Bryan mengakui bahwa dirinya terlampau lemah jika berhadapan dengan Tony dalam situasi apa pun kalau terkait masalah fisik dan mental. Kendati begitu, itu dulu, sekarang dia sudah mengumpulkan segenap keberanian untuk melawan dan menentang kejahatan kakak kandungnya sendiri. Orang yang memberikan pencerahan terhadap dirinya bukan sembarang orang. Dia adalah Jenderal Naga Emas, sang pahlawan yang begitu diagungkan seluruh masyarakat negeri. “Kenapa Tuan Jenderal begitu perhatian terhadap bisnis ayahku dan juga diriku?” Bryan mengernyitkan alisnya. Nada bicaranya jelas menyimpan rasa penasaran. Hanya saja, tidak mungkin Alexander memaparkannya panjang lebar kepada Bryan, terutama tentang kondisi dan keberadaan Warren sekarang. Dia tersenyum hambar lalu menjawab ringan, “Kami mendengar kabar bahwa ada oknum militer yang ada keterkaitannya dengan urusan bisnis dan Keluarga Warren Rockefeller. Katanya, oknum tersebut terlibat dalam hal yang terkait dengan pelepasan saham mayoritas WR-Oi
Meski Bryan tidak pernah terjun langsung mengelola bisnis keluarga, bukan berarti dia tidak mengerti apa pun soal bisnis dan uang, bahkan pengetahuannya tentang bisnis dan minyak jauh lebih baik dari pada Tony. Hanya saja, dia tidak pernah diberikan kesempatan oleh Tony untuk maju. Ketika ayah mereka masih ada, Tony sering mengeluarkan hasutan pada ayah dan ibunya agar kiranya Bryan tidak diberikan ruang untuk masuk ke tubuh perusahaan karena dianggap akan percuma. Memang, Bryan sewaktu kecil punya kelainan pada otak sehingga mempengaruhi kecakapan verbalnya. Bryan lambat bicara dan ketika bicara, kadang suka tidak jelas baik pelafazannya maupun arah bicaranya. Dia sempat didiagnosa menderita autisme pada saat masih SD, tapi sebisa mungkin Warren menyembuhkannya dan menutupi hal itu demi menjaga nama baik keluarga. Kendati begitu, Bryan sejatinya adalah pria cerdas dan bahkan jenius, terbukti lewat beragam prestasi di sekolah dan kampus. Terbersit pertanyaan kenapa sekarang di saat
Selepas dari obrolan tersebut, Alexander pun pergi bersama Farrell kemudian bekerja seperti biasanya di markas militer. Malam harinya, Alexander pun pulang juga seperti biasanya, diturunkan sekitar seratus meter dari rumah mertuanya. Begitu Alexander telah sampai di depan pintu rumah, secara tak sengaja dia mendengarkan percakapan Pablo dengan seseorang melalui telepon, jadi karena itu dia mesti terpancang dan urung memencet bel. Dia memusatkan pendengarannya pada suara yang ada di dalam, lebih tepatnya di ruang tamu. “Tuan Muda Tony Rockefeller, ayolah! Waktu yang sudah aku habiskan sudah lebih dari tiga tahun. Kapan lagi bisnisku akan berjalan kalau sampai saat ini belum juga ada kejelasan.” Suara Pablo menggema sampai terdengar ke luar. Sebagaimana tentara, dia memang tidak bisa bicara pelan dalam situasi apa pun. Alexander tidak perlu menempelkan telinganya di pintu untuk lebih nyaman dalam mendengarkan percakapan yang sebenarnya dia butuhkan sekarang. Sejatinya, dia bukan tip
PLAK! Mengejutkan, Winnie tiba-tiba langsung memberikan tamparan keras ke pipi Alexander. “Aku sudah muak dengan tingkah mu, menantu tidak berguna tapi sok pintar! Kalau kau memang hebat, seharusnya sudah dari dulu kau bisa sukses, bukan sampai sekarang masih menumpang di rumah mertua!” sembur Winnie dengan mulut lebar. Bagi Alexander, tamparan keras dengan suara nyaring barusan tidak ada arti apa pun. Dia sama sekali tidak merasakan perih di wajahnya dan bahkan tidak ada bekas sama sekali dari tamparan itu. Winnie belum bisa melupakan tragedi memalukan yang menimpa keponakannya si Letnan Dua. Jika bukan karena ulah Alexander, Martin tidak akan menderita seperti sekarang. Jadi wajar kalau Winnie melihat Alexander seperti melihat bangkai. “Oh, kau mau berlagak jadi pahlawan ya? Sok mau membantu suamiku dalam mengurus bisnis minyak? Padahal, kau tidak ada latar belakang pebisnis sama sekali. Dan ingat, kau miskin!” cerca Winnie dengan mata menyala. Sebagai gantinya, Winnie memberi
