Share

KETEMU MANTAN

Auteur: bonanzalalala
last update Dernière mise à jour: 2024-01-26 14:53:39

"Riana?" panggil Ibu Riana.

"Ah, Ibu…." Riana secara otomatis berlari menghampiri ibunya. Walaupun sekarang pikirannya acak adul tak karuan. Dia harus tetap bisa tersenyum. Jangan sampai ibu khawatir, tekad Riana.

Sebuah pelukan hangat Riana dapatkan dari ibunya. Sangat hangat. Membuat air mata Riana meleleh perlahan.

"Aduh, kenapa kamu nangis? Ibu kan sehat!"

"Hmmm, nggak Bu. Mata Riana cuma kena debu," Riana mengusap air matanya.

"Anak kecil ini siapa?" ibu Riana menatap Rafa yang bersembunyi di belakang rok tutu hitam panjang Riana.

"Namanya Rafa, Bu. Ayo Rafa kenalan sama Nenek," Riana mendorong pelan Rafa agar mendekat ke ibunya.

"Halo Rafa," sapa ibu Riana ramah.

"Halo Nek. Aku Rafa. Salam kenal," Rafa meraih tangan ibu Riana dan menciumnya. Membuat ibu Riana tergelak dalam tawa.

"Nenek mamanya Mama?" tanya Rafa membuat ibu Riana mengerutkan dahi.

"Mama? Maksudmu Riana?" ibu Riana menunjuk Riana. Rafa mengangguk kuat.

Riana menggelengkan kepala dan berbisik pelan," Anak bos."

Ibu Riana paham dan mengangguk-angguk. "Iya."

"Waaah, Nenek. Bisa cium pipi Rafa? Rafa mau sama Nenek," bocah cilik itu sangat bahagia. Menganggap ibu Riana adalah nenek aslinya.

Riana membantu Rafa naik ke ranjang. Bocah itu langsung nemplok di pelukan ibu Riana. Untungnya ibu Riana tipe orang yang menyukai anak kecil. Jadi, perempuan tua itu sangat menikmati kebersamaannya dengan Rafa.

"Bu, Riana keluar bentar ya. Rafa sama Nenek dulu ya," pesan Riana sebelum keluar kamar.

Riana mendekati Joni yang berjaga di luar. Seperti biasa, Joni selalu tampak sigap berjaga.

"Joni, umm, apa aku boleh minta ditelponkan David? Ada hal yang harus kutanyakan," pinta Riana.

Joni tak menjawab. Tangannya langsung menekan tombol di ponsel dan memberikannya pada Riana.

"Ya?" terdengar suara David menjawab telepon.

"Oh, um, David, ini aku. Riana."

"Ada apa?"

"Kamu yang pindahin ibuku ke ruang VIP?"

"Kenapa? Tidak suka?"

"Bukan…. Bukan itu. Mmm…. Biayanya. Aku nggak punya banyak uang buat itu."

"Aku sudah memasukkannya ke daftar hutangmu."

"APA!?!" teriak Riana untuk pertama kalinya.

"DAVID AKU NGGAK PUNYA….."

TUT…. TUT…. TUT…..

"Aaaaah!" Riana menghentakkan kaki kesal. Bagaimana mungkin David dengan santainya berbuat sesuka hati seperti itu. Masukkan ke daftar hutang katanya?! ORANG GILA! SIAPA YANG MAU BERHUTANG PADANYA?!

INGIN MATI RASANYA! tangis Riana dalam hati.

"Mana?" Joni sudah berdiri di depan Riana. Meminta ponselnya kembali.

"Ini," Riana memberikan ponsel itu pada Joni.

Dengan langkah lunglai Riana berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju kamar mandi. Dirinya tak ingin terjebak lebih banyak hutang. Namun, David membuatnya semakin terjerat lebih dalam.

"Astaga! Kenapa sih hidupku harus kayak gini banget?" racau Riana.

Perlahan Riana menatap dirinya di cermin wastafel. Mukanya sangat acak adul. Dihiasi derai air mata kekesalan dan putus asa. Haaaaah, lagi-lagi dirinya menghela napas.

