Naga Emas, maka dia segera meminta izin kepada pihak sekolah kemudian bersedia bertemu dengan Jenderal Naga Emas di sebuah tempat ngopi yang tidak begitu mewah. Berbeda dengan penampilan Tony yang necis dan keren, Bryan meski memang rapi, tapi tampak jadul dan agak culun. Kacamata minus dua-nya berduet dengan beberapa jerawat yang menonjol di wajah. Sementara rambut lepek sisir samping kiri itu berkolaborasi dengan jidat yang agak melebar. Tampaknya, dia memang ahli matematika. Sedangkan dari watak dua kakak beradik itu juga jelas berbeda. Jika Tony besar di lingkungan liberal dengan segala kenikmatan, maka Bryan banyak menghabiskan waktu di perpustakaan, laboratorium, dan satu tahun sekali nonton bioskop sama sahabat dekatnya. Tony terbuka dan relasinya luas, sementara Bryan pergaulannya sempit dan cenderung introvert. Ketika B
Tidak lain tidak bukan. Dia adalah Jenderal Naga Emas! Kala ini Alexander tidak mengenakan seragam tentara, tapi hanya mengenakan kemeja putih seperti orang kantoran. Begitu pula Farrell, tidak berseragam seperti biasa. Lucunya, tiga preman yang sudah lapar, haus, dan mulutnya masam karena belum merokok itu, tidak tahu perkembangan berita, sehingga mereka tidak mengenal sosok Jenderal Naga Emas. Si tato tengkorak terkekeh dan mencebik. “Topeng mu boleh juga! Beli di mana? Heheh. Mirip topeng anakku yang masih SD di rumah. Kerena juga. Hehe.” Si pirang dan si botak ngakak sampai basah bola matanya. Si pirang memandangi Alexander dengan mata sebelah yang menyipit. Dia terkikik dua detik sebelum mencibir. “Astaga! Apa wajah mu habis kena siram air keras sehingga wajah mu hancur? Lalu pakai topeng naga untuk menutupi wajah jelek mu? Hahaha.” Si botak menggosok-gosok kedua tangannya sambil menjulurkan lidah dan menjilati bibirnya sendiri. Dia sontak mencemooh. “Kau seperti sosok supe
Tiga preman itu tidak punya smartphone, tidak pernah mengisi kuota internet, asing dengan televisi, dan sangat gagu dengan kemajuan teknologi. Bagi mereka, premanisme lebih berarti dari pada digitalisasi. Implikasinya adalah mereka jadi orang-orang tolol zaman purba yang hidup di era serba kemajuan. Salah satu dampak kebobrokan mereka adalah parahnya, mereka sampai tidak tahu berita tentang Jenderal Naga Emas. Jadi apa keseharian mereka dan apa yang tersimpan di dalam batok kepala mereka kalau sudah begitu? Boy memiringkan kepala sambil tersenyum sebelah. Senyuman jahat dari bibir yang busuk karena jarang gosok gigi. “Cepat berikan tiga puluh dollar! Kami mau beli makan, minum, sama rokok! Cepat! Rokok kami habis ini!” bentaknya sambil menghembuskan asap, lalu membumbung di langit rendah di atas kepalanya. Setelah dari tadi mendengarkan sumpah serapah tak berarti dari tiga orang itu, akhirnya Alexander baru buka suara. “Aku bahkan bisa kasih kalian tiga ribu dollar. Aku punya ban
Boy dan si pirang terperanjat, mata mereka tergelohok lebar dan nyaris meloncat dari tempatnya. “Ap-apa?” mulut Boy menganga. Si pirang syok. “Ha? Roy? Kenapa bisa kau terkunci seperti itu? Padahal kau belum mendapatkan pukulan apa pun darinya?” Boy teringat dengan satu nama : Mike Ali! Sebagai preman sejati, dia mengagumi sosok Mike Ali yang merupakan kepala mafia. Cukup sering Boy menawarkan diri untuk masuk ke dalam Mafia Black Horns tapi selalu gagal. Boy memang pecundang dan tidak layak menjadi anak buah Mike Ali, meskipun Boy disuruh jadi tukang kebun sekali pun. Boy terlalu menyedihkan. Boy ingin belajar bela diri dari Mike Ali secara langsung. Salah satu teknik yang ingin dia pelajari dari Mike Ali adalah menjatuhkan lawan dengan satu sepakan lalu memiting lehernya dari belakang. ‘Teknik yang dipakai si badut sama persi seperti yang biasa dipakai oleh Mike Ali’, batin Boy termangu. Napas Boy langsung satu-satu. “Hentikan! Jangan bunuh anak buahku!” teriaknya pada Farre
Bryan berjalan agak terburu-buru sambil memegangi kacamata yang menempel di wajahnya. Segera dia berkata, “Tuan Jenderal, terima kasih sudah menolongku.” Sesuai tadi apa prediksinya, benar bahwa tiga preman tadi bakalan keok. “Tidak usah mengucapkan terima kasih, Bryan. Justru kami berdua yang agak merasa bersalah karena sedikit telat,” balas Alexander sambil tersenyum hangat. Bryan melihat jam di tangannya. Tidak telat. Jenderal Naga Emas tidak telat datang. “Kalau saja Tuan tidak ada, bisa jadi mereka tadi memukuli aku.” Setelah itu, mereka pun duduk di salah satu meja yang ada di cafe tersebut. Alexander dan Farrell memesan kopi. Sebelumnya Alexander sudah mengantongi sejumlah informasi mengenai sosok Bryan. Sekarang dia memandangi wajah dan apa pun yang menempel pada Bryan. Jika Tony merupakan sosok Alpha sejati yang bisa tampak seperti macan mengerikan, maka sebaliknya, Bryan tampak seperti kucing anggora dewasa yang telah melewati banyak ujian hidup. Meski dua kakak berad