Namun, Winnie tak bergeming, langsung melemparkan interupsi persuasif pada suaminya. “Suamiku, kenapa kau diam saja? Padahal menantu menumpang ini sudah kelewatan sekali! Kau harus segera menghajarnya!” cecar Winnie tidak akan membiarkan Alexander bisa berbicara seenaknya.Di samping itu, Winnie masih tidak terima kalau dia merupakan istri yang tidak bisa diandalkan. Kendati dia sempat gagal dalam merencanakan pernikahan keponakannya si Letnan Dua, bukan berarti dia akan terus disalahkan sampai kiamat. Bagaimana pun, dia akan tetap terus mencari wajah di hadapan suaminya, dan penawaran kali ini, yakni membiarkan anak kandungnya membantu suaminya, dikira merupakan ide bagus.Alexander membalik badan seraya menyunggingkan senyuman halus sebelum berkata, “Jadi Ibu yakin kalau Gavin memang bisa nantinya membantu Ayah dalam melakukan lobian kepada Tony? Kita semua tahu, Ayah sudah lebih dari tiga tahun menggeluti bisnis tersebut dan tidak ada pencapaian signifikan. Dengan kata lain, saham
Pagi harinya.Biasanya Alexander merupakan orang pertama yang selalu sibuk di pagi-pagi buta. Ada saja kegiatannya di rumah sebelum langsung berangkat keluar, yang mana orang di rumah tidak tahu juga ke mana perginya dia.Mengherankan, pada pagi hari ini, dia tidak mendapati lagi istrinya di kamar tidur. Tidak seperti biasanya. Setelah mandi dan berpakaian formal layaknya pekerja kantoran, Alexander pun keluar dari sana dan betapa terkejutnya dia saat secara tidak sengaja menguping pembicaraan antara Pablo, Gabriella, dan Winnie di ruang makan.Pendengaran Alexander sangat tajam meskipun jarak antara dia dan tiga orang tersebut cukup jauh sehingga dia dengan jelas mendengar apa saja yang mereka perbincangan.Pada saat inilah Pablo mau mengutarakan ide konyolnya kepada sang putri tercinta demi mewujudkan apa yang selama ini dia inginkan.Usai mengelap mulutnya pakai tisu, Pablo menatap mata Gabriella lurus-lurus seraya berkata dengan lemah lembut, “Putriku, Tony Rockefeller masih bujan
Alexander tersentak.‘Tuan Somers? Apa mungkin dia adalah orangnya?’Alexander masih butuh informasi selanjutnya dan kembali memasang telinganya dengan sangat baik.Adegan kembali berpindah di ruang makan.Tetiba, Pablo menarik napas yang agak dalam sembari menyandarkan punggungnya di kursi. Ada sejumlah kalimat yang tertahan di mulutnya ketika tadi bilang tentang ayah mertuanya.Terang saja, Gabriella lantas bertanya-tanya, “Kakek? Apa hubungannya dengan Kakek? Sudahlah, Ayah tidak perlu menjual nama Kakek supaya aku bisa menuruti apa kemauan Ayah. Tidak perlu!” raung Gabriella masih dengan wajah yang memberengut.Tidak usah lagi ditanya seperti apa kedekatan antara Gabriella dan kakeknya, Somers.Bahkan, kasih sayang yang diberikan oleh Somers jauh lebih dahsyat ketimbang apa yang diberikan oleh Pablo selama ini.Ayah kandung dari Sarah tersebut punya perhatian luar biasa kepada Gabriella semenjak wanita tersebut terlahir ke dunia.Ketika Gabriella meminta untuk dinikahkan saja denga
Alexander sengaja mampir sebentar di ruang makan meskipun dia tahu kalau sebentar lagi dia bakalan kena cueki tidak hanya oleh dua mertuanya saja, tapi juga istrinya. Semalaman, Gabriella tidak mengajak bicara Alexander tanpa alasan yang jelas. Mereka tidur layaknya bukan sepasang suami dan istrinya.Dan pagi ini pun begitu, terlebih baru saja Gabriella mendapatkan sesuatu yang sedikit merusak mood-nya pula, jadi wajar kalau dia langsung beranjak dari sana tanpa bicara sama suaminya.Alexander menyadari posisinya sekarang yang cukup sulit ketika berada di rumah. Pasalnya, dia sudah buat masalah besar di rumah ini. Sulit baginya untuk bisa mengharumkan lagi namanya yang benar-benar rusak. Dua tahun menyusahkan dan jadi benalu, lalu lebih dari satu tahun lamanya menghilang entah ke mana.Dia pantas mendapatkan perlakuan semacam ini.Parahnya, sekarang Gabriella juga berubah sikap pasca diselamatkan oleh pahlawan baru baginya : Jenderal Naga Emas!Alexander membalik badan dan tetap mene