"Nggak boleh putus asa Riana! Nggak boleh! Kamu udah bisa sejauh ini. Pasti bakal ada jalan keluarnya nanti," Riana mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Dinyalakannya kran air. Dibasuhnya muka kusutnya. Riana tak ingin membuat ibunya khawatir. Kunjungan ini penting baginya. Dia harus tampil ceria seperti biasanya.

Usai mencuci muka, Riana langsung kembali lagi ke kamar ibunya. Saat membuka pintu kamar, tampak seorang dokter didampingi suster sedang mengecek ibunya. Riana pun mendekat. Ingin mendengar bagaimana perkembangan penyakit ibunya.

"Bagaimana kondisi ibu saya Dok?" tanya Riana.

Si dokter menyelesaikan suntikannya dan menoleh ke arah Riana," Ibu Anda …."

Tuk!

Suntikan yang dipegang dokter itu terjatuh. Wajahnya menegang menatap Riana. Begitu pula dengan Riana.

"Ah, maaf," si dokter langsung menunduk mengambil suntikan yang dijatuhkannya. Riana juga refleks menunduk ke bawah untuk mengambil suntikan tersebut.

Jemari Riana bersentuhan dengan jemari si dokter. Sesaat mereka saling tatap. Antara bingung dan canggung.

"Ah, maaf," buru-buru Riana menarik kembali tangannya. Sementara itu, si dokter mengambil suntikannya yang terjatuh di lantai.

"Ehem," si dokter berdeham. " Saya perlu membicarakan sesuatu dengan Anda. Apa Anda bisa ikut ke ruangan saya?"

"Hah?" Riana tak paham dengan maksud si dokter itu.

"Mari ikut saya," tanpa basa-basi lagi si dokter berjalan keluar kamar. Si suster mengikutinya dari belakang. Sementara Riana masih terbengong dengan apa yang baru saja terjadi.

"Riana, cepat sana. Kasihan kalau dokternya sibuk," tegur ibu Riana.

"Ah, iya," Riana tersadar lalu segera keluar mengejar si dokter.

"Ma, tunggu! Rafa ikut," si kecil Rafa berlari mengekori langkah Riana yang terburu-buru. Riana langsung menggendong Rafa agar bocah itu tak kecapekan.

"Hah," Riana terengah-engah sesaat sebelum masuk ke dalam ruangan si dokter itu.

"Duduk," ujar si dokter itu.

Riana menuruti ucapan si dokter. Kini dia duduk sambil memangku Rafa. Seperti biasa Rafa selalu menggelendot manja pada dirinya.

Si dokter muda yang ada di hadapannya itu masih memeriksa berkas. Riana tahu benar siapa dokter itu. Mereka sudah saling kenal lama. Bahkan sejak masa kuliah.

"Riana…."

"Jo…."

Mereka berdua berhenti sesaat setelah saling memanggil lama dalam waktu yang bersamaan. Riana menggigit bibir bawah. Bingung bagaimana memulai percakapan canggung dengan Jo, si dokter muda sekaligus mantan calon tunangannya itu.

Riana dan Jo dulunya pasangan serasi. Walaupun beda fakultas, mereka bisa tetap menjaga hubungan sampai hari kelulusan. Pertemuan mereka pun tak muluk-muluk, sebatas pertemuan senior dan junior di organisasi pers kampus. Karena sering mengobrol dan  ada kecocokan mereka menjalin hubungan. Mungkin karena hubungan mereka yang awetlah, hampir semua junior di organisasi kampus mereka mendambakan hubungan seperti hubungan mereka. Terlebih lagi, mereka akhirnya memiliki rencana bertunangan dua tahun setelah kelulusan. Tepat ketika Jo menyelesaikan kuliah praktiknya.

Jo melirik Rafa. Bocah di pangkuan Riana itu tampak menempel lekat. Usianya sekitar usia sekolah dasar.

"Kamu menikah?" Jo langsung menembak pertanyaan pada intinya.

"Hah?" Riana bingung sesaat. Akan tetapi langsung tersadar saat melihat Rafa yang sedari tadi memainkan tangannya.

"Dengan duda?" lanjut Jo. Ada rasa penasaran yang semakin dalam di setiap pertanyaan Jo.

"Hah?" Riana tercengang mendapati semua pertanyaan Jo barusan. "Kamu menyuruhku mengikutimu dengan terburu-buru hanya untuk menanyakan ini?"

Riana langsung berdiri dari kursi. “Maaf Jo, umm, maksudku Dokter Jo. Aku tidak punya waktu jika harus menjawab pertanyaan personal. Jika memang tak ada hal baru terkait perkembangan penyakit ibuku, aku undur diri dulu."

Riana berjalan keluar dari ruangan Jo. Entah kenapa hatinya menjadi panas. Padahal, hubungan mereka sudah lama kandas. Hanya saja perasaannya seperti tak bisa dibohongi bahwa dirinya memang masih menyukai Jo.

Tenanglah, Riana. Semuanya sudah berlalu. Jangan ingat-ingat lagi dia, Riana mencoba menenangkan bara di dadanya yang sudah lama padam. Matanya mulai berkaca-kaca. Membuatnya sangat benci pada perasaannya pada Jo yang tak bisa kunjung padam walau waktu sudah lama berlalu.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   NGGAK MASALAH PUNYA ADIK

    "Pagi, Rafa!" Riana menyapa dengan hangat. Jalan pagi berdua dengan David membuat mood Riana naik drastis.Rafa yang baru keluar kamar tertegun menatap mamanya yang tampak bersemangat. Sudah hampir sebulanan mamanya tampak lesu seperti orang tak ingin hidup. Kata Mbok Shinta, itu karena adiknya tak jadi lahir. Calon adiknya di perut mamanya menghilang dan gara-gara itu mamanya jadi sedih.Mendengar kabar itu, Rafa juga sedih. Tapi, mamanya sudah sangat sedih. Jadi, dia memutuskan untuk tidak tampak bersedih dan melakukan kegiatan sehari-hari dengan lebih mandiri. Intinya, Rafa bertekad lebih mandiri dan tidak bergantung pada mamanya agar tidak menambah duka dan beban pikiran mamanya."Udah mandi? Mau Mama mandiin?" tanya Riana dengan senyum cerah."Mama lagi seneng ya?" tanya balik Rafa. Hatinya ingin memastikan mamanya memang baik-baik saja.Riana tersipu malu sambil memegangi pipinya," Hehehe, senenglah. Kan lihat Rafa pagi ini."Rafa semakin melongo dengan tingkah aneh mamanya itu.

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   THANK YOU FOR LOVING ME (RIANA POV)

    Dulu, saat bangun dari tidur, aku selalu takut melihat ke sisiku karena ada dirimu di sana. Aku sangat takut. Tiap kali berdua denganmu, jantungku seperti berhenti berdetak. Pikiranku selalu berdoa agar suatu saat bisa terlepas darimu.Nyatanya, setelah waktu berlalu. Aku malah berharap selalu bisa berada di sisimu. Hatiku selalu merasa lebih tenang, jika kamu bersamaku.Seperti saat ini. Waktu pagi datang. Kedua kelopak mataku terbuka. Aku langsung menoleh ke samping, mencarimu. Senyumku otomatis berkembang saat indera penglihatanku menangkap bayang dirimu ada di sisiku.Sudah banyak hal yang kami lalui bersama. Suka duka menjalani kehidupan sehari-hari yang terasa seperti naik roller coaster. Aneh. Sejujurnya aku takut naik roller coaster dan tentunya kehidupan seperti roller coaster saat bersama denganmu juga membuat jantungku tak bisa berdetak tenang barang sesaat. Namun, semuanya tak terasa menakutkan saat bersamamu.Memang ada kalanya kesedihan yang teramat menyakitkan membuatku

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KENAKALAN DI BIOSKOP

    Ekor mata Riana melirik-lirik gugup ke arah David. Dia tak berani langsung menoleh. Apalagi sekarang adegan panas di layar sedang berjalan.Masih terus melirik-lirik, Riana pura-pura mengambil popcorn yang ada di antara dirinya dan David. Tentu dengan pikiran agar terlihat natural. Namun, jari-jarinya tak bisa menemukan tempat popcorn yang diinginkannya."Kok? Harusnya kan di sini?" gumam Riana. Niatnya pun berubah. Jari-jarinya bergerak menelusuri sekitaran tubuh David. Bodohnya, dia melakukannya sambil tetap melirik. Tidak langsung menoleh."Eh? Kok? Menonjol?" Riana terkaget lalu akhirnya menoleh. Tampak David sudah berdeham-deham saja menatap ke arahnya.Kedua mata Riana membelalak lebar. Gara-gara asal meraba saat mencari popcorn, jarinya malah memegang junior David. Bukan popcorn yang dia cari!"Maaf, David!" buru-buru Riana menarik kembali tangannya. Mukanya sangat panas. Bahkan, suhu dingin AC di bioskop tak bisa meredam hawa panas yang menjalari wajahnya. Yang bisa Riana laku

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KAMU PIKIR AKU GENTONG?

    Sepulang dari menjenguk Risa, David mengajak Riana makan. Dia membelokkan mobilnya ke arah Cihampelas Mall."Kok ke mall?" Riana menatap David bingung."Ke Mujigae. Kamu suka korea-koreaan kan?""Hmm, iya sih. Tapi, kamu doyan?""Kalau sama kamu mah, apa saja bisa jadi enak. Yang penting kamu makannya banyak. Oke?" David membuka pintu mobil lalu keluar. Setelah itu, dia berlari ke tempat Riana berada untuk membukakan pintu mobil buat Riana."Makasih," Riana memegangi erat jemari David sambil melangkah keluar mobil.David terus menggandeng tangan Riana sampai tiba di tempat makan. Dia memesan hampir semua aneka makanan di buku menu yang disediakan oleh pramusaji."David! Siapa yang mau makan itu semua?" Riana melongok pada tab menu pemesanan yang diklik oleh David. Matanya membelalak melihat banyaknya makanan yang David pilih."Kamu. Tugasmu sekarang makan banyak," David menekan tombol order untuk mengakhiri pesanan.Riana terpaksa mengikuti ucapan David. Toh, orderan sudah terlanjur d

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   BERUSAHA UNTUK MENDEWASA

    Entah ini sudah hari ke berapa aku berada di rumah sakit. Aku tak tahu. Atau mungkin tepatnya tak ingin tahu.Luka di tubuhku sudah mendingan. Seharusnya aku sudah bisa pulang ke apartemenku. Tapi, aku tak mau pulang. Tempat itu hanya akan mengingatkan pada kenangan-kenangan manis yang ternyata hanyalah tipuan. Memikirkannya saja membuat air mataku meleleh.Padahal, aku sudah sangat percaya. Kukira memang sudah benar-benar mau menerimaku. Nyatanya, dia hanya menipu dan merampas semua kenangan indah yang dia berikan padaku secara sepihak. Bahkan, janin dalam kandunganku ikut dia rampas. Betapa dia sangat tidak memiliki hati. Anak di kandunganku kan anaknya juga. Tapi kenapa dia tega melakukan itu? Membuat janin yang belum genap tiga bulan itu sirna dari dunia. Sungguh sangat jahat dirimu, Jo. Harusnya aku menyadari ini semua dari awal. Tapi, semua sudah terlambat. Dari awal, batin dan pikiranku sudah tertutupi oleh cinta butaku padamu, Jo. Jika saja… jika saja aku masih bisa berpikir j

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   ANAK KITA MASIH ADA DI HATI KITA

    Sudah seminggu lebih waktu berlalu sejak kejadian itu. Kejadian yang sangat memilukan. Bagiku dan Riana.Hari-hari kami di rumah jadi sepi. Riana lebih suka mengurung diri di kamar. Jarang makan. Wajahnya jadi lebih pucat dan tirus.Aku tahu. Ini pasti sangat berat untuknya. Ibunya sudah menginap di rumahku. Bahkan, Sena. Kubiarkan mereka menemani Riana. Karena kupikir, lingkungan yang lebih ramai, bisa membuat dirinya lebih ceria.Memang saat bersama orang lain, dia sudah bisa menanggapi dengan baik. Walau hanya beberapa patah kata dan senyum simpul. Menurut laporan psikolog yang tiap harinya kutugaskan untuk membantu terapi Riana, kondisi Riana memang masih membutuhkan proses. Dikarenakan Riana tipe perasa. Butuh waktu lebih lama menuntaskan rasa duka."Kira-kira ada alternatif lain tidak untuk membantunya?" tanyaku pada sang psikolog. Sejujurnya aku juga tak sanggup jika tiap malam mendengar Riana menangis sendirian. Hatiku selalu ikut teriris mendengarnya. Aku pun sudah tak bisa b

